LOGINDetak jantung Putri Chu Rong Xi berpacu tak beraturan. Keringat dingin membasahi telapak tangannya yang terikat kencang di belakang punggung. Aroma tanah basah bercampur keringat kuda menyeruak ke hidungnya, menambah rasa mual yang menggelayut di perutnya. Setiap guncangan kuda yang melaju kencang membuat tulang belakangnya terasa nyeri.
"Lepaskan aku sekarang juga! Apakah kalian tidak tahu siapa diriku?" suaranya bergetar, meski berusaha terdengar tegas. Matanya menyapu wajah-wajah keras para penculiknya yang berbalut cadar hitam. Seorang pria bertubuh kekar dengan bekas luka melintang di pipi kiri terkekeh kasar. Giginya yang menguning terlihat jelas ketika ia menyeringai. "Justru karena kami mengetahui identitasmu dengan pasti, maka kami menculikmu, Tuan Putri!" Suara seraknya memantul di antara pepohonan hutan yang rimbun. Sementara itu, pemuda di atas pohon masih tak juga beranjak dari tempatnya. Ia mengawasi keadaan sambil berpikir, 'Seorang gadis berpakaian seperti putri kerajaan dan orang-orang itu menyebutnya Chu Rong Xi?' Pemuda itu terkejut dengan nama yang sudah tak asing bagi rakyat Negeri Chu Agung. 'Putri Chu Rong Xi! Jadi dia adalah putri kaisar yang sekarang?' Pemuda di atas pohon memerhatikan sekali lagi kelompok orang berpakaian serba hitam yang melintas di hadapannya. 'Orang-orang yang membawanya tidak mirip dengan para prajurit kekaisaran dan mereka memakai cadar." 'Para prajurit kekaisaran tak akan memakai cadar seperti itu." Pemuda itu menggelengkan kepala. 'Cara mereka mengikat dan membawa sang putri juga sangat kasar!' Mata pemuda itu kembali mengamati gerombolan berkuda yang berpakaian serba hitam dengan kain cadar di wajah masing-masing. "Tampaknya itu tidak seperti orang-orang yang sedang mengawal seorang tuan putri. Mereka lebih mirip seperti ...." "Penculikan!' 'Ini tidak bisa dibiarkan!' Pemuda itu lalu meraba topeng wajah iblis yang tergantung di pinggang kanannya dan ia langsung memasang benda itu di wajah tampan nan cantiknya. 'Sepertinya, aku memang harus segera melakukan sesuatu.' Sementara itu, derap kuda terus menggemuruh menapaki jalan setapak yang berliku. Jalanan tanah yang biasa dilalui pencari kayu bakar dan pemetik buah hutan itu kini dipenuhi jejak sepatu kuda yang dalam. Debu beterbangan mengikuti langkah mereka yang tergesa. Pemuda bertopeng bergerak gesit bagaikan bayangan anak panah yang melesat. Kakinya melompat ringan dari dahan ke dahan, mengikuti pergerakan para penculik dengan tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Napasnya teratur meski bergerak dengan kecepatan tinggi. Dengan kelincahan seorang pendekar ulung, ia memetik beberapa helai daun bambu yang masih segar. Ujung jemarinya memancarkan tenaga dalam yang bergelora, mengalirkannya ke setiap helai daun hingga berubah menjadi senjata mematikan. "Hyaaaa!" serunya dalam hati sambil melepaskan serangan bertubi-tubi. SYUUUT! SYUUUT! SYUUUT! Daun-daun bambu itu melesat bagaikan anak panah, membelah udara dengan desis tajam sebelum menghantam sasaran dengan presisi sempurna. "Argh!" "Ugh!" "Aakh!" Para penculik merintih kesakitan saat leher mereka tersayat daun bambu yang tajam. Darah segar menetes membasahi kerah baju hitam mereka. Serangan mendadak itu berhasil membuat kuda-kuda mereka terkejut dan memperlambat laju. Para penculik saling bertukar pandang waspada, mata mereka menyapu sekeliling hutan dengan gelisah. "Bedebah! Pengecut mana yang hanya berani menyerang kami secara sembunyi-sembunyi?" raung pemimpin kelompok dengan suara serak penuh amarah. Matanya yang memerah menyala-nyala mencari sosok penyerang. Pemuda bertopeng hanya tersenyum sinis di balik topengnya. Dengan gerakan lincah, ia menerkam tali kekang kuda yang ditunggangi Putri Chu Rong Xi, menariknya dengan kekuatan penuh. Kuda malang itu mendengking keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi, terkejut oleh hentakan tiba-tiba pada tali kekangnya. "Kyaaaaa!" Putri Chu Rong Xi menjerit ketika tubuhnya terlempar dari pelana, terjatuh tak terkendali menuju tanah keras di bawahnya. Matanya terpejam erat, bersiap menerima benturan yang menyakitkan. Namun tubuhnya tak pernah menyentuh tanah. Alih-alih merasakan keras batuan, ia merasakan kehangatan pelukan yang kuat melingkari pinggangnya. Matanya terbuka perlahan, mendapati sepasang mata tajam di balik topeng wajah iblis yang menatapnya intens. Mereka melayang bersama di udara, berputar dalam tarian penyelamatan yang memukau sebelum mendarat lembut di tanah lapang. 