Se connecter
Malam ini, Taman Fajar Merekah sungguh indah dalam hujan cahaya bulan. Setiap embun yang bergelayut pada kelopak bunga tampak berkilauan diterpa sinar lunar nan lembut, menciptakan pemandangan yang bahkan mampu membuat para pendekar ulung terpana dalam kekaguman.
Saat ini, tubuh sang putri terbungkus rapat dalam balutan sutra tebal yang berkilauan bagai sisik naga, menatap hamparan bunga yang seolah menari dalam irama semilir angin malam. Bulan yang telah melewati masa purnama menggantung dengan anggun di langit kelam, ditemani oleh ribuan bintang yang berkelap-kelip bagaikan berlian yang bertaburan di atas kain beludru hitam. Namun, keindahan panorama yang memukau ini tak mampu menghadirkan secuil senyuman pun di wajah sang putri yang tengah larut dalam kerinduan mendalam. Kesunyian malam yang sakral itu akhirnya dipecahkan oleh alunan melodi yang mengalir dari seruling bambu kecil dalam genggaman sang putri. Instrumen sederhana namun penuh makna itu adalah pemberian dari seseorang yang telah mengukir namanya dalam-dalam di sanubari sang putri bertahun-tahun silam. Sosok pemuda yang misterius itu, meskipun mereka tak pernah saling mengetahui rupa wajah masing-masing, tetapi pertemuan itu telah meninggalkan jejak yang begitu mendalam hingga tak mampu terhapus oleh berlalunya waktu. "Dia ... masihkah mengingatku?" bisik sang putri dengan suara lirih sambil membelai permukaan seruling bambu hitam yang berkilauan di bawah sinar bulan. Empat tahun telah berlalu dan itu terasa bagai sebuah mimpi panjang yang tak kunjung berakhir. Ketika itu, Putri Chu Rong Xi masih berusia tujuh belas tahun, masih memiliki mata yang berbinar dengan keceriaan masa muda. Ia baru saja menempuh perjalanan jauh dari Kekaisaran Han, tanah kelahiran Permaisuri Han Jingshi, ibunda tercinta yang telah menurunkan darah mulia dalam nadinya. Namun, dalam perjalanan pulang yang seharusnya penuh kebahagiaan, takdir memainkan permainan yang kejam. Sekelompok bayangan hitam yang bergerak dengan kecepatan kilat tiba-tiba muncul dari kegelapan, bagaikan hantu-hantu malam yang haus akan darah. Mereka berhasil menyergap rombongan sang putri dengan strategi yang telah direncanakan dengan sempurna, dan dalam sekejap mata, Putri Chu Rong Xi telah berada dalam cengkeraman para penjahat yang tidak dikenal. "Tolooooong!" "Tolong aku!" Suara putus asa bergema di antara pepohonan hutan, berhasil mengoyak keheningan siang yang awalnya damai. "Siapa pun yang mendengar, tolong aku!" teriak seorang gadis bercadar berpakaian putri kerajaan, panik. Teriakan itu mencapai telinga seorang pemuda tampan yang tengah menikmati tidur siangnya di atas dahan pohon raksasa, tempat ia biasa beristirahat untuk menyeimbangkan aliran qi dalam tubuhnya atau sekadar bermalas-malasan. Sepasang penglihatan dengan bola mata legam bak giok hitam itu terbuka perlahan, menampakkan sorot yang tajam dan menurut sang putri, mata itu memiliki pesona yang tak tertandingi, seolah mampu menembus hingga kedalaman jiwa siapa pun yang menatapnya. "Siapa lagi orang yang begitu lancang mengganggu tidur siangku?" gumam pemuda itu. Ia dengan malas sedikit bergeser untuk memperbaiki posisi berbaring. Dahan pohon yang kokoh menjadi tempat istirahat yang sempurna, jauh dari hiruk-pikuk di bawahnya. "Tolong aku!" Teriakan yang semakin mendesak, diiringi dengan suara derap kaki kuda yang berpacu kencang, menciptakan keributan yang tak bisa diabaikan oleh telinga yang telah terlatih menangkap suara sekecil apa pun. "Berisik sekali gadis itu! Pasti dia hanya sedang takut pada binatang hutan saja!" gerutu si pemuda dengan nada kesal. "Huh, paling-paling hanya gadis nakal yang sengaja pergi dari rumah untuk berkeliaran dan sedang dicari oleh orang tuanya. Biarkan saja dia. Merepotkan!" gumam anak muda itu. Ia berniat untuk melanjutkan kembali tidur siangnya. Namun, telinganya tiba-tiba mendengar suara lain yang mencurigakan. "Tunggu!" Pemuda itu memasang pendengarannya baik-baik. "Mengapa seperti ada derap kaki kuda yang dipacu dengan kecepatan penuh?" Naluri seorang pendekar yang telah terasah selama bertahun-tahun membuat pemuda itu bangkit dengan gerakan yang anggun bagaikan elang yang siap terbang. Ia melompat dengan ringan dari dahan ke dahan, memanfaatkan teknik qinggong yang telah dikuasainya