"A-apa? Jadi wanitamu?" Shofi terkejut matanya terbelalak.
"Atau pilih dipecat?" Yudha menekankan kata-katanya sekali lagi.
"Itu, tidak mungkin!"
"Apa yang tidak mungkin, hah?"
"Usiaku lebih tua darimu," jawab Shofi.
"Aku tidak perduli!"
"A-apa?"
"Mau kamu lebih tua kek, bahkan nenek-nenek sekalian, aku tidak perduli!"
"Hah? A-apa?" Lagi-lagi Shofi terkesiap mendengar kata-kata Yudha.
Seketika dalam benak Shofi berpikir, lelucon apa ini? Kegilaan apa ini?
"Kamu sudah tidak waras! Jelas ini salah!"
"Apa yang salah? Suka sama perempuan yang lebih tua usianya sah-sah saja menuntutku." Yudha mempertahankan argumennya.
"Kamu benar-benar tidak waras!" Shofi terlihat semakin kesel.
"Iya dan aku tergila-gila kepadamu," ucap Yudha dengan senyum penuh arti di wajahnya.
Kata-kata yang baru dilontarkan Yudha lebih mengejutkan Shofi. Batinnya berperang.
Menjadi wanitanya berarti pacaran dengan laki-laki yang lebih muda dariku? Apa kata dunia? pacaran sama brondong? Ya ampun ... Aku pasti akan jadi lelucon di abad ini! Tidak! Tidak! Ini tidak boleh terjadi."Aku tidak punya waktu lama untuk mendengar jawabanmu. Sekali lagi kutanyakan padamu, siap apa tidak dengan syarat yang kuajukan?"
Shofi semakin kesal dengan Yudha. Namun ia tidak berdaya, hari gini cari kerjaan sangatlah sulit. Sementara ia harus merawat neneknya yang sakit.
"Baiklah, aku siap dengan persyaratanmu," ujar Shofi, tangannya mengepal erat dengan tatapannya penuh benci melihat Yudha.
"Bagus! Baiklah, aku ada urusan penting yang harus kulakukan. Sampai ketemu lagi, wanitaku.
Mendengar dirinya di panggil wanitaku oleh Yudha, rasanya ia ingin sekali mencabik-cabik laki-laki itu, akan tetapi apalah daya Shofi tetap tidak bisa berbuat banyak.
"Masalah sudah selesai, Bu Hani. Biarkan wanitaku tetap bekerja di kantin ini!" titah Yudha.
"Baiklah, Yud!"
"Okey, aku pergi dulu, wanitaku." Yudha mengedipkan sebelah matanya pada Shofi sambil berlalu. Begitu melihat Yudha pergi badannya seketika lemas bersamaan air matanya mengalir.
"Sudah, jangan bersedih," ujar, Bu Hani.
"Aku akan jadi bahan tertawaan selama di kampus ini, Bu!"
"Abaikan saja, shof. Kamu tidak akan bisa lari dari Yudha."
"Emang Dia siapa sih, Bu?" tanya Shofi penasaran dan sakit hati.
"Yudha adalah pahlawan di kampus ini, satu tahun yang lalu terdapat bom teror di sini. Dan Yudha dengan beraninya menghentikan bom itu. Mulai dari situ Dia jadi terkenal dan semua keputusan dia di kampus ini adalah mutlak."
"Oh, begitu ya, Bu. Pantesan, semua kata-katanya diikuti." Shofi manggut-manggut sedih.
"Itulah penghargaan yang diberikan untuk Dia. Yudha juga masih keponakan dari pemilik kampus ini." Bu Ha menjelaskan lagi.
Mendengar penjelasan Bu Hani, pupus sudah harapan Shofi untuk bisa keluar dari cengkraman Yudha.
***
Mendung tidak berarti hujan, itulah cuaca hari ini. Jam makan siang baru saja usai, kantin pun terlihat sepi.
"Hai, Sayang, apa kabar wanitaku?" Shofi menoleh dan menatap malas lelaki bersurai Hitam yang mendekatinya itu.
"Baik!"
"Wew ... Ketus amat!"
"Biarin!"
"Tapi, aku suka. Kamu tambah cantik saat jutek begitu." goda Yudha.