'Siapa dia?' Putri terkejut, tetapi ia tak bisa bergerak apalagi untuk bertanya lebih lanjut. "Kamu segera menyingkirlah ke tempat yang aman! Aku akan menghadapi mereka semua!" perintah pemuda bertopeng dengan suara dalam yang menenangkan sambil memotong ikatan di pergelangan tangan sang putri menggunakan ujung pedangnya yang berkilau. Putri Chu Rong masih tertegun, takut kalau-kalau orang ini juga memiliki niat jahat terhadap dirinya. "Tunggu apa lagi?" "Oh!" Putri Chu Rong Xi kaget dan tergagap. "Ba ... baik, Tuan!" Putri Chu Rong Xi segera berlari tergopoh menuju semak belukar, jantungnya masih berdebar kencang. Pemuda bertopeng tersenyum tipis saat melihat gadis itu berlari ketakutan sebelum akhirnya kembali fokus menanti kedatangan para pria berpakaian serba hitam yang mengejarnya. "Heeehh!" Gumamnya, sambil memutar lehernya yang terasa kaku dan pegal. "Baru saja terbangun dari mimpi tapi sudah harus berhadapan dengan sekawanan anjing liar." Pemuda bertopeng meraba dua gagang pedang yang terpasang di punggungnya. "Da Jian, Xiao Jian, bersiaplah untuk bersenang-senang," bisik pemuda itu kepada sepasang senjatanya. Dari balik rimbun dedaunan, ia mengintip pemuda penolongnya yang kini berdiri tegak menghadapi keenam penculiknya. 'Semoga saja Dewa melindungi orang itu!' Putri Chu Rong Xi berdoa dalam hati. Hatinya harus menahan harap-harap cemas dan tekanan ketakutan dan yang teramat sangat. "Tangkap dia! Jangan sampai Putri Chu terlepas dari genggaman kita!" teriak para penculik sambil memacu kuda mereka, berusaha mengejar pemuda bertopeng yang telah menggagalkan rencana mereka. "Tangkaaaap!"Para tetua memang tidak meragukan akan keahlian Tetua Yang Xueying dan muridnya. Namun masalahnya, sekarang orang yang dimaksud sedang tidak berada di tempat tersebut karena sedang bersama istri sang ketua sekte. Jika menariknya secara tiba-tiba, apakah nyonya akan mengijinkannya?"Tapi, Tetua Xueying, bukankah saat ini Yang Se sedang bersama dengan Bibi Fuyu?" tanya Yang Shui. "Jika kita memanggilnya, lalu bagaimana dengan bibi?"Yang Hua tentu saja mengetahui akan kekhawatiran keponakannya. "Untuk masalah ini kamu tidak perlu khawatir, Ah Shui. Bibimu baru saja mengirim pesan kalau kita akan bertemu di perjalanan nanti.""Oh, baguslah. Kalau begitu sepertinya sudah tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi," ujar Yang Shui, hatinya merasa lega."Kalau begitu masalah penyamaran sepenuhnya akan menjadi tugas Tetua Yang Xueying," lanjut Yang Hua, ia menghadap ke arah orang yang dimaksud dan mengepalkan kedua tangannya. "Maka saya mohon bantuan Anda, Tetua Yang Xueying." Demi mendapat tu
Semua orang yang hadir seketika terdiam, hanya Tetua Yang Wuzhou saja yang tampak bersikap biasa saja dan masih sibuk dalam menikmati makanannya.Yang Hua menatap satu per satu wajah-wajah para tetua dengan tatapan tajam. "Kalian semua adalah para tetua yang aku hormati dan sengaja aku undang ke mari dengan segala rasa hormatku. Tetapi para Tetua sepertinya tidak lagi memandangku sebagai pemimpin kalian!""Pemimpin Tertinggi, mohon jangan salah paham!" seru Tetua Yang Lei dengan perasaan sedikit takut. "Apa maksud Tetua Yang Lei dengan kata salah paham?" Yang Hua beralih menatap Tetua Yang Lei, seakan sedang berusaha menguliti pria itu untuk mengetahui isi hatinya. "Kalian meragukan apa yang dikatakan oleh Qing Yuan, bahkan beberapa dari kalian seperti sedang sengaja menyudutkannya. Bukankah itu sama saja dengan tidak menghormatiku?" Semua orang terdiam dengan berbagai macam perasaan mereka masing-masing. Ada yang tidak senang atas pembelaan Yang Hua terhadap anak tirinya.'Ternyata
Semua orang tercengang. Wajah-wajah tua terlihat menegang. Namun, tentu saja Qing Yuan yang merasa lebih terkejut lagi.Mendengar kata 'hukuman mati', wajah Qing Yuan atau yang sengaja menggunakan nama Yang Yuan saat sedang beraksi bersama dengan kelompoknya, seketika memerah. Kesalahan yang tak ia lakukan, mengapa hukuman mati itu tertuju padanya? Bukankah ini sudah sangat keterlaluan?"Satu juta tahil emas? Bukankah ini hampir setara dengan setahun gaji seorang perdana menteri?" Yang Shui bertanya, seolah kepada dirinya sendiri. "Itu benar, Ah Shui. Bagi orang biasa, mungkin ini adalah sesuatu yang sangat menggiurkan!" Tetua Yang Lei berkata dengan sedikit antusias, seakan ini adalah suatu peluang besar untuk mengumpulkan kekayaan. 'Dengan imbalan yang luar biasa besar itu, siapa yang tidak merasa tertarik?' pikir Yang Shui disertai perasaan khawatir. Tentu saja, ia tak ingin Qing Yuan mengalami hal buruk yang seharusnya bukan menjadi tanggungannya. 'Ini harus segera diselidiki.