dengan sempurna, hingga akhirnya dapat mengintip situasi dari balik rimbunan daun yang lebat. Pemandangan yang tertangkap oleh matanya membuat darah dalam nadinya berdesir. Pemuda itu melihat seorang gadis berpakaian mewah warna jingga muda dengan kain sifon berkualitas tinggi tengah meronta-ronta dengan putus asa di atas punggung kuda yang berlari kencang. Tangan dan kakinya terikat dengan tali yang kasar, dan wajahnya yang tertutup cadar merah muda menampakkan rasa takut yang luar biasa. "Toloooong! Aku takut jatuh!" teriak keras gadis itu dengan suara yang bergetar karena ketakutan. "Diam kau, anak sialan! Kami sudah bersusah payah sekali untuk mendapatkanmu! Hingga beberapa hari ini, kami tak bisa mencari hiburan lain hanya demi menangkapmu, Chu Rong Xi!" bentak salah seorang dari kawanan orang bercadar. "Kalian, siapa yang sudah menyuruh kalian untuk menculikku?" tanya Putri Chu Rong Xi sambil memberontak. "Kalau Tuan Putri ingin tahu jawabannya." Pria bercadar yang paling kurus berkata dengan suara dingin. "Maka Tuan Putri akan segera mendapat jawabannya setelah Tuan Putri sampai di hadapan raja neraka!" "Raja neraka?" gumam Putri Chu Rong Xi dengan bibir bergetar akibat takut. 'Mereka ... apakah mereka hendak membunuhku?' pikir Putri Chu Rong Xi dengan wajah pucat.Para tetua memang tidak meragukan akan keahlian Tetua Yang Xueying dan muridnya. Namun masalahnya, sekarang orang yang dimaksud sedang tidak berada di tempat tersebut karena sedang bersama istri sang ketua sekte. Jika menariknya secara tiba-tiba, apakah nyonya akan mengijinkannya?"Tapi, Tetua Xueying, bukankah saat ini Yang Se sedang bersama dengan Bibi Fuyu?" tanya Yang Shui. "Jika kita memanggilnya, lalu bagaimana dengan bibi?"Yang Hua tentu saja mengetahui akan kekhawatiran keponakannya. "Untuk masalah ini kamu tidak perlu khawatir, Ah Shui. Bibimu baru saja mengirim pesan kalau kita akan bertemu di perjalanan nanti.""Oh, baguslah. Kalau begitu sepertinya sudah tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi," ujar Yang Shui, hatinya merasa lega."Kalau begitu masalah penyamaran sepenuhnya akan menjadi tugas Tetua Yang Xueying," lanjut Yang Hua, ia menghadap ke arah orang yang dimaksud dan mengepalkan kedua tangannya. "Maka saya mohon bantuan Anda, Tetua Yang Xueying." Demi mendapat tu
Semua orang yang hadir seketika terdiam, hanya Tetua Yang Wuzhou saja yang tampak bersikap biasa saja dan masih sibuk dalam menikmati makanannya.Yang Hua menatap satu per satu wajah-wajah para tetua dengan tatapan tajam. "Kalian semua adalah para tetua yang aku hormati dan sengaja aku undang ke mari dengan segala rasa hormatku. Tetapi para Tetua sepertinya tidak lagi memandangku sebagai pemimpin kalian!""Pemimpin Tertinggi, mohon jangan salah paham!" seru Tetua Yang Lei dengan perasaan sedikit takut. "Apa maksud Tetua Yang Lei dengan kata salah paham?" Yang Hua beralih menatap Tetua Yang Lei, seakan sedang berusaha menguliti pria itu untuk mengetahui isi hatinya. "Kalian meragukan apa yang dikatakan oleh Qing Yuan, bahkan beberapa dari kalian seperti sedang sengaja menyudutkannya. Bukankah itu sama saja dengan tidak menghormatiku?" Semua orang terdiam dengan berbagai macam perasaan mereka masing-masing. Ada yang tidak senang atas pembelaan Yang Hua terhadap anak tirinya.'Ternyata
Semua orang tercengang. Wajah-wajah tua terlihat menegang. Namun, tentu saja Qing Yuan yang merasa lebih terkejut lagi.Mendengar kata 'hukuman mati', wajah Qing Yuan atau yang sengaja menggunakan nama Yang Yuan saat sedang beraksi bersama dengan kelompoknya, seketika memerah. Kesalahan yang tak ia lakukan, mengapa hukuman mati itu tertuju padanya? Bukankah ini sudah sangat keterlaluan?"Satu juta tahil emas? Bukankah ini hampir setara dengan setahun gaji seorang perdana menteri?" Yang Shui bertanya, seolah kepada dirinya sendiri. "Itu benar, Ah Shui. Bagi orang biasa, mungkin ini adalah sesuatu yang sangat menggiurkan!" Tetua Yang Lei berkata dengan sedikit antusias, seakan ini adalah suatu peluang besar untuk mengumpulkan kekayaan. 'Dengan imbalan yang luar biasa besar itu, siapa yang tidak merasa tertarik?' pikir Yang Shui disertai perasaan khawatir. Tentu saja, ia tak ingin Qing Yuan mengalami hal buruk yang seharusnya bukan menjadi tanggungannya. 'Ini harus segera diselidiki.
