Azriel yang sedang bermain mobil-mobilan, mengangkat wajahnya. Tanpa sengaja melihat Putra. Dia langsung berdiri dan tersenyum. Sambil berlari, dia berseru,"Daddyyyy!" Seketika Jingga menoleh ke arah yang dituju Azriel. Dan langsung terkejut,"Dia????" Jingga terdiam sejenak. Merasa familiar dengan sosok jangkung yang di hampiri Azriel. "Dia?" Jingga kembali menyebut kata dia sambil melihat ke arah Keysha. "Dia Daddy nya Azriel?" Namun Keysha menggeleng. "Bukan. Dia bukan Daddy nya Azriel. Dia Mas Hendrik. Pengawal papa yang biasa diam-diam mengikuti kami. "Tapi Azriel memanggilnya Daddy?" "Entahlah. Kenapa Azriel memanggilnya Daddy," jawab Keysha, mengangkat bahunya. Jingga pun terdiam sambil menatap pria yang dipanggil Hendrik itu. Sementara Azriel. Dia berlari ke arah Putra tadi berdiri. Yang kini sudah digantikan oleh Hendrik. "Azriel! Sini sama Om!" Ucap Hendrik sambil merentangkan tangannya ke arah Azriel. "Tidak mau. Azil mau sama Daddy," tolak Azriel. Tidak mau mene
"Kamu ada hubungan khusus dengan Pak Adrian?" Tanya Jingga, hat-hati saat dirinya sedang mengerjakan tugas dibantu Yani. "Iya. Kenapa? Kamu pasti iri ya? Hh. Makanya jangan sok suci dan sok jual mahal. Pakai pilih-pilih segala. Akhirnya dapat tukang ojek," jawab Yani, selalu saja bersikap judes dan menghina Jingga, setiap ada kesempatan. Jingga hanya tersenyum. Telinganya sudah kebal mendengar julidan mulut Yani. "Enggak juga. Buat apa itu. Walaupun tukang ojek asal kamu tahu mas Putra itu selalu membuat aku bahagia. Dia memperlakukan aku baik sekali." Jingga memuji Putra, suaminya."Ya jelas baik lah. Dia kan cuma tukang ojek. Kamu sekretaris perusahaan besar. Kalau enggak baik, bisa didepak dia. Di luaran sana, mana ada sekretaris mau menikah dengan tukang ojek." Yani masih dengan mulut pedasnya. Tidak pernah bosan menghina Jingga dan Putra. Jingga tetap tersenyum meskipun dalam hati, ia sedikit perih mendengar perkataan Yani yang terus saja meremehkan Putra. Tapi satu hal yang
Hari terus berlalu. Tanpa terasa sudah dua bulan Adrian menjabat sebagai CEO baru di perusahaan Sagara Grup.Walaupun belum