Share

Bab 04

Penulis: Syahfa Thea
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-05 12:34:45

"Aaakkkh!"

Aku berteriak sekuat tenaga saat melihat seekor kecoak tiba-tiba hinggap di kakiku. Seketika tubuhku merinding, gemetar hebat. Seolah situasi belum cukup buruk, lampu rumah juga mendadak padam, menambah ketakutanku.

Aku membeku di tempat, tubuh menggigil bukan hanya karena ketakutan tetapi juga kedinginan. Handuk dan baju yang tadi kubawa tercecer di lantai. Aku benar-benar panik.

Tiga hal yang paling kutakuti: kecoak, kegelapan, dan suara petir.

"Mbak! Mbak nggak apa-apa?" suara seorang laki-laki terdengar dari luar. Itu suara abang ojol yang tadi mengantarku pulang. Kudengar langkahnya mendekat ke arah pintu.

"Aakkh! To_tolong!" Suaraku bergetar, tertahan oleh rasa takut yang melumpuhkan.

"Mbak, saya boleh masuk?" tanyanya lagi, kali ini terdengar lebih cemas.

Aku tidak menjawab. Aku bahkan tidak bisa berpikir jernih. Aku hanya bisa menangis dan meracau.

"Aayah… Iibu… tolong Jingga… Jingga takut…"

Hingga tiba-tiba, sebuah tangan menyentuh bahuku dalam gelap.

"Mbak… ternyata Mbak di sini. Syukurlah saya temukan. Mbak nggak apa-apa?" suara lembutnya terdengar jelas di telingaku.

Tubuhku masih bergetar hebat. Aku bahkan tidak bisa membedakan apakah ini nyata atau aku hanya berhalusinasi karena ketakutan.

"Tidak usah takut, Mbak. Ada saya di sini," katanya pelan, suaranya terdengar tulus berusaha menenangkan.

Dalam kegelapan, aku yakin kami saling berhadapan. Aku bisa merasakan kedua tangannya masih di bahuku.

Lalu…

JDER!

Suara petir menggelegar, membuat ruangan seolah tersambar cahaya putih sesaat sebelum kembali gelap.

Tanpa pikir panjang, aku langsung menghambur ke arahnya. Tanganku mencengkeram bajunya, lalu tanpa sadar memeluknya erat.

"Ayah! Ibu! Jingga takut!" Aku menangis tersedu, tubuhku semakin bergetar hebat.

"Ma_maaf, aku pinjam tubuh kamu sebentar," suaraku parau, nyaris tak terdengar. "Aku takut kegelapan dan suara petir…"

"A_apaan ini, Mbak?" desisnya, terdengar gugup.

Aku bisa merasakan ototnya menegang di bawah tanganku. Mungkin dia kaget karena pelukanku yang tiba-tiba. Tapi aku tidak peduli. Aku hanya ingin merasa aman.

"Ta_tapi Mbak… i-ini tidak benar…" Dia terdengar semakin canggung.

Namun aku semakin mempererat pelukanku, bersembunyi di dadanya. Napasku memburu, jantungku berdetak tidak karuan. Begitu pula dengannya. Aku bisa merasakan detak jantungnya yang tak beraturan.

Kami terdiam dalam keheningan, hanya suara hujan deras yang terdengar dari luar.

Hingga…

JDER!

Suara petir kembali menggema, lebih keras dari sebelumnya.

"Aaakkkhhh! Aku takut!" Aku kembali menangis, mencengkeram punggungnya lebih erat.

Tiba-tiba, tangannya yang semula menggantung di sisi tubuhnya bergerak. Lalu perlahan, dia melingkarkan lengannya di tubuhku.

"Maaf, Mbak… saya cuma mau menenangkan," bisiknya.

Aku mengangguk kecil di pelukannya.

Entah berapa lama kami berpelukan dalam kegelapan. Tanpa kata. Tanpa gerakan. Hanya berusaha mencari ketenangan di tengah ketakutan.

Sampai…

Lampu tiba-tiba menyala.

Bersamaan dengan itu, suara menggelegar terdengar dari arah pintu masuk.

"SEDANG APA KALIAN BERDUA?!"

Aku tersentak. Cepat-cepat aku melepaskan pelukanku dan berbalik. Di sana, berdiri seorang laki-laki dengan mata merah menyala karena amarah.

Di belakangnya, ada dua laki-laki lain serta tiga perempuan yang sangat kukenal. Ibu tiri dan kedua adik tiriku.

Mereka semua menatapku dengan tatapan penuh tuduhan.