Yang Hua mengangkat tangan, melambaikannya sedikit untuk menarik perhatian semua orang. "Mari kita mulai hal yang ingin aku bahas bersama dengan Anda semua pada pertemuan kali ini. Aku yakin, kalian semua bertanya-tanya mengapa aku mengundang kalian secara mendadak."Para tetua saling melirik, rasa ingin tahu dan kekhawatiran terlihat jelas di wajah mereka. Semua orang memasang pendengaran mereka baik-baik, menunggu apa yang akan menjadi pokok pembahasan kali ini.Yang Chao, tetua yang duduk di ujung kiri, akhirnya membuka suara. "Pemimpin Tertinggi, apakah ini berkaitan dengan rumor tentang adanya sebuah kompetisi kekaisaran yang konon akan diadakan di Gunung Hijau?"Yang Hua mengangguk perlahan. "Benar. Kompetisi itu akan menjadi kesempatan emas bagi sekte kita untuk kembali menunjukkan kemampuan para generasi penerus yang kita miliki saat ini. Namun, tujuan kita lebih dari sekadar untuk kemenangan semata."Mendengar ini, para tetua menjadi bertanya-tanya kembali."Ternyata memang t
Tetua Yang Wuzhou seperti berpikir, dahinya menampilkan banyak kerutan."Aku hanya ... hanya sedang memikirkan sesuatu." Tetua Yang Wuzhou kemudian berjalan-jalan kecil sambil berkacak pinggang dan memutari Qing Yuan dengan dahi berkerut. Wajahnya bahkan terlihat sangat serius. "Kakekmu ini merasa khawatir kalau-kalau tidak ada gadis yang berani menjadi istrimu.""Maka itu bagus!" sergah Qing Yuan dengan sikap tak peduli, seolah masalah pernikahan bukan hal yang penting baginya."Kamu!" Tetua Yang Wuzhou terkejut, tanpa sadar menunjuk wajah Qing Yuan, lalu gumamnya, "Aiya, Bocah Nakal ini. Mengapa kamu seperti sedang mengutuk dirimu sendiri?" Yang Shui hanya mengulum senyum melihat sikap Qing Yuan yang terlihat kesal.Semua orang yang mendengarnya mengakui dalam hati akan perkataan Tetua Yang Wuzhou. Di tempatnya berdiri, Yang Hua menggelengkan kepala seraya mendesahkan napas."Pemimpin Tertinggi, kurasa memang tidak ada gadis yang layak untuknya selain daripada Rembulan Negeri Chu
Tetua Yang Wuzhou kembali menepuk bahu Yang Shui sembari menggeleng kepala, merasa takjub. Ia lalu beralih melihat ke arah Qing Yuan yang semenjak tadi hanya diam saja. Wajah tuanya terlihat sangat senang dan mulai ingin menggoda pemuda itu."Hei, Bocah Nakal. Lama tidak bertemu denganku, apakah kamu merindukan kakek baikmu ini?" Ekspresi wajah kakek tua berusia hampir tujuh puluh tahun ini terlihat nakal. Tangannya bahkan melayang cepat, mencubit kecil pipi Qing Yuan.Qing Yuan secara refleks bergerak menghindar hingga cubitan itu tak bertahan lama di kulit pipinya. "Kakek Gila, baru saja beres tapi sudah ingin membuat keributan denganku!""Siapa yang sedang ribut? Aku ini sedang melihat hasil pertumbuhanmu selama aku meninggalkan sekte ini selama lima tahun untuk menggembleng saudaramu itu. Aku tidak menyangka kalau kamu dan Ah Shui juga bisa tumbuh setinggi ini." Sambil berkata, Tetua Yang Wuzhou menaikan telapak tangannya ke ubun-ubun Qing Yuan dan menyamakan tinggi tubuhnya deng