Yang Hua mengangkat tangan, melambaikannya sedikit untuk menarik perhatian semua orang. "Mari kita mulai hal yang ingin aku bahas bersama dengan Anda semua pada pertemuan kali ini. Aku yakin, kalian semua bertanya-tanya mengapa aku mengundang kalian secara mendadak."Para tetua saling melirik, rasa ingin tahu dan kekhawatiran terlihat jelas di wajah mereka. Semua orang memasang pendengaran mereka baik-baik, menunggu apa yang akan menjadi pokok pembahasan kali ini.Yang Chao, tetua yang duduk di ujung kiri, akhirnya membuka suara. "Pemimpin Tertinggi, apakah ini berkaitan dengan rumor tentang adanya sebuah kompetisi kekaisaran yang konon akan diadakan di Gunung Hijau?"Yang Hua mengangguk perlahan. "Benar. Kompetisi itu akan menjadi kesempatan emas bagi sekte kita untuk kembali menunjukkan kemampuan para generasi penerus yang kita miliki saat ini. Namun, tujuan kita lebih dari sekadar untuk kemenangan semata."Mendengar ini, para tetua menjadi bertanya-tanya kembali."Ternyata memang t
Tetua Yang Wuzhou seperti berpikir, dahinya menampilkan banyak kerutan."Aku hanya ... hanya sedang memikirkan sesuatu." Tetua Yang Wuzhou kemudian berjalan-jalan kecil sambil berkacak pinggang dan memutari Qing Yuan dengan dahi berkerut. Wajahnya bahkan terlihat sangat serius. "Kakekmu ini merasa khawatir kalau-kalau tidak ada gadis yang berani menjadi istrimu.""Maka itu bagus!" sergah Qing Yuan dengan sikap tak peduli, seolah masalah pernikahan bukan hal yang penting baginya."Kamu!" Tetua Yang Wuzhou terkejut, tanpa sadar menunjuk wajah Qing Yuan, lalu gumamnya, "Aiya, Bocah Nakal ini. Mengapa kamu seperti sedang mengutuk dirimu sendiri?" Yang Shui hanya mengulum senyum melihat sikap Qing Yuan yang terlihat kesal.Semua orang yang mendengarnya mengakui dalam hati akan perkataan Tetua Yang Wuzhou. Di tempatnya berdiri, Yang Hua menggelengkan kepala seraya mendesahkan napas."Pemimpin Tertinggi, kurasa memang tidak ada gadis yang layak untuknya selain daripada Rembulan Negeri Chu
Tetua Yang Wuzhou kembali menepuk bahu Yang Shui sembari menggeleng kepala, merasa takjub. Ia lalu beralih melihat ke arah Qing Yuan yang semenjak tadi hanya diam saja. Wajah tuanya terlihat sangat senang dan mulai ingin menggoda pemuda itu."Hei, Bocah Nakal. Lama tidak bertemu denganku, apakah kamu merindukan kakek baikmu ini?" Ekspresi wajah kakek tua berusia hampir tujuh puluh tahun ini terlihat nakal. Tangannya bahkan melayang cepat, mencubit kecil pipi Qing Yuan.Qing Yuan secara refleks bergerak menghindar hingga cubitan itu tak bertahan lama di kulit pipinya. "Kakek Gila, baru saja beres tapi sudah ingin membuat keributan denganku!""Siapa yang sedang ribut? Aku ini sedang melihat hasil pertumbuhanmu selama aku meninggalkan sekte ini selama lima tahun untuk menggembleng saudaramu itu. Aku tidak menyangka kalau kamu dan Ah Shui juga bisa tumbuh setinggi ini." Sambil berkata, Tetua Yang Wuzhou menaikan telapak tangannya ke ubun-ubun Qing Yuan dan menyamakan tinggi tubuhnya deng