"Jawab, Jingga! Apa yang kalian lakukan?!" bentak laki-laki itu.

"Iya, Jingga! Apa yang kau lakukan saat ibu dan adik-adikmu pergi? Memanfaatkan kesempatan dengan PACARMU?!" tambah ibu tiriku dengan nada menyindir.

Hah?! Pacar?

Aku terperangah. Sejak kapan abang ojol ini jadi pacarku? Aku ingin membantah, tapi—

"Ada apa ini? Kenapa ribut malam-malam?" Suara berat seorang laki-laki terdengar. Pak Ustad.

"Pak Ustad, kami memergoki mereka berdua berbuat mesum di rumah ini!" laki-laki tadi langsung melapor dengan nada penuh emosi.

Darahku berdesir. Apa?!

Kelakuan mereka sudah mencemarkan kampung. Kita arak saja keliling kampung biar jadi pelajaran!" laki-laki itu semakin berapi-api.

"TIDAK USAH DENGAR PENJELASAN MEREKA! KITA ARAK SAJA!" sahut Yeni, adik tiriku, menambah provokasi.

"Atau kita langsung nikahkan mereka di rumah Pak RT!" Rina, adik tiriku yang lain, ikut menimpali.

"Iya! Betul itu!" beberapa warga ikut berseru.

Tidak! Tidak mungkin!

Aku dan abang ojol saling bertukar pandang, sama-sama syok. Kami ingin bicara, ingin menjelaskan, tapi setiap kali kami membuka mulut, mereka tidak mau mendengar.

Malam itu juga, kami diarak warga menuju rumah Pak RT… untuk dipaksa menikah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 62

    Beberapa jam setelah tindakan medis.Jingga masih belum sadar. Di sampingnya ada Putra yang sedang menunggunya dengan kecemasan masih menghantuinya.Meski dokter sudah mengatakan kalau Jingga dan calon anaknya selamat, tetap saja melihat istrinya belum sadar juga, Putra merasa khawatir. Apalagi melihat wajah Jingga yang pucat, semakin membuatnya khawatir. Sementara Jingga. Dia masih berada di dalam alam tak sadar saat detak mesin monitor terdengar samar di telinganya. Ada bau antiseptik yang menusuk hidung, membuat kesadarannya perlahan kembali. Cahaya putih dari langit-langit rumah sakit menyilaukan matanya saat ia membuka kelopak matanya yang berat.Sekujur tubuhnya lemas, seolah baru kembali dari tempat gelap yang nyaris menelannya bulat-bulat."Aku dimana?" Bisik Jingga, serak. Masih belum sadar sepenuhnya dan belum menyadari apa yang terjadi. Mendengar bisikan Jingga, Putra yang duduk sambil melamun sambil memegang tangan Jingga, tersadar dari lamunannya. Segera menatap wajaah

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 61

    Malam ini dengan tergesa-gesa Putra menaiki motornya yang sejak siang dia parkirkan di basemen apartemen Keysha. Karena dia merasa terlambat pulang. Dan takut Jingga marah. Sebenarnya Putra sudah berniat pulang lebih cepat hari ini. Pikirannya terus dipenuhi sosok Jingga yang sedang hamil muda. Kehamilan Jingga belum genap tiga bulan, dan ia tahu betul betapa sensitifnya masa-masa awal ini. Tapi hari ini… Azriel berulang tahun yang keempat. Dan anak kecil itu merengek ingin ditemani sampai malam. "Daddy. Ini kan ulang tahun Azil. Masa Daddy mau cepat pergi ninggalin Azil?" Protes Azriel saat melihat Putra bersiap-siap ingin pulang. "Tapi Daddy ada kerjaan, Sayang. Daddy harus pergi." Putra berusaha membujuk Azriel. "Tidak mau! Pokoknya Daddy harus do sini sampai Azil bobo." Azriel keras kepala."Jangan begitu, Azriel. Daddy banyak sekali kerjaan di luaran sana. Azriel ditemani mommy saja ya." Keysha berusaha ikut membujuk. Putra memang selalu merayakan ulang tahun Azriel setiap t

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 60

    ApartemenJam 17.30 WIBJingga baru saja tiba di depan lobi apartemen. Dengan langkah gontai, dia melangkah masuk ke dalam. Matanya sembab, merah, jelas menandakan bahwa ia habis menangis sepanjang perjalanan. Kepalanya tertunduk, seperti tak ingin bertemu tatapan siapa pun.Tanpa berhenti, Jingga langsung menuju pintu lift. Ia menekan tombol menuju lantai lima, tempat unit apartemennya bersama Putra berada. Pintu lift tertutup. Jingga berdiri diam, menatap kosong ke arah pintu. Pikirannya berputar kacau, tak tahu harus memercayai apa dan siapa.Ting!Suara bel lift berbunyi. Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan ruang lift yang kosong.Dengan langkah berat, Jingga masuk ke dalam. Ia menyandarkan tubuhnya pada dinding lift, memejamkan mata sejenak, mencoba menahan tangisnya. Namun hatinya terlalu sesak. Air matanya kembali jatuh, satu per satu, tanpa bisa dicegah.Saat pintu lift hampir tertutup kembali, sebuah tangan cepat menahan. Seorang pria masuk. Ia mengenakan topi hitam dan ma

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 59

    Azriel yang sedang bermain mobil-mobilan, mengangkat wajahnya. Tanpa sengaja melihat Putra. Dia langsung berdiri dan tersenyum. Sambil berlari, dia berseru,"Daddyyyy!" Seketika Jingga menoleh ke arah yang dituju Azriel. Dan langsung terkejut,"Dia????" Jingga terdiam sejenak. Merasa familiar dengan sosok jangkung yang di hampiri Azriel. "Dia?" Jingga kembali menyebut kata dia sambil melihat ke arah Keysha. "Dia Daddy nya Azriel?" Namun Keysha menggeleng. "Bukan. Dia bukan Daddy nya Azriel. Dia Mas Hendrik. Pengawal papa yang biasa diam-diam mengikuti kami. "Tapi Azriel memanggilnya Daddy?" "Entahlah. Kenapa Azriel memanggilnya Daddy," jawab Keysha, mengangkat bahunya. Jingga pun terdiam sambil menatap pria yang dipanggil Hendrik itu. Sementara Azriel. Dia berlari ke arah Putra tadi berdiri. Yang kini sudah digantikan oleh Hendrik. "Azriel! Sini sama Om!" Ucap Hendrik sambil merentangkan tangannya ke arah Azriel. "Tidak mau. Azil mau sama Daddy," tolak Azriel. Tidak mau mene

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 58

    "Kamu ada hubungan khusus dengan Pak Adrian?" Tanya Jingga, hat-hati saat dirinya sedang mengerjakan tugas dibantu Yani. "Iya. Kenapa? Kamu pasti iri ya? Hh. Makanya jangan sok suci dan sok jual mahal. Pakai pilih-pilih segala. Akhirnya dapat tukang ojek," jawab Yani, selalu saja bersikap judes dan menghina Jingga, setiap ada kesempatan. Jingga hanya tersenyum. Telinganya sudah kebal mendengar julidan mulut Yani. "Enggak juga. Buat apa itu. Walaupun tukang ojek asal kamu tahu mas Putra itu selalu membuat aku bahagia. Dia memperlakukan aku baik sekali." Jingga memuji Putra, suaminya."Ya jelas baik lah. Dia kan cuma tukang ojek. Kamu sekretaris perusahaan besar. Kalau enggak baik, bisa didepak dia. Di luaran sana, mana ada sekretaris mau menikah dengan tukang ojek." Yani masih dengan mulut pedasnya. Tidak pernah bosan menghina Jingga dan Putra. Jingga tetap tersenyum meskipun dalam hati, ia sedikit perih mendengar perkataan Yani yang terus saja meremehkan Putra. Tapi satu hal yang

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 57

    Hari terus berlalu. Tanpa terasa sudah dua bulan Adrian menjabat sebagai CEO baru di perusahaan Sagara Grup.Walaupun belum disahkan di depan karyawan dan belum dikenalkan kepada klien perusahaan tersebut oleh Hendrawan, namun kedudukan Adrian sudah seperti CEO yang sudah dilantik. Segala keputusan Adrian, mutlak wajib di laksanakan. Sementara Jingga. Masih tetap menjadi sekretaris Adrian. Meski dalam keadaan hamil muda, dia masih tetap bekerja seperti biasa. Hanya saja entah kenapa Jingga merasa sejak mengetahui kalau dirinya hamil, Adrian seperti tidak memberikan pekerjaan yang terlalu berat pada Jingga. Jingga merasa Adrian mengurangi beban pekerjaannya. "Pak. Walaupun saya hamil, tapi insyaallah saya sehat. Jadi bapak jangan sungkan saat memberikan pekerjaan kepada saya." Protes Jingga saat Adrian hanya memberikan pekerjaan ringan kepadanya. "Tidak bisa, Jingga. Saya paling tidak bisa memberikan pekerjaan yang berat-berat kepada orang hamil. Takut terjadi apa-apa sama ibu dan c

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status