"Assalamu'alaikum... " ucapan kami serempak sambil melangkah masuk ke dalam rumah Ibu. "Wa'alaikumussalam.... " jawab Ibu juga Anisa dari dalam. Mereka menyambut ke depan dan kami saling bersalaman. Beberapa orang mengangkut barang dan memasukannya ke dalam rumah. "Barang-barang ini masukan ke gudang sebelah pojok sana ya Pak," ucap Anisa sambil menunjuk alat kerja mas Bagas.Bapak-bapak pengangkut barang nurut saja. "Silahkan menikmati es teh buatan sheff Mamah," ucap Adit pada semua orang di ruang tivi sambil membawa nampan berisi es teh yang aku buat. "Dan silahkan menikmati camilan keripik pisang buatan tetangga lamaku," ucapku mengikuti gaya Adit yang ditanggapi dengan tawa dari kami semua. Sebenernya perutku sudah keroncongan minta di isi tapi tak enak mau makan belum dipersilahkan, sampai akhirnya Adit buka suara. "Mah.. laper nih..," lirih Adit tapi masih cukup bisa didengar semua orang di ruangan ini sambil mengelus perutnya. "Goreng telur aja sana ada tuh di kulkas,"
"Sari ini kok gak kamu masukin ke mesin cuci sekalian," tanya Ibu sambil menunjuk tumpukan baju Nisa. "Kita inikan keluarga tinggal bersama ya apa-apanya sama-sama ya, saling membantu," lanjut Ibu sebelum aku sempat menjawab. "Tohkan pakai mesin cuci inih, tinggal masukin trus jemur gak repot," ucap Ibu sebelum akhirnya ke depan meninggalkanku. Ahirnya aku kerjakan juga semuanya, daripada banyak omong. Baru duduk minum air Ibu datang. "Sari.. sayurannya ibu taruh sini ya, nanti masak ikannya jangan pedes-pedes Rehan gak bisa makan pedes," kata Ibu sambil berlalu pergi."Baru juga mau istirahat," batinku. Karena aku sangat lapar, dari pagi belum makan apa-apa ku putuskan untuk masak mi instan. Sebenernya pagi tadi sudah masak nasi goreng tapi karena sibuk ngurusi Rafif, ahirnya belum sarapan nasi goreng sudah keburu habis. Ketika mi instan baru setengah ku makan Ibu masuk dapur. "Kok malah makan sendiri ini gimana, ini lho dimasak dulu udah siang ini, bisa-bisa gak keburu mate
Ketika terdengar adzan maghrib aku beranjak ke belakang hendak berwudhu, saat melewati gudang ada genangan air yang mengalir dari dalam.Karena penasaran aku membuka pintunya. "Astaghfirullah.... Mas... Mas Bagas... " teriaku dari depan pintu gudang. Mas Bagas dan yang lainnya berlari menghampiriku. "Ada apa Dek? " tanya mas Bagas sambil mendekat ke depan pintu gudang. "Ya Allah bagaimana ini, alat-alat kerjaku rusak semua keguyur hujan". Mas Bagas segera masuk ke dalam berusaha menyelamatkan barang-barangnya."Kalau alat-alatnya memang bagus pasti akan baik-baik aja Mas, tinggal besok dijemur dikeringkan," ucap Nisa tanpa beban. "Gak semudah itu Nisa,yang dari bahan besi memang tak masalah tapi cetakan-cetakan dari kayu dan kain bisa rusak," jawab mas Bagas lesu. “sholat dulu yuk Mas, keburu waktu magrib habis,nanti kita coba pilih barang-barang yang masih bisa digunakan,” ajakku dengan hati-hati. "Kok bisa bocor sampe sebesar itu ya Mas?" tanyaku setelah selasai sholat. "Mu
"Sari tolong ini setrikakan baju ini ya, mau dipakai arisan nanti siang jam tiga," kata Ibu sambil meletakan gamis di kursi dapur. "Iya Bu, nanti Sari selesaikan masak dulu," jawabku. Setelah selesai masak dan semua makanan siap di meja makan, aku ambil gamis yang Ibu kasih tadi untuk disetrika. Ketika ku bentangkan di meja setrika. "Kok ini seperti punya Nisa, mungkin mereka memang punya sama'an," pikirku. Setelah selesai setrika langsung ku menuju kamar Ibu mengantarkan bajunya. "Benar kan Bu Nisa bilang, bakal ada untungnya kalau mereka tinggal di sini,” ucap Nisa begitu semangat. “Kita cuma keluar modal buat makanan mereka dikit dan kita gak perlu lagi bayar pembantu buat urus rumah," lanjutnya. "Ya idemu memang cemerlang Nis," jawab Ibu. "Mas Bayu jadi bisa fokus ngurus toko di pusat kota,yang di sini ada mas Bagas yang bantuin kalo butuh tenaga buat angkat yang berat-berat," lanjut Nisa. "Tapi kasihan Bagas, Nis kalau terlalu berat gitu kerjanya," ucap Ibu. "
Kalau Bayu yang berlaku buruk pada mas Bagas mungkin wajar karena mereka hanya ipar. Tapi Anisa,bagaimana bisa tega dia berbuat seperti itu pada mas Bagas.Padahal selama aku kenal mas Bagas, mas Bagas adalah kakak yang baik dan selalu memberikan apapun permintaan Nisa. “Mana hpnya Dek?” ucap mas Bagas mengagetkanku. “Sejak kapan Mas di sini?” tanyaku kaget. “Kamu di minta ambilin HP malah matung di sini,” ucap mas Bagas sambil nyengir. “Iya maaf Mas,Adek anu.. “Aduh aku bingung harus jawab apa ya Allah. “Ya udah Adek samperin Rafif aja tuh, kayaknya udah bangun, manggil tadi,” ucap mas Bagas sambil masuk warung. “Iya Mas Adek masuk sekarang,” ucapku langsung buru-buru masuk rumah. "Sepertinya salah jika Aku berfikir tinggal di sini untuk berbakti pada suami dan orang tua, suamiku semakin susah jika kami terus di sini," batinku. Tapi bagaimana cara menyampaikan pada mas Bagas. Esok harinya. Hari ini Ibu mengeluh sakit kepala,aku ke kamarnya membawakan teh hangat dan bubur.
