Share

Menolak Memberi Nafkah Batin

Setelah kejadian Minggu lalu, Fazar mau tak mau menerima kehadiran Marvel. Bagaimana lagi nyawa Mbok Marni dalam bahaya jika pengobatannya dihentikan. Lagi pula alasan utama Fazar tidak bisa bercerai dengan Amanda adalah ....

"Papa!"

Seruan imut itu berhasil menyentaknya dari lamunan. Benturan lembut yang menubruk kedua kaki Fazar membuatnya tersenyum sumringah. Ayah dari dua anak itu lalu berjongkok untuk menyamai tingginya dengan sang buah hati tercinta.

"Ferro ... Cerry ... kalian sudah bangun?"

Fazar menyapa lembut dua balita mungil yang cekikian ketika ia mengusak rambut mereka secara bergantian. Tidak lupa juga memberikan morning kiss untuk keduanya. 

"Hoam, Papa ... macak apa?" tanya Ferro mengusap-usap kelopak matanya yang terkantuk.

Sungguh, sangat  menggemaskan. Fazar menahan keinginan untuk mencubit pipi bulat dan cabai itu. Ia tidak ingin menyakiti putra-putri kembarnya.

"Papa masak nasi goreng kesukaan kalian," jawab Fazar lembut dengan seulas senyum kecil di wajahnya.

"Hoyeee ... naci goyeng!" Fero terlonjak gembira. Balita kecil itu sungguh ekspresif.

Fazar terkekeh, ikut merasa senang. Meskipun hatinya remuk redam akan perbuatan ibu dari anak-anaknya. Namun, ia tak bisa menunjukan kesedihan itu di depan sang buah hati yang tak berdosa. 

Fazar pun memilih melupakan sejenak sakit hatinya dengan mempokuskan diri pada sang putri yang tengah celingukan melihat sekitar rumah.

 "Cerry cari siapa, Sayang?" tegur Fazar lembut.

"Mama ...."

Deg!

"Mama ... mana, Pah?" 

Berbeda dengan Ferro yang bicaranya masih cadel, Cerry sudah menguasai berbagai macam kosa kata. Sikapnya pun lebih dewasa. Padahal mereka berdua masih berusia lima tahun.

"Papa?!" 

"Ng, iya?"

Cerry mengernyit "Jadi Mama di mana, Pah?"

"Hm ... itu, Mama kalian ...." 

Fazar merasa kesulitan sendiri dalam menemukan kalimat yang pas untuk dijadikan alasan, ia tega jika mengatakan yang sebenarnya bahwa Amanda sibuk dengan Marvel. 

Ibu mertua bilang mereka butuh honeymoon.

Honeymoon?!

Yang benar saja? Fazar ingin tertawa, mengingat dulu saat pernikahannya dengan Amanda, ia langsung dipaksa menjadi babu.

Fazar berdecih, tidak menyadari Ferro dan Cerry yang berkedip-kedip polos dan saling pandang satu sama lain.

"Papa ... Cenapa, Mbak?" tanya Ferro memiringkan kepala imut.

"Mbak juga tidak tahu, Dek."

"Papa ...," panggil Cerry dan Ferro memegang masing-masing tangan Fazar hingga membuat pria itu tersentak.

"Papa kenapa melamun? Papa sakit?" tanya Cerry khawatir. Sedangkan Ferro matanya sudah berkaca-kaca. Melihat itu, Fazar kelabakan sendiri.

"Tidak ... Papa tidak sakit, Sayang. Jangan khawatir, Papa hanya sedang banyak pikiran," jawab Fazar berbohong.

"Memikirkan apa, Papa? Memikirkan Mama?!" tebak Cerry tepat sasaran. Fazar tertegun, tidak bisa menyangkal maupun mengiyakan.

"Memang Mama ke mana, sih, Pah? Kok, tidak ada bersama kita?" tanya Cerry sendu. 

Jujur saja, kedua balita mungil itu merindukan ibunya. Akhir-akhir ini Amanda jarang menghabiskan waktu dengan mereka. Sang ibu selalu sibuk dengan dunianya sendiri. 

"Mama pacti lagi cama Papa balu itu, ya, Pah?" tanya Ferro tiba-tiba.

Fazar tercengang. "Ferro bicara apa, Nak? Ferro tahu dari siapa kalimat itu?"

"Tahu dariku! Kenapa memangnya?" 

Mendengar sahutan bernada khas itu, Fazar menoleh ke sumber suara, tampak Ajeng berjalan menuruni tangga. Fazar menggeram marah. "Ibu! Kenapa berbicara yang tidak-tidak pada anak-anak? Mereka masih kecil, Bu?"

"Lho, memang kenapa? Toh, pada kenyataannya seperti itukan? Marvel adalah suami Amanda yang artinya dia juga papa baru untuk mereka."

