Share

02. Pelecehan

"A-apa? Jadi wanitamu?" Shofi terkejut matanya terbelalak.

"Atau pilih dipecat?" Yudha menekankan kata-katanya sekali lagi.

"Itu, tidak mungkin!"

"Apa yang tidak mungkin, hah?"

"Usiaku lebih tua darimu," jawab Shofi.

"Aku tidak perduli!"

"A-apa?" 

"Mau kamu lebih tua kek, bahkan nenek-nenek sekalian, aku tidak perduli!"

"Hah? A-apa?" Lagi-lagi Shofi terkesiap mendengar kata-kata Yudha.

Seketika dalam benak Shofi berpikir, lelucon apa ini? Kegilaan apa ini?

"Kamu sudah tidak waras! Jelas ini salah!"

"Apa yang salah? Suka sama perempuan yang lebih tua usianya sah-sah saja menuntutku." Yudha mempertahankan argumennya.

"Kamu benar-benar tidak waras!" Shofi terlihat semakin kesel.

"Iya dan aku tergila-gila kepadamu," ucap Yudha dengan senyum penuh arti di wajahnya.

Kata-kata yang  baru dilontarkan Yudha lebih mengejutkan Shofi. Batinnya berperang.

Menjadi wanitanya berarti pacaran dengan laki-laki yang lebih muda dariku? Apa kata dunia? pacaran sama brondong? Ya ampun ... Aku pasti akan jadi lelucon di abad ini! Tidak! Tidak! Ini tidak boleh terjadi.  

"Aku tidak punya waktu lama untuk mendengar jawabanmu. Sekali lagi kutanyakan padamu, siap apa tidak dengan syarat yang kuajukan?" 

Shofi semakin kesal dengan Yudha. Namun ia tidak berdaya, hari gini cari kerjaan sangatlah sulit. Sementara ia harus merawat neneknya yang sakit.

"Baiklah, aku siap dengan persyaratanmu," ujar Shofi, tangannya mengepal erat dengan tatapannya penuh benci melihat Yudha. 

"Bagus! Baiklah, aku ada urusan penting yang harus kulakukan. Sampai ketemu lagi, wanitaku.

Mendengar dirinya di panggil wanitaku oleh Yudha, rasanya ia ingin sekali mencabik-cabik laki-laki itu, akan tetapi apalah daya Shofi tetap tidak bisa berbuat banyak. 

"Masalah sudah selesai, Bu Hani. Biarkan wanitaku tetap bekerja di kantin ini!" titah Yudha. 

"Baiklah, Yud!"

"Okey, aku pergi dulu, wanitaku." Yudha mengedipkan sebelah matanya pada Shofi sambil berlalu. Begitu melihat Yudha pergi badannya seketika lemas bersamaan air matanya mengalir.

"Sudah, jangan bersedih," ujar, Bu Hani.

"Aku akan jadi bahan tertawaan selama di kampus ini, Bu!"

"Abaikan saja, shof. Kamu tidak akan bisa lari dari Yudha."

"Emang Dia siapa sih, Bu?" tanya Shofi penasaran dan sakit hati.

"Yudha adalah pahlawan di kampus ini, satu tahun yang lalu terdapat bom teror di sini. Dan Yudha dengan beraninya menghentikan bom itu. Mulai dari situ Dia jadi terkenal dan semua keputusan dia di kampus ini adalah mutlak."

"Oh, begitu ya, Bu. Pantesan, semua kata-katanya diikuti." Shofi manggut-manggut sedih.

"Itulah penghargaan yang diberikan untuk Dia. Yudha juga masih keponakan dari pemilik kampus ini." Bu Ha menjelaskan lagi.

Mendengar penjelasan Bu Hani, pupus sudah harapan Shofi untuk bisa keluar dari cengkraman Yudha.

***

Mendung tidak berarti hujan, itulah cuaca hari ini. Jam makan siang baru saja usai, kantin pun terlihat sepi.

"Hai, Sayang, apa kabar wanitaku?" Shofi menoleh dan menatap malas lelaki bersurai Hitam yang mendekatinya itu.

"Baik!"

"Wew ... Ketus amat!"

"Biarin!"

"Tapi, aku suka. Kamu tambah cantik saat jutek begitu." goda Yudha.

Rasanya ingin Shofi lempar kain lap meja  yang ia pengang dari tadi ke wajah Yudha. Tetapi ia juga takut kehilangan pekerjaan, Shofi lagi-lagi tidak berdaya.

"Berhenti mendekatiku!"

"Kalau aku tidak mau?"

"Aku tidak cocok untukmu!"

"Aku tidak merasa begitu." 

"Aku tidak suka padamu!"

"Aku sangat suka padamu!"

"Kamu sangat menyebalkan!" geram Shofi, ia merasa kesel pada Yudha hingga ke tulang sumsumnya.

"Dan kamu begitu menggodaku." 

Mendengar bujuk rayuan Yudha seketika kepala Shofi langsung nyut-nyutan.

"Kamu tidak kangen padaku, Sayang?"

"Tidak! Jangan panggil aku Sayang!"

"Wow ... kalau begitu kupanggil istriku saja."

"Apa?" Dasar tidak waras!" 

Kali ini sungguh Shofi lepas kendali kain lap meja reflek ia lempar ke wajah Yudha. Lelaki macho itu pun terkekeh melihat tingkah Shofi.

Seminggu sudah Yudha mendekati Shofi. Ia seperti mendapatkan mainan baru. Sehari tidak menggoda Shofi rasanya Yudha begitu rindu, hidupnya begitu sepi.

Waktu semakin sore, Shofi pulang berjalan kaki. Ia melewati gang yang sepi dan gelap karena hanya itu jalan pintas dan lebih dekat dengan rumahnya.

"Hai, cewek cantik!"

Shofi melihat dua orang berandalan sedang mabuk di gang itu. Ia pun mempercepat langkahnya.

"Temani kita dong." kata lelaki bertubuh kurus yang mulai menghadang jalan Shofi.

"Kamu harum sekali." Berandal satunya mencolek Shofi.

"Hei! Jangan pengang-pengang!

"Wow, garang juga dia," ujar brandal bertubuh kurus..

"Aku suka cewek yang ada perlawanan," ucap brandal bertubuh gemuk.

"Mau apa kalian? Lepaskan tanganku!"

"Mau bersenang-senang dong, cantik. Hahaha!"

"Lepaskan! Tolong lepaskan aku!" Shofi menangis ketakutan air mata dan keringat berkucur deras.

"Tolong ... toloong ... 

"Percuma kamu berteriak tidak ada yang mendengarkanmu," kata salah satu beradal. 

"Di sini sepi apalagi jam segini, hahaha!"

"Aku tidak sabar lagi ingin mencicipi tubuhnya yang harum ini!

"Mari kita puaskan hasrat kita, Bro!"

"Jangan ... jangan mendekat!"

Shofi meronta berusaha melepaskan dirinya dari cengkraman dua brandal itu. Namun, tentu saja tenanganya kalah. Baju Shofi pun sobek, kedua berandal mabuk itu semakin ganas setelah melihat dada Shofi yang montok tertutup bra-nya.

"Lepaskan aku ...!"

"Aku mohon ...!"

"Tidak ...!"

Bersambung

Bagaimana nasib Shofi selanjutnya? Nantikan bab berikutnya ya gaes😘

Hai, gaes jumpa lagi sama Cean terima kasih sudah baca tulisanku, untuk memasukkan buku ini ke library klik tanda + ya dan jangan lupa tinggalkan kesan ente semua😘

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Firda Inayah
Ditunggu next-nya 🌹
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status