"Dek,, Ibu kan sedang sakit, jadi kita ngalah dulu ya, biarlah Ibu bicara apa, kita iyakan saja," ucap mas Bagas ketika kami sudah di kamar. Aku hanya menganggukan kepala, bingung mau jawab apa. Niat hati ingin mengajak mas Bagas pindah dari rumah Ibu, malah semakin susah karena Ibu sakit. "Adek sudah berusaha melakukan yang terbaik yang adek bisa Mas, tapi kenyataanya tidak semua orang bisa menerimanya dengan baik," kataku ragu.“Mas bisa lihat itu semua, karena itu mas sampaikan hal itu tadi,” ucap mas Bagas seraya menunjukan senyum terbaiknya. “ya udah mas kembali ke warung ya, banyak yang harus di bereskan di warung,” ucap mas Bagas sambil melangkah keluar kamar. "Mas,, kalau bantu-bantu di warung di kasih upah berapa?" tanyaku ragu. Mas Bagas menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap ku. Mas Bagas tampak berfikir."Mas cuma melakukan hal kecil Dek, cuma sebatas bantu yang mas bisa, belum bisa jadi karyawan beneran," jawab mas Bagas pun ragu. Melihat keraguan mas Bagas
"Ibu coba lihat dari kedua sisi, apa yang buat Nisa marah, siapa yang sebenarnya salah," ujar mas Bagas. "Ternyata benar kata Nisa ya,Sari memang membawa pengaruh buruk untuk kamu Gas," ucap Ibu. "Justru Bagas menjadi jauh lebih baik setelah bersama Sari Bu,” bela mas Bagas. “Bagas mulai mementingkan sholat, dulu Ibu bahkan gak pernah tegur Bagas untuk sholat," ucap mas Bagas terus membela diri. "Nah ini ni, sekarang kamu bukan cuma membangkang tapi juga menyalah-nyalahkan Ibu,kamu mau bilang Ibu itu orang tua yang buruk begitu," ucap Ibu emosi. "Apa saja yang Nisa bilang sama Ibu, sampai Ibu menajadi seperti Ini," tanya mas Bagas mulai tak sabar. "Mas gak usah nyalahin Nisa atas kesalahan istri Mas, Ibu cukup bisa melihat siapa yang salah siapa yang benar Mas," ucap Nisa tiba-tiba dari arah pintu. Mas Bagas yang sudah tidak sabar akhirnya keluar dari kamar Ibu tanpa berkata apa-apa lagi.“Lihat Bu, bahkan sekarang mas Bagas gak menghargai Ibu sama sekali, orang belum selesai b
Seperti biasa kegiatanku setiap pagi nyuci pakaian orang serumah, masak, bersih - bersih. Mas Bagas pun membuka warung dan menata barang-barang di rak dan etalase, tak sampai di situ menyapu lantai warung pun mas Bagas lakukan. "Dek sarapan dulu." Mas Bagas mendekat ke tempatku menjemur sambil membawa piring berisi nasi dan lauk. "Kenapa makan di sini Mas?" tanyaku sambil menggantung pakaian di jemuran. "Ayo makan dulu, dari kemarin makanmu gak teratur, jangan- jangan dari kemarin kamu gak pernah sarapan ya?" tanyanya sambil hendak menyuapiku. Aku membuka mulutku menerima suapannya seraya menggeleng dan tersenyum."Mas gak usah berlebihan,tiap hari adek makan kok," kataku sambil meraih piring dari tangan mas Bagas. "Mas udah makan?" tanyaku sambil membawa piring nasi ke tempat duduk. "Mas pengin makan sepiring berdua sama Adek," katanya sambil tersenyum dan mengikutiku duduk. "Gak ah, males nanti gak kenyang," ujarku sambil menggelengkan kepala. "Ooh gitu, ya udah mas ke dep