Rasanya ingin Shofi lempar kain lap meja yang ia pengang dari tadi ke wajah Yudha. Tetapi ia juga takut kehilangan pekerjaan, Shofi lagi-lagi tidak berdaya.
"Berhenti mendekatiku!"
"Kalau aku tidak mau?"
"Aku tidak cocok untukmu!"
"Aku tidak merasa begitu."
"Aku tidak suka padamu!"
"Aku sangat suka padamu!"
"Kamu sangat menyebalkan!" geram Shofi, ia merasa kesel pada Yudha hingga ke tulang sumsumnya.
"Dan kamu begitu menggodaku."
Mendengar bujuk rayuan Yudha seketika kepala Shofi langsung nyut-nyutan.
"Kamu tidak kangen padaku, Sayang?"
"Tidak! Jangan panggil aku Sayang!"
"Wow ... kalau begitu kupanggil istriku saja."
"Apa?" Dasar tidak waras!"
Kali ini sungguh Shofi lepas kendali kain lap meja reflek ia lempar ke wajah Yudha. Lelaki macho itu pun terkekeh melihat tingkah Shofi.Seminggu sudah Yudha mendekati Shofi. Ia seperti mendapatkan mainan baru. Sehari tidak menggoda Shofi rasanya Yudha begitu rindu, hidupnya begitu sepi.
Waktu semakin sore, Shofi pulang berjalan kaki. Ia melewati gang yang sepi dan gelap karena hanya itu jalan pintas dan lebih dekat dengan rumahnya.
"Hai, cewek cantik!"
Shofi melihat dua orang berandalan sedang mabuk di gang itu. Ia pun mempercepat langkahnya.
"Temani kita dong." kata lelaki bertubuh kurus yang mulai menghadang jalan Shofi.
"Kamu harum sekali." Berandal satunya mencolek Shofi.
"Hei! Jangan pengang-pengang!
"Wow, garang juga dia," ujar brandal bertubuh kurus..
"Aku suka cewek yang ada perlawanan," ucap brandal bertubuh gemuk.
"Mau apa kalian? Lepaskan tanganku!"
"Mau bersenang-senang dong, cantik. Hahaha!"
"Lepaskan! Tolong lepaskan aku!" Shofi menangis ketakutan air mata dan keringat berkucur deras.
"Tolong ... toloong ...
"Percuma kamu berteriak tidak ada yang mendengarkanmu," kata salah satu beradal.
"Di sini sepi apalagi jam segini, hahaha!"
"Aku tidak sabar lagi ingin mencicipi tubuhnya yang harum ini!
"Mari kita puaskan hasrat kita, Bro!"
"Jangan ... jangan mendekat!"
Shofi meronta berusaha melepaskan dirinya dari cengkraman dua brandal itu. Namun, tentu saja tenanganya kalah. Baju Shofi pun sobek, kedua berandal mabuk itu semakin ganas setelah melihat dada Shofi yang montok tertutup bra-nya.
"Lepaskan aku ...!"
"Aku mohon ...!"
"Tidak ...!"