"Tapi, Bu ...," sela Fazar masih tak terima. Ia tak ingin anak-anaknya sampai mengetahui kebokbrokan rumah tangga orang tuanya. Biarlah ini menjadi rahasia antar orang dewasa. 

"Tidak ada tapi-tapian!" hardik Ajeng lalu memotong lalu mencemooh. "Sudah lebih baik kamu kembali ke belakang sana. Menganggu pemandangan saja."

"Ayo, kalian ikut Nenek. Siap-siap ke sekolah."

Ajeng menggandeng tangan kedua cucunya, meninggalkan Fazar dalam perasaan terhina.

 ***

Di lain hari, Amanda kini tidak lagi memiliki waktu untuk melayani Fazar. Bahkan kamar mereka kini diisi oleh Marvel. Dengan kejam Amanda mengusirnya ke kamar tamu. 

Beruntung saat keluar kamar, ia melihat Marvel berjalan menuju dapur. Fazar pun mendekati kamar Amanda dan membuka pintunya.

"Lho, Sayang. Kamu sudah kembali? Katanya ingin membuat kopi dulu sebelum kita lanjut main?" 

Begitu membuka kenop pintu, Fazar langsung disambut perkataan tak senonoh Amanda yang duduk di meja rias. Akan tetapi, bukan itu yang membuatnya terpaku, melainkan penampilan Amanda yang memakai gaun sama seperti malam pertama dulu.

Nyeeess ....

Hati Fazar tercubit. Dengan penuh amarah ia membanting pintu kuat sampai membuat sang istri terlonjak di tempat. Buru-buru menoleh ke ambang pintu masuk.

"Apa sih, Say----Mas Fazar?!" pekik Amanda mengernyit. "Apa yang Mas lakukan di sini? Mana Marvel?"

"Memang kenapa?" balas Fazar mendekati sang istri yang bersedekap dada angkuh. "Memang salah kalau seorang suami ada di kamar istrinya sendiri?"

"Ya ... Tidak. Tapi inikan bukan jatahnya, Mas," balas Amanda menurunkan tangannya.

Fazar tertawa terbahak-bahak. "Terus kapan jatahku? Yang aku tahu, kamu selalu bermain dengan suami mudamu itu."

"Ya wajar dong, Mas. Kami-kan pengantin baru. Butuh privasi. Dulu kita jugakan begitu," balas Amanda semakin tak tahu malu. 

"Hahaha ... Amanda ... Amanda  ... setelah naik jabatan menjadi Asistent Manager. Kamu semakin pintar, ya?!" sinis Fazar mencemooh.

"Maksud Mas apa? Mas sedang mengejekku?" bentak Amanda tersulut emosi.

"Benar. Aku sedang mengejek IQ-mu yang menumpul itu."

Fazar tak kalah emosi, mengamati penampilan Amanda dari atas sampai bawah, terlihat manis dan menggoda, tetapi amat menyakitkan seperti sembilu pedang tajam.

"Coba kamu pikir, Amanda! Dari mana asalnya seorang istri bisa mempunyai dua suami? Terlebih tinggal dalam satu atap?!" 

Fazar tak habis pikir dengan tindakan Amanda yang melakukan POLIANDRI. Itu jelas-jelas perbuatan terhina.

Amanda menghela napas. "Sudahlah kita telah sepakat akan hal ini."

"Sepakat?" ulang Fazar mendengkus. "Yang aku tahu, kamu terus menekanku."

"Sudah cukup, Mas! Aku tidak mau bertengkar malam ini. Lebih baik kamu keluar dari sini sebelum Marvel datang," usir Amanda.

"Lihat sekarang kamu melupakan kewajibanmu atasku," balas Fazar tertawa miris.

"Tentu saja. Marvel enak dipandang sedangkan kamu ...."

Amanda menggeleng-gelengkan kepala sambil menelusuri penampilan Fazar dari atas kepala sampai bawah kaki, kemudian wanita bergaun seksi itu mengernyit jijik, terang-terangan sekali mengejek penampilan sang suami yang terkesan kolot.

Fazar sangat sakit hati atas penilaian itu.

"Sudah sana, Mas, pergi! Jangan membuat aku berbuat lebih kasar lagi!" Amanda mendorong tubuh Fazar ke arah pintu.

Fazar menatap istrinya dengan tatapan sulit diartikan. "Jangan keterlaluan, Amanda. Atau kupastikan kamu akan menyesal."

"Terserah!" 

Amanda mengabaikan peringatan sang suami pertama, lebih memilih membanting pintu dengan luapan emosi menggebu. Tanpa keduanya sadari Marvel mengintip di balik dinding.

"Mission compeleted."

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status