Suara dering ponsel milik Kinara menggema di sebuah kamar bernuansa biru dongker. Kinara berlari dari dapur secepat mungkin untuk menjangkau benda pipih yang diletakkannya tadi pagi di atas nakas. Napas Kinara memburu, raut mukanya begitu tampak cemas, dan benar saja panggilan itu atas nama Linda–salah satu ibu pengurus panti asuhan tempatnya di besarkan. Panggilan yang sejak tadi pagi ditunggu Kinara itu membuat jarinya bergetar hanya untuk memencet gambar telepon berwarna hijau pada ponselnya.
"Kinar, keadaan ibu Diana semakin memburuk. Dia butuh operasi segera."
"Lakukan tindakan operasi sekarang, Bu. Kinar akan carikan biayanya. Secepatnya Kinar kesana."
Kinara menutup telepon dengan air mata yang sejak tadi sudah terjatuh. Hatinya bergemuruh begitu hebat, dengan perlahan Kinara membuka ponselnya kembali dan mencari kontak atas nama Arjuna.
Kinara mengirimkan beberapa pesan pada Arjuna dan meminta laki-laki itu untuk bertemu. Tidak ada pilihan lain, yang bisa dilakukan Kinara hanyalah ini, satu-satunya cara agar operasi ibu Diana bisa dilakukan. Apapun akan Kinara lakukan untuk ibu Diana.
Ibu Diana dan ibu Linda adalah orang yang paling berjasa di hidup Kinara, karena mereka Kinara masih bisa menikmati hidup sampai sekarang. Kinara kecil ditemukan Diana di sebuah selokan sekitar bangunan panti.
Diana membawa bayi mungil itu dan merawatnya seperti putrinya sendiri. Hingga kini usia Kinara 20 tahun, Kinara memutuskan untuk kuliah di salah satu Universitas Jakarta. Kinara harus meninggalkan panti karena lokasi kampusnya yang cukup jauh.
Kinara tidak hanya kuliah, tapi juga bekerja paruh waktu sebagai office girl di perusahaan milik keluarga Arjuna--PT. Ardiguna Makmur Jaya. Pekerjaan apapun Kinara lakukan agar bisa mencukupi kebutuhannya selama kuliah, asalkan pekerjaan itu halal. Dia tidak malu harus berjualan saat kuliah dan bekerja di luar jam kuliahnya. Semua Kinara lakukan untuk kebutuhannya sendiri dan membantu adik-adiknya di panti.
Kinara berganti baju dan bergegas menuju kafe tempatnya janjian dengan Arjuna. Pikiran Kinara hanya tertuju pada ibu Diana, sebisa mungkin hari ini dia harus menyelesaikan pembayaran operasi dan bergegas menuju rumah sakit.
***
Kinara sudah sampai lebih dulu di kafe Barista—tempat janjiannya dengan Arjuna. Dia segera mencari tempat duduk dan memesan minuman. Kinara duduk lemas, tangannya bergetar dan tubuhnya terus saja bergerak. Kinara benar-benar gugup saat ini.
Beberapa menit kemudian, Kinara melihat Arjuna memasuki kafe bersama asisten pribadinya—Argan. Mata Kinara tertuju pada sosok bertubuh tinggi, berkulit putih, karismatik dan tampan, yang sedang berjalan menuju mejanya.
"Selamat siang, Pak," sapa Kinara.
"Siang," jawab Arjuna dan Argan.
"Bapak–"
"Panggil pakai 'kamu' saja," ucap Arjuna.
"Oh … baiklah. Kamu mau pesan apa, biar aku pesankan."
"Cokelat panas."
"Pak Argan?" tanya Kinara.
"Kopi."
Kinara mengangguk dan segera memesan kedua minuman itu. Kinara kembali ke mejanya setelah pesanan dibuat.
"Jadi?" tanya Arjuna.
"Aku setuju dengan tawaranmu kemarin."
Kinara meremas roknya agar dirinya tidak terlihat gugup di depan Arjuna. Rasanya sangat malu mengatakan ini, dia seperti menjual dirinya demi kepentingan uang. Mungkin saja, orang lain akan mengatakan hal yang sama.
"Baiklah, Argan akan mempersiapkan semuanya. Kita akan menandatangani perjanjian pernikahan kontrak ini."