Bersambung
Bagaimana nasib Shofi selanjutnya? Nantikan bab berikutnya ya gaes😘
Hai, gaes jumpa lagi sama Cean terima kasih sudah baca tulisanku, untuk memasukkan buku ini ke library klik tanda + ya dan jangan lupa tinggalkan kesan ente semua😘
"Lepaskan aku! Tolooong ...!" Shofi menjerit, meronta-ronta meminta belas kasihan pada kedua berandalan yang telah dikuasai nafsu itu."Emmmhhh! Emmmhhh!" Mulut Shofi pun dibekap oleh tangan berandal bertubuh kurus, tangan satunya lagi memegang tangan Shofi. Shofi terus meronta, matanya terbelalak saat tangan berandal bertubuh gemuk mulai merobek paksa bajunya lalu di buang ke lantai. Shofi semakin takut air matanya tiada henti mengalir.Saat berandal bertubuh gemuk akan melepaskan celana panjang yang dipakai shofi tiba-tiba muncul seorang laki-laki mengenakan jaket kulit dengan gerakan lincah dan cepat menarik tangan berandalan bertubuh gemuk. Lalu bogem mentah pun mendarat di pipinya."Kalian cari mati, hah? Beraninya menyentuh wanitaku? Tinju dari Yudha mendarat di perut berandal bertubuh kurus. Yudha menghajar kedua berandalan itu dan dalam waktu singkat kedua pemabuk itu pun terkapar."jangan ... a
Rio terkejut mendengar kata-kata yang barusan di ucapkan oleh Yudha. Sekian lama berteman, ia tahu Yudha bukanlah tipe laki-laki yang pandai merangkai kata apalagi kata-kata gombal. Yudha adalah laki-laki yang menjadi idola bagi setiap perempuan yang melihatnya. Alis tebal di atas manik mata berwarna coklat kekuningan, hidung mancung dan rahang yang tegas. Di tunjang dengan tinggi badan 187 cm selalu membuat para perempuan berakhir dengan pertikaian untuk memperebutkan seorang, Yudha."Eh, Bro, sejak kapan lu pandai gombal begitu?" tanya Rio terheran-heran.Melihat ekspresi Rio yang kebingungan seperti anak ayam kehilangan induknya, Yudha pun tertawa."Yudha, gitu loh," ucapnya bangga.Ternyata benar kata orang, cinta itu bisa mengubah orang lain. Buktinya, Yudha yang cool jadi bisa gom
Sesaat, Yudha melirik Shofi yang duduk bersebelahan dengannya. Shofi berpenampilan tidak seperti biasanya, kali ini ia mengenakan pakaian casual. Baju kaos berkerah Sabrina warna Dusty Pink di padukan dengan celana jeans yang diberi aksen robek dikit di bagian paha. Rambut panjang sepunggungnya diikat kuncir kuda dan ia juga mengenakan sneaker kesayangannya. Serta tidak ketinggalan tas selempang kecil.Suasana dalam mobil masih tetap hening. Shofi menoleh keluar jendela dengan perasaan bercampur aduk."Shofi!""Iya, apa!""Ternyata kamu begitu cantik!" Yudha tidak tahan untuk tidak memuji perempuan yang duduk di sampingnya."Dasar tukang gombal!"Yudha terkekeh, ia suka melihat wajah Shofi yang bersemu merah. Perempuan yang mengaku usianya lebih tua dari Yudha itu sama sekali tidak terlihat tua. Ia memiliki wajah Baby Face, kulitnya juga masih terlihat kencang dan segar. Dengan kostum casual seperti itu shofi malah terlihat seperti perempuan
Dalam ruangan berukuran empat kali empat persegi panjang, Shofi tentu saja bisa mendengar suara kasak kusuk yang terjadi di mushola bagian depan shaf laki-laki.Dengan sedikit menyibak kain berwarna hijau sebagai pembatas antara shaf laki-laki dan perempuan, ia melihat Yudha yang berkeringat dingin mengucur deras karena terkejut ditunjuk jadi imam salat magrib. Shofi menyeringai mengejek Yudha dalam hati ia membatin.'Rasain kamu, Yudha. Pasti kamu gak bisa mimpin sholat kan? Kita lihat saja, pasti kamu akan cari alasan untuk kabur.' Shofi tertawa bersama pikiran jeleknya, ia tidak sabar menunggu untuk mengejek Yudha nanti.Suara iqomat pun diserukan oleh seseorang jamaah laki-laki, tandanya makmum segera bersiap di shaf masing-masing salat magrib tiga rakaat akan segera di mulai."Bismillahirrahmanirrahim ....""Alhamdulillahirobbil 'alamin ...."Suara itu ... begitu merdu dan bersih, lagunya pun enak didengar. Siapa dia? Hati Shofi bergetar kencang
BrukkkSeketika Juven terjatuh, tinju dari Yudha sungguh keras."Bersikaplah sopan pada wanita, Bung!""Kurang ajar! Siapa kamu, hah? Berani ikut campur urusanku?" Juven mendengus kasar."Aku adalah calon suaminya! Kuingatkan sekali lagi, jangan berurusan dengan Shofi kalau tidak mau sengsara!" ancam Yudha. Shofi dan Ella terbelalak mendengar kata-kata Yudha."Beraninya kamu!""Kak, sudah Kak, ayo kita pergi!" Ella membawa Juven pergi dari area parkir masuk ke salah satu gazebo, sebelum melangkah ia masih menatap Yudha untuk sesaat. Dia masih memuja dan mengharapkan lelaki macho itu."Kamu, gak apa-apakan?""Tidak apa-apa, aku baik-baik saja"Yudha menarik tangan Shofi berjalan ke mobilnya. Yudha mulai membawa mobil dengan kecepatan sedang, suasana hening Yudha maupun Shofi tenggelam dalam pikiran masing-masing.Tidak lama kemudian mobil Yudha sampai di depan rumah kontrakan Shofi. Yudha turun dari mobil lalu
"Hallo, Cantik ...." Yudha menyapa perempuan di seberang telepon."Bagaimana keadaanmu di sana?" suara merdunya terdengar syahdu."Alhamdulillah ... tentu sangat baik, jangan kawatir, Sayang," ujar Yudha riang."Wah, sepertinya ada yang sedang berbunga-bunga hatinya, hem?""Ohh, biasa saja, kok.""Sungguh? Kalau begitu, aku akan segera pulang.""Serius, nih? Atau hanya PHP doang seperi tahun-tahun sebelumnya?" Ada nada kecewa dalam ucapan Yudha."InsyaAllah, lusa ... Cinta, akan pulang. Tentu, aku ingin sekali mendengar keseruan kisahmu bersama si Dia.""Wowowww.""Cepet banget nih isu tersebar sampai ke London, hem?" tanya Yudha dengan senyum sinisnya."Tentu, dong. Cinta ... gituloh."Yudha dan perempuan yang di panggil namanya Cinta itu tertawa bareng, tidak lama kemudia telpon diakhiri.Tidak buang waktu Yudha segera menelpon Rio, sahabatnya."Rio, kamu di mana? Segera jemput a
Yudha segera melepaskan tangan Shofi, lalu ia mengambil gawainya yang terletak di atas meja kantin dan menekan tombol berwarna Hijau."Assalamualaikum.""Waalaikum salam." Suara merdu terdengar dari seberang telepon."Ada berita apa pagi ini sudah menelpon diriku yang ganteng ini, Cintaku?" tanya Yudha, matanya sambil menatap wajah Shofi yang seketika berubah menjadi sendu."Besok jemput aku ya, Sayangku.""Sungguh! Cinta, akan pulang besok? Tidak sedang memberikan harapan palsukan?" Wajah Yudha tampak riang gembira, matanya berbinar. Senyum manis terukir jelas di sudut bibirnya, sementara Shofi telah kembali ke kasir."Iya, kali ini aku tidak akan mengecewakanmu lagi," ucap Cinta."Sampai ketemu besok, Cintaku." Sambungan telepon seluler dimatikan Yudha, lalu ia menenguk minumam yang telah dipesannya tadi hingga habis. Yudha bergegas meninggalkan kantin, hatinya diselimuti perasaan bahagia. Ryo pun menyusul Yudha setelah membayar semu
"Hei .... Tunggu!" Seorang pemuda berkaca mata tebal tampak berhenti di trotoar, napasnya begitu memburu. Ia terlihat ngos-ngosan kedua tangannya memegang lututnya lalu ia berdiri tegak sesaat kemudian kembali memengang lututnya."Dodi! Kamu gak apa-apakan?" Tiba-tiba, suara Yudha mengejutkan Dodi hampir membuat ia terjatuh. Dodi adalah si kutu buku, teman satu kelas Yudha."Sho ... Sho ...." Dodi terbata-bata, sambil menunjuk kearah jalan napasnya belum setabil dan dia punya riwayat penyakit asmah."Iya, Do, tenang dulu baru ngomong. Tarik napas hembuskan perlahan, Yudha mencoba mengajari Dodi sementara Ryo berada di kantin."Yuud, sho ... fi, di ... cu ... lik!""A-apa?""Siapa yang menculiknya? Pakai mobil apa? Ke arah mana mereka pergi?"Yudha mulai panik, melihat Dodi belum memberikan jawaban segera Yudha memekik Ryo."Ryo!" Suara Yudha bergema begitu kencang tak kalah dengan suara Guntur.Ryo Mendengar Yudha memekik nama