Share

03. Pantun Cinta

"Lepaskan aku! Tolooong ...!" Shofi menjerit, meronta-ronta meminta belas kasihan pada kedua berandalan yang telah dikuasai nafsu itu. 

"Emmmhhh! Emmmhhh!" Mulut Shofi pun dibekap oleh tangan berandal bertubuh kurus, tangan satunya lagi memegang tangan Shofi. Shofi terus meronta, matanya terbelalak saat tangan berandal bertubuh gemuk mulai merobek paksa bajunya lalu di buang ke lantai. Shofi semakin takut air matanya tiada henti mengalir. 

Saat berandal bertubuh gemuk akan melepaskan celana panjang yang dipakai shofi tiba-tiba muncul seorang laki-laki mengenakan jaket kulit dengan gerakan lincah dan cepat menarik tangan berandalan bertubuh gemuk. Lalu bogem mentah pun mendarat di pipinya. 

"Kalian cari mati, hah? Beraninya menyentuh wanitaku? Tinju dari Yudha mendarat di perut berandal bertubuh kurus. Yudha menghajar kedua berandalan itu dan dalam waktu singkat kedua pemabuk itu pun terkapar. 

"jangan ... ampun!" Shofi gemetar ketakutan. Ia masih meringkuk memeluk kedua lututnya. mendengar langkah kaki yang semakin dekat ke arahnya.

"Ini aku, Yudha!"

"Tidak ...!"

"Jangan mendekat ...!" histeris Shofi 

"Hei, Shofi ... Shofi, sadarlah!" Yudha mengguncang bahu wanitanya.

"Yudha ...?" Shofi kembali menangis.

Yudha melihat baju Shofi telah robek lalu melepaskan jaketnya dan memakaikannya pada Shofi.

"Yuk, kita pulang!" 

Tanpa menunggu jawaban dari Shofi Yudha langsung menggendong wanitanya yang tampak tidak berdaya itu pulang ke rumahnya yang tidak jauh dari situ.

***

Senja telah tenggelam di gantikan oleh sinar rembulan yang penuh dengan kelembutan. Yudha menatap Shofi yang pingsan, ia tidak ingin meninggalkan Shofi sendirian di rumah. Sementara Nek Anum sedang membeli keperluan dapur.

Yudha merasakan hatinya pilu saat melihat kedua pergelangan tangan Shofi memar, pasti dia melawan denga seluruh tenaganya.

"Rio, sudah kamu amankan kedua brandalan itu?" tanya Yudha pada tamannya itu melalui gawainya.

"Sudah beres, Bos!" 

"Bagus! Sampah masyarakat kayak gitu harus dibikin jera!"

"Siap, Bos!" 

"Ti-tidaak!" Ja-jangaan!"

"Shofi! Shofi! Sadar, Shofi!"

"Jangan sentuh aku ...!" 

"Jangan ... jangan...!" Shofi tersentak bangun dari pingsannya.

"Syukurlah, kamu sudah sadar," ujar Yudha yang duduk di samping kasur Shofi tampak kawatir.

"Pergi! Pergi! Menjauh dariku!" Shofi menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Badannya gemetar, ia menangis tersedu-sedu mengingat kejadian sore tadi.

Yudha semakin bingung, tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Tak lama berselang, Nenek Anum pulang.

"Nenek, tolonglah Shofi, Nek!" Yudha tampak cemas.

"Shofi." Nek Anum menemui cucunya.

"Nenek! Aku takut! Aku takut!" Shofi memeluk Nenek Anum, Air matanya menganak sungai.

"Sudah! Sekarang sudah aman. Dua berandalan itu sudah ditangkap polisi. Sekarang makan dulu, lalu istirahat.

"Iya, Nek," lirih Shofi.

Nenek Anum meninggalkan Shofi di kamarnya dan menemui Yudha yang telah duduk di ruang keluarga.

"Bagaimana keadaan Shofi sekarang, Nek?"

"Sudah mulai tenang, dia shock dengan kejadian sore tadi."

"Iya, Nek, baiklah kalau begitu saya izin pamit dulu, Nek!" 

Yudha mencium tangan tua itu dengan takzim, lalu meninggalkan rumah kontrakan Shofi.

Yudha paham kalau Shofi sedang trauma, ia hanya bisa berdoa semoga wanitanya itu segera kuat kembali.

***

Waktu berlalu begitu cepat tidak terasa sudah dua bulan dari kejadian yang menimpa Shofi dan ia pun mulai beraktivitas kembali, tetapi tidak bisa seperti sedia kala. Karena rasa takut dan was-was masih menghantuinya.

Pagi itu suasana kantin tampak sepi, hanya ada beberapa mahasiswi. Shofi yang mulai bekerja sedang menyapu.

"Pagi, Mbak," sapa seorang kurir.

"Pagi, Mas, ada perlu apa?" tanya Shofi.

"Ini ada paket untuk, Mbak Shofi. Tolong terima paketnya.

Alis perempuan bermata bening itu berkerut.

Shofi menerima paket bunga mawar merah segar yang tertuju untuknya.

"Wow, cantiknya, siapa yang ngirim, shof?" tanya, Bu Hani yang baru saja tiba.

"Siapa lagi kalau bukan si Yudha," sahut Shofi malas.

"So sweet," timpal, Bu Hani, yang dibalas dengan lirikan maut dari Shofi kepadanya tanda ia sangat kesel. Wanita paruh baya itu pun terkekeh.

Lima menit kemudian ....

"Apakah dengan Mbak Shofi?"

"Iya, saya sendiri. Ada apa ya Pak?"

"Ini, Mbak, ada pesanan sop ayam kampung untuk, mbak Shofi." Setelah menyerahkannya kepada Shofi, sang kurir pun pergi.

10 menit kumudian ....

Seorang kurir lain mengantar mawar warna Pink.

Delapan menit kemudian ....

Kurir berjaket hijau pula mengantar kue lapis legit ....

Selang 13 menit ....

Seorang kurir mengantarkan paket dari butik terkenal, terlihat dari merek yang tertera di kantongnya.

Shofi mulai kesel dengan perlakuan Yudha kepadanya yang memicu gosip di kampus. Tak berselang lama Yudha muncul bersama Rio, lalu ia membacakan sebuah pantun cinta untuk Shofi.

"Pohon jambu pohon manggis. Hanya satu pohon bidara. Walaupun di sana banyak gadis. Tetapi hanya Shofi yang kucinta."

Seketika wajah shofi bersemu merah antara geli juga kesel dengan bicinnya lelaki beralis tebal itu.

"Wow, so sweet!" 

"Beruntungnya, Dia, ya!"

"Oh, yudha, manis banget."

Beberapa mahasiswi yang ada di kantin lebih awal mulai kasak kusuk, ada yang terdengar sampai ke telinga Shofi ada yang hanya berbisik-bisik.

Tanpa Shofi dan Yudha sadari ada sepasang mata di sudut kantin yang sejak tadi memperhatikan adegan manis mereka penuh dengan dendam dan kebencian.

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status