Kinara menatap mata hazel milik Arjuna. Sungguh indah dan menawan. Laki-laki berumur 27 tahun itu menjadi seorang bos di usianya yang masih muda. Dia dipercaya papanya sendiri untuk memimpin anak perusahaan milik keluarga Atmaga—Keluarga kaya raya pemilik PT. Ardiguna Atmaga, Tbk.
"Berapa nominal uangnya, Kinar?" tanya Arjuna
"Du–dua ratus juta, Pak." Kinara gugup mengatakannya.
"Baiklah," jawab Arjuna.
Arjuna mengirimkan uang senilai 200 juta, setelah sebelumnya meminta nomor rekening pada Kinara. Seulas senyum tercetak di bibir Kinara. Meskipun dia belum tahu bagaimana nasibnya setelah ini, setidaknya dia sudah mendapatkan uang untuk operasi ibu Diana. Sekarang, dia harus berjuang mengikuti alur pernikahan kontrak yang dibuat oleh Arjuna.
"Aku juga akan menjadi donatur tetap di panti asuhan, jangan khawatir dengan biaya kebutuhan sehari-hari dan pendidikan adik-adikmu disana," ucap Arjuna.
"Terima kasih banyak, Pak."
Biarlah Kinara yang berjuang demi ibu Diana dan semua penghuni panti asuhan. Mereka harus mendapatkan kehidupan dan pendidikan yang layak.
"Bacalah, ini kontraknya." Arjuna memberikan satu lembar kertas pada Kinara.
"Baik," jawab Kinara.
"Boleh aku bertanya?" Kinara ingin tahu sedikit tentang calon suami kontraknya ini.
"Bertanyalah sambil membaca," jawab Arjuna.
"Kenapa harus menikah kontrak?" tanya Kinara.
"Desakan orang tua. Selain itu, aku tidak mau menikah dengan wanita pilihan kakakku."
"Kenapa tidak ditolak dan mengatakan sejujurnya?" tanya Kinara.
"Sebenarnya aku ingin merasakan malam pertama setelah menikah," jawab Arjuna dengan senyum menyeringai.
Kinara membeku di tempat duduk dan menghentikan aktivitas membacanya. Tangannya bergetar mendengar Arjuna mengatakan tentang malam pertama. Dia menelan ludah berkali-kali. Kinara melirik Arjuna yang menatapnya dengan sebuah seringaian.
"Dalam kontrak tertulis, pernikahan ini akan berlangsung selama satu tahun, selama menikah pihak pertama dan pihak kedua tidak akan melakukan hubungan suami istri dan tidak akan saling jatuh cinta. Dan demi menjaga nama baik keluarga, pihak kedua dilarang berhubungan dengan laki-laki manapun hingga kontrak selesai."
"Kamu mau mencoretnya?" tanya Arjuna.
Kinara menggeleng dan menunduk melanjutkan aktivitas membacanya. Dia tidak ingin Arjuna melihat wajahnya yang menahan malu. Sungguh, saat ini Kinara sangat malu pada dirinya sendiri dan laki-laki di depannya.
Kinara memantapkan hatinya dan tanda tangan diatas materai pada surat perjanjian itu. Mulai sekarang dia akan menjalani kehidupan barunya bersama Arjuna dalam ikatan pernikahan tanpa cinta.
Ingatan Kinara kembali pada kejadian kemarin saat bekerja di perusahaan Arjuna. Kinara sedang membuat kopi untuk karyawan, tiba-tiba ponselnya berbunyi dan membuat Kinara harus menghentikan pekerjaannya. Ia menerima telepon dari ibu Linda yang memberikan kabar buruk bahwa ibu Diana harus segera mendapatkan operasi bedah jantung. Sementara biaya yang harus disiapkan sangatlah besar.
Kinara bingung dari mana mendapatkan uang sebanyak 200 juta itu. Dia sempat berpikir untuk meminjam uang dari kantornya, namun pikiran itu dia urungkan karena belum lama bekerja di kantor Arjuna.
Kinara yang masih menerima telepon dari ibu Linda dikejutkan oleh kedatangan Arjuna. Kinara mendapat teguran keras dari bosnya itu. Dia pikir, Arjuna akan memecatnya saat itu juga. Ternyata tidak, justru Arjuna meminta Kinara ikut dengannya makan di sebuah kafe.
Arjuna menawarkan bantuan untuk mengcover seluruh biaya operasi ibu Diana dan juga membantu kebutuhan panti, asalkan Kinara bersedia menikah kontrak dengannya. Kinara terkejut dan takut, mengingat dia adalah karyawan baru dan belum tahu banyak tentang bosnya itu.
Arjuna memberikan kontaknya jika Kinara berubah pikiran. Sebenarnya, tawaran Arjuna sangat menguntungkan bagi Kinara, tapi dia begitu takut untuk mengambil keputusan secepat itu.
Kinara memberikan surat perjanjian itu pada Arjuna. Jantungnya berdetak dua kali lebih kencang, antara gugup dan khawatir.
"Mau ke rumah sakit?" tanya Arjuna.
"Iya, Pak. Aku harus bertemu ibu panti."
"Aku antar!"
"Apa?" Kinara mengerjapkan mata berkali-kali. Dia setengah tidak percaya dengan ucapan bosnya itu.
"Perlu aku ulangi? Dengar, aku akan membawamu ke rumahku untuk bertemu orang tuaku, maka dari itu, aku harus bertemu dengan keluargamu juga," jelas Arjuna.
"Ba—baiklah." Kinara menggigit bibir bawahnya. Dia belum memberitahu ibu Linda kalau mendapatkan uang sebanyak itu dari perjanjiannya dengan Arjuna. Kinara tidak tahu bagaimana reaksi ibu Linda jika tahu dia akan menikah kontrak dengan bosnya sendiri. Rasanya Kinara ingin berteriak sekencang-kencangnya untuk meluapkan perasaannya saat ini.
Kinara dan Arjuna sampai di rumah sakit untuk menjenguk Lisa. Keadaan Lisa membaik. Ibu dan Rama bisa bernapas lega karena setelah ini bisa dibawa pulang. Dua hari kemudian Lisa bisa di bawa pulang untuk mendapatkan perawatan di rumah. Setelah dari rumah sakit itu, Kinara memberitahu Arjuna tentang pesan yang menanyakan Kinara itu dan meminta Argan untuk menyelidikinya. Argan bertindak dengan cepat dan hari ini Kinara diajak oleh Arjuna menuju alamat seseorang yang mengirim pesan itu. Argan melacak alamat orang itu dan berhasil menemukannya. "Mas, benaran ini tidak apa-apa kita ke rumah orang itu? Beneran bukan orang jahat, 'kan?" tanya Kinara. "Bukan, Sayang. Argan sudah menyelidikinya, bukankah kamu ingin tahu siapa yang mengirim pesan itu? Kinara mengangguk. Dia sangat ingin tahu. Dia menatap suaminya yang sedang menyetir. Sepertinya, Arjuna sudah tahu dan belum memberitahukan pada Kinara. Setah menempuh perjalanan satu jam , akhirnya Kinara dan Arjuna sampai di sebuah rumah m
Tanpa aba-aba, Arjuna mendaratkan bibirnya di bibir Kinara dan melumatnya dengan rakus. Kinara harus menggunakan lipstik lagi setelah ciuman itu berakhir."Mas, udah! Kita harus berangkat ke kantor polisi," ucap Kinara sambil meremas kemeja Arjuna. Dia tidak peduli jika kemeja yang suaminya kenakan itu kusut kembali karena ulah tangannya.Bibir Arjuna masih bertahan di leher Kinara dan satu tangannya dia masukkan ke dalam blouse milik istrinya. Arjuna menaikkan penutup bukit kembar sang istri dan meremasnya pelan."Mas ... uhh," lenguh Kinara."Tambah gede banget, Sayang," ucap Arjuna sambil menggigit pelan daun telinga Kinara."Mas, Sudah dong, nanti kita terlambat, uhh ..."Arjuna seperti tidak mendengar perkataan dari Kinara. Bukannya berhenti, dia justru menarik blouse Kinara keatas hingga terekspos kedua bukit kembarnya yang menantang. "Mas, mau ap--uhh." Kinara mencengkeram rambut Arjuna karena kini bibirnya yang mulai aktif menyentuh dan memanjakan ujung kedua benda kenyal mi
Kinara hanya terkekeh melihat suaminya itu meninggalkan kamar. Menggemaskan! "Ah, capek sekali. Semoga kalian nggak apa-apa ya, Nak." Kinara mengusap perutnya sebentar, kemudian memposisikan tidurnya agar lebih nyaman."Juna dapat telurnya nggak ya? Rasanya nggak bisa tidur kalau nggak makan telur," gumam Kinara."Nggak apa-apa ya Nak, biarkan papa kalian berjuang dong. Pastinya papa akan melakukan apapun untuk kalian dan untuk mama." Kinara berusaha mengajak bicara anaknya yang masih berada di dalam perut.Kinara bosan menyalakan televisi sambil menunggu Arjuna pulang dan membawa telur. Kinara ingat dengan Lisa. Bagaimana keadaan kakak sepupunya itu? Dia harap Lisa baik-baik saja. Kinara mengambil ponselnya yang ada di atas nakas dan mengirim pesan pada ponsel Lisa. Ia mengatakan akan ke rumah sakit besok untuk menjenguknya setelah pulang dari kantor polisi.Setelah selesai menulis chat pada Lisa, Kinara mengambil remot televisi dan mengubah salurannya. Daripada dia bosan tidak mela
"Tapi, kenapa kamu menutupi tubuhmu dengan selimut? Dingin?" tanya Arjuna. "Nggak! Sebenarnya...."Kinara malu untuk bilang pada Arjuna. Hari ini dengan berani dia menggunakan Lingerie yang ada di dalam lemarinya. Dia tidak tahu kenapa berpikir untuk memakainya dan sekarang dia malu sendiri untuk mengatakan pada Arjuna.Duh, aku jadi malu. Aku harus bilang apa pada Juna, kenapa aku kepikiran memakainya sih? Batin Kinara."Itu ... Aku mau ke kamar mandi dulu," ucap Kinara dan berbalik. Kinara hendak berjalan namun tubuhnya dipegang oleh Arjuna. Kinara tidak bisa melangkah. Dia menunduk karena malu saat Arjuna membalikkan tubuhnya dan memegang dagu Kinara agar mendongak."Kenapa mendadak ingin ke kamar mandi, Hm?" tanya Arjuna dengan nada sensual membuat buku kuduk Kinara merinding."Itu ... Aku ... Mas!" teriak Kinara karena kini selimut yang menutup tubuhnya lolos dan melorot ke bawah.Kinara menunduk untuk melihat tubuhnya yang terbalut oleh Lingerie tipis berwarna merah. Dia malu
Kinara melihat ponselnya dan ada bunyi notifikasi chat dari seseorang yang membuat Kinara terkejut. "Jun...." "Ada apa?"Kinara memberikan ponselnya pada Arjuna. Ada chat dari nomor yang tidak di kenal. Isi chat itu menanyakan apakah benar ini adalah nomor Kinara. Ia tidak tahu chat dari siapa itu, dan apakah teror itu belum berakhir? Seharusnya sudah berakhir karena Arya dan Handika sudah tertangkap. Kinara terkejut, karena ia masih trauma dengan sms nomer asing. Arjuna melihat isi chat dari ponsel Kinara. Ia mencatat nomer itu di ponselnya dan memberikannya kembali pada Kinara. "Seharusnya teror itu sudah berakhir, Kinar. Tapi, aku harus memastikan lagi, aku akan minta Argan untuk menyelidikinya. Sekarang kita makan dulu," ucap Arjuna sambil memegang tangan istrinya itu. Arjuna tahu Kinara cemas dengan chat itu dan ia harus menenangkannya. Kinara sedang hamil anaknya dan Arjuna tidak ingin istrinya itu cemas, banyak pikiran dan berpengaruh pada bayi mereka. "Jangan dipikirkan,
Setelah mengunjungi Lisa dan memastikan keadaannya baik-baik saja. Safira dan Rama menyuruh Arjuna dan Kinara pulang ke rumah. Sebenarnya Rama juga meminta Safira pulang dan istirahat, namun Safira bersikukuh untuk menemani Lisa di rumah sakit. Dia harus memastikan Lisa segera sembuh dan merawat anak menantunya itu."Kalian pulanglah. Pastikan Kinar istirahat dengan baik, Jun. Kinar sedang hamil dan ibu nggak mau kesehatannya menurun.""Baik, Bu. Ibu yakin nggak pulang?" tanya Arjuna."Ibu akan menjaga Lisa, lagipula ibu nggak apa-apa. Satu lagi, Kinar masih syok dengan kenyataan ini. Kamu harus bisa menenangkan pikirannya, Jun," pinta ibu."Baik, Bu."Kinara keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju Arjuna. Safira mendekat dan memeluk Kinara dengan hangat."Istirahat ya, Kinar. Jangan banyak pikiran, yang terjadi sudah terjadi. Sudah menjadi jalan bagi Arya untuk mendekam di penjara," ucap Ibu."Iya, Bu. Kinar berusaha melupakan kejadian hari ini dan menata hati untuk ikhlas meneri