Kinara terus saja melirik ke arah Arjuna yang duduk di samping kursi kemudi. DIa akui bosnya itu memang tampan dan mempesona. Seandainya mereka menikah karena cinta pasti Kinara akan bahagia. Dia selalu bermimpi bisa membangun sebuah keluarga yang harmonis dan bahagia suatu hari nanti, tentu saja dengan seseorang yang mencintai dan dicintainya.
Kinara bahkan tidak percaya kalau nasib akan membawanya pada sebuah pernikahan kontrak. Pernikahan yang tidak di dasari dengan cinta tapi di dasari kepentingan masing-masing pihak.
"Kamu sedang memikirkan sesuatu?" tanya Arjuna tiba-tiba.
"Oh, itu … aku memikirkan ibu panti."
"Benarkah?"
"Menurutmu?" tanya Kinara
"Aku pikir kamu sedang memikirkanku," goda Arjuna.
Jawaban Arjuna sukses membuat pipi Kinara memerah. Dia segera memalingkan muka ke jendela untuk menghindari tatapan Arjuna.
"Kamu malu?" tanya Arjuna.
"Tidak. Kenapa aku harus malu?"
Arjuna tersenyum menyeringai, sementara Argan yang awalnya fokus menyetir tiba-tiba tertawa pelan. Meskipun pelan Arjuna dan Kinara bisa mendengarnya.
"Kamu menertawakanku?" tanya Arjuna.
"Ma–maaf, Pak. Anda lucu. Hahaha." Argan kembali tertawa dan jauh lebih kencang
Arjuna tampak kesal dan menatap malas pada asisten pribadinya itu. Arjuna dan Argan berteman sejak dulu, membuat hubungan keduanya seperti saudara. Saat Arjuna diminta untuk memimpin perusahaan, dia langsung merekrut Argan sebagai asisten pribadinya. Argan bersikap profesional saat di kantor dan bersikap layaknya sahabat dan saudara saat berada di luar kantor.
"Besok berikan kepadaku surat pengunduran dirimu, akan aku tanda tangani segera," ucap Arjuna.
"Anda tidak bisa memberikan perintah diluar jam kantor, Pak." Argan terkekeh.
"Terserah kamu, aku tidak peduli." Arjuna semakin kesal.
Kinara tersenyum mendengar percakapan Arjuna dan Argan. Tiba-tiba rasa canggung yang sejak tadi menghantuinya menghilang seketika. Meskipun begitu, pikirannya masih saja tertuju pada ibu Diana. Sejak tadi dia terus merapalkan doa agar operasinya berjalan lancar.
"Pak Arjuna, pak Argan?"
"Ya?" jawab Arjuna dan Argan bersamaan.
"Bisakah kalian ikut mendoakan Ibu panti?" pinta Kinara.
"Pasti, kami akan ikut mendoakan, Kinara," ucap Argan.
"Terima kasih, Pak."
Mobil melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah sakit. Perasaan Kinara menjadi tidak karuan, semakin dekat dengan rumah sakit semakin jantungnya berdetak lebih kencang. Beberapa kali dia menghubungi ibu Linda dan tidak mendapat jawaban.
Kinara bergegas menuju tempat operasi ibu Diana. Air mata sudah tidak bisa dibendungnya lagi. Perasaan takut dan sedih menderanya. Dia menemukan ibu Linda berada di ruang tunggu, segera Kinara menghampirinya dan memeluk wanita paruh baya itu. Air mata Kinara terus saja terjatuh tanpa terkendali.
"Ibu, gimana dengan operasi Ibu Diana?"
Ibu Linda menghapus air mata yang menetes di pipi Kinara. Wanita itu kembali memeluk Kinara dengan hangat. Begitu sayang Kinara dengan wanita ini, wanita yang membesarkan dan merawatnya sejak kecil bersama ibu Diana.
"Kita doakan semoga berjalan dengan lancar."
Kinara mengangguk dan terus merapalkan doa agar ibu Diana diberi keselamatan.
"Selamat malam."
Kinara dan ibu Linda menoleh. Kinara sampai melupakan dua laki-laki yang mengantarnya sampai ke rumah sakit. Kinara begitu khawatir dan langsung berlari setelah keluar dari mobil.
"Selamat malam," jawab ibu Linda.
"Kalian–"
"Teman Kinar, Bu," jawab Kinara.
"Saya Arjuna dan ini asisten pribadi saya, Argan." Arjuna memperkenalkan diri dan menjabat tangan ibu Linda.
"Linda. Saya ibu pantinya Kinar."
"Saya ikut sedih dengan keadaan ibu Diana," ucap Arjuna lembut.
"Terima kasih."
"Ibu, bolehkah kita bicara? Saya ingin mengatakan sesuatu kepada anda." Arjuna menatap serius pada ibu Linda.
Kinara sangat cemas, dia takut ibu Linda akan marah dengan keputusan yang dibuatnya. Beberapa kali Kinara menggigit bibir bawahnya dan menggeleng pada Arjuna saat mereka bertatapan. Namun, Arjuna tidak berniat membatalkan keinginannya untuk berbicara dengan ibu Linda.
"Baiklah." Ibu Linda mempersilahkan Arjuna untuk berbicara dengannya.
"Saya ingin melamar Kinara."
Ibu Linda menatap serius laki-laki tampan di depannya. Dia terkejut dan mencoba mencari keseriusan di wajah Arjuna. Rasanya seperti tidak mungkin Kinara bertemu dengan laki-laki tampan dan terlihat kaya, lalu mengajaknya menikah.
"Kalian berpacaran?"
"Tentu," jawab Arjuna.
Kinara bernapas lega, beberapa saat lalu rasanya sangat sulit untuk bernapas. Dia tidak tahu apakah ibu Linda akan percaya dan menyetujui permintaan Arjuna, rasanya Kinara ingin pingsan mendadak.
"Kamu mencintai, Kinar?"
"Tentu, Bu."
"Kamu mencintai Arjuna, Kinar?"
"Oh, iya, Bu. Kami saling mencintai." Kinara rasa aktingnya sangat menggelikan. Dia harap ibu Linda mempercayainya.
"Baiklah. Ibu setuju. Diana pasti juga setuju. Kamu boleh menikahi Kinar. Kapan rencanamu akan menikahi Kinar?" tanya ibu Linda.
"Dalam waktu dekat. Akan saya bicarakan lagi dengan keluarga saya."
Kinara melotot mendengar perkataan Arjuna. Bahkan dia tidak tahu pernikahan itu akan berlangsung dalam waktu dekat. Rasanya jantung Kinara ingin melompat dari tempatnya. Sungguh, Kinara ingin pingsan sekarang juga.
"Baiklah. Kami akan pulang dulu, Bu. Semoga semua berjalan lancar," ucap Arjuna.
"Kinar juga akan ikut pulang, Bu. Besok Kinar ada kuliah."
"Baiklah, terima kasih, nak Arjuna. Tapi, Bisakah ibu bicara dengan Kinar sebentar?"
Arjuna dan Argan mengangguk, berpamitan dan bersalaman dengan ibu Linda. Arjuna mengatakan pada Kinara akan menunggunya di dalam mobil.
Setelah melihat punggung Arjuna dan Argan menghilang dari penglihatannya, Kinara mendekati ibu Linda. Kinara melihat raut kecemasan di wajah wanita yang berdiri di depannya itu.
"Kamu yakin dengan ini semua, Kinar?" tanya ibu Linda.
"Kinar yakin, Bu." Kinara harus bisa meyakinkan ibu Linda kalau dirinya baik - baik saja.
"Bukan terpaksa?"
Kinara menggeleng. Dia takut menyakiti ibu Linda. Meskipun beliau bukan ibu kandung Kinara, tapi Kinara sudah menganggapnya lebih dari ibu kandung.
"Dia yang memberikan uang untuk biaya operasi Diana?"
Kinara mengangguk. Dia yakin ibu Linda sudah menduganya, karena tidak mungkin dirinya memperoleh uang sebanyak itu dalam waktu dekat.
"Arjuna baik, Bu. Dia akan membiayai semua perawatan ibu Diana sampai sembuh. Dia juga akan menjadi donatur tetap di panti asuhan kita. Ibu tidak perlu bingung dengan semua kebutuhan panti."
Kinara memeluk ibu Linda. Beberapa bulan ini kebutuhan panti melonjak, uang donatur tidak mencukupi kebutuhan. Sementara banyak bayi dan anak baru yang masuk ke dalam panti.
"Kamu bahagia?"
"Kenapa tidak? Kinar bahagia." Kinara berbohong. Dia sama sekali belum tahu bagaimana nasibnya kedepan. Apakah dia akan bertemu dengan keluarga yang baik atau sebaliknya? Dia juga belum mengetahui bagaimana sifat Arjuna yang sebenarnya.
"Yaudah. Kamu pulang, kasihan Arjuna dan temannya nungguin. Nanti ibu kabarin kalau operasinya sudah selesai." Ibu Linda mencium pipi Kinara.
Kinara berpamitan dan menuju parkiran untuk menemui Arjuna dan Argan.
"Aku harus berpikir positif. Semua akan baik-baik saja," ucap Kinara.
Sementara di parkiran rumah sakit, Arjuna dan Argan berdiri menyender pada mobil. Mereka sedang menunggu Kinara yang tidak kunjung keluar dari rumah sakit.
"Gimana menurut kamu tentang Kinara?" tanya Argan.
"Cukup cantik dan bagus," jawab Arjuna.
"Maksudnya bagus?"
"Tubuhnya," jawab Arjuna singkat.
"Otak mesummu, Jun. Jangan lupa, kalian nikah kontrak."
"Aku bercanda. Lagian aku gak mungkin jatuh cinta sama Kinara. Aku menikahinya agar Rama tidak memaksaku untuk menikahi Laura."
"Laura itu—“
"Dia cuma alat yang dipakai Rama."
"Apa bedanya dengan Kinara? Bagimu, dia cuma alat, bukan?" tanya Argan.
"Ya, kamu benar, Gan."
Kinara dan Arjuna sampai di rumah sakit untuk menjenguk Lisa. Keadaan Lisa membaik. Ibu dan Rama bisa bernapas lega karena setelah ini bisa dibawa pulang. Dua hari kemudian Lisa bisa di bawa pulang untuk mendapatkan perawatan di rumah. Setelah dari rumah sakit itu, Kinara memberitahu Arjuna tentang pesan yang menanyakan Kinara itu dan meminta Argan untuk menyelidikinya. Argan bertindak dengan cepat dan hari ini Kinara diajak oleh Arjuna menuju alamat seseorang yang mengirim pesan itu. Argan melacak alamat orang itu dan berhasil menemukannya. "Mas, benaran ini tidak apa-apa kita ke rumah orang itu? Beneran bukan orang jahat, 'kan?" tanya Kinara. "Bukan, Sayang. Argan sudah menyelidikinya, bukankah kamu ingin tahu siapa yang mengirim pesan itu? Kinara mengangguk. Dia sangat ingin tahu. Dia menatap suaminya yang sedang menyetir. Sepertinya, Arjuna sudah tahu dan belum memberitahukan pada Kinara. Setah menempuh perjalanan satu jam , akhirnya Kinara dan Arjuna sampai di sebuah rumah m
Tanpa aba-aba, Arjuna mendaratkan bibirnya di bibir Kinara dan melumatnya dengan rakus. Kinara harus menggunakan lipstik lagi setelah ciuman itu berakhir."Mas, udah! Kita harus berangkat ke kantor polisi," ucap Kinara sambil meremas kemeja Arjuna. Dia tidak peduli jika kemeja yang suaminya kenakan itu kusut kembali karena ulah tangannya.Bibir Arjuna masih bertahan di leher Kinara dan satu tangannya dia masukkan ke dalam blouse milik istrinya. Arjuna menaikkan penutup bukit kembar sang istri dan meremasnya pelan."Mas ... uhh," lenguh Kinara."Tambah gede banget, Sayang," ucap Arjuna sambil menggigit pelan daun telinga Kinara."Mas, Sudah dong, nanti kita terlambat, uhh ..."Arjuna seperti tidak mendengar perkataan dari Kinara. Bukannya berhenti, dia justru menarik blouse Kinara keatas hingga terekspos kedua bukit kembarnya yang menantang. "Mas, mau ap--uhh." Kinara mencengkeram rambut Arjuna karena kini bibirnya yang mulai aktif menyentuh dan memanjakan ujung kedua benda kenyal mi
Kinara hanya terkekeh melihat suaminya itu meninggalkan kamar. Menggemaskan! "Ah, capek sekali. Semoga kalian nggak apa-apa ya, Nak." Kinara mengusap perutnya sebentar, kemudian memposisikan tidurnya agar lebih nyaman."Juna dapat telurnya nggak ya? Rasanya nggak bisa tidur kalau nggak makan telur," gumam Kinara."Nggak apa-apa ya Nak, biarkan papa kalian berjuang dong. Pastinya papa akan melakukan apapun untuk kalian dan untuk mama." Kinara berusaha mengajak bicara anaknya yang masih berada di dalam perut.Kinara bosan menyalakan televisi sambil menunggu Arjuna pulang dan membawa telur. Kinara ingat dengan Lisa. Bagaimana keadaan kakak sepupunya itu? Dia harap Lisa baik-baik saja. Kinara mengambil ponselnya yang ada di atas nakas dan mengirim pesan pada ponsel Lisa. Ia mengatakan akan ke rumah sakit besok untuk menjenguknya setelah pulang dari kantor polisi.Setelah selesai menulis chat pada Lisa, Kinara mengambil remot televisi dan mengubah salurannya. Daripada dia bosan tidak mela
"Tapi, kenapa kamu menutupi tubuhmu dengan selimut? Dingin?" tanya Arjuna. "Nggak! Sebenarnya...."Kinara malu untuk bilang pada Arjuna. Hari ini dengan berani dia menggunakan Lingerie yang ada di dalam lemarinya. Dia tidak tahu kenapa berpikir untuk memakainya dan sekarang dia malu sendiri untuk mengatakan pada Arjuna.Duh, aku jadi malu. Aku harus bilang apa pada Juna, kenapa aku kepikiran memakainya sih? Batin Kinara."Itu ... Aku mau ke kamar mandi dulu," ucap Kinara dan berbalik. Kinara hendak berjalan namun tubuhnya dipegang oleh Arjuna. Kinara tidak bisa melangkah. Dia menunduk karena malu saat Arjuna membalikkan tubuhnya dan memegang dagu Kinara agar mendongak."Kenapa mendadak ingin ke kamar mandi, Hm?" tanya Arjuna dengan nada sensual membuat buku kuduk Kinara merinding."Itu ... Aku ... Mas!" teriak Kinara karena kini selimut yang menutup tubuhnya lolos dan melorot ke bawah.Kinara menunduk untuk melihat tubuhnya yang terbalut oleh Lingerie tipis berwarna merah. Dia malu
Kinara melihat ponselnya dan ada bunyi notifikasi chat dari seseorang yang membuat Kinara terkejut. "Jun...." "Ada apa?"Kinara memberikan ponselnya pada Arjuna. Ada chat dari nomor yang tidak di kenal. Isi chat itu menanyakan apakah benar ini adalah nomor Kinara. Ia tidak tahu chat dari siapa itu, dan apakah teror itu belum berakhir? Seharusnya sudah berakhir karena Arya dan Handika sudah tertangkap. Kinara terkejut, karena ia masih trauma dengan sms nomer asing. Arjuna melihat isi chat dari ponsel Kinara. Ia mencatat nomer itu di ponselnya dan memberikannya kembali pada Kinara. "Seharusnya teror itu sudah berakhir, Kinar. Tapi, aku harus memastikan lagi, aku akan minta Argan untuk menyelidikinya. Sekarang kita makan dulu," ucap Arjuna sambil memegang tangan istrinya itu. Arjuna tahu Kinara cemas dengan chat itu dan ia harus menenangkannya. Kinara sedang hamil anaknya dan Arjuna tidak ingin istrinya itu cemas, banyak pikiran dan berpengaruh pada bayi mereka. "Jangan dipikirkan,
Setelah mengunjungi Lisa dan memastikan keadaannya baik-baik saja. Safira dan Rama menyuruh Arjuna dan Kinara pulang ke rumah. Sebenarnya Rama juga meminta Safira pulang dan istirahat, namun Safira bersikukuh untuk menemani Lisa di rumah sakit. Dia harus memastikan Lisa segera sembuh dan merawat anak menantunya itu."Kalian pulanglah. Pastikan Kinar istirahat dengan baik, Jun. Kinar sedang hamil dan ibu nggak mau kesehatannya menurun.""Baik, Bu. Ibu yakin nggak pulang?" tanya Arjuna."Ibu akan menjaga Lisa, lagipula ibu nggak apa-apa. Satu lagi, Kinar masih syok dengan kenyataan ini. Kamu harus bisa menenangkan pikirannya, Jun," pinta ibu."Baik, Bu."Kinara keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju Arjuna. Safira mendekat dan memeluk Kinara dengan hangat."Istirahat ya, Kinar. Jangan banyak pikiran, yang terjadi sudah terjadi. Sudah menjadi jalan bagi Arya untuk mendekam di penjara," ucap Ibu."Iya, Bu. Kinar berusaha melupakan kejadian hari ini dan menata hati untuk ikhlas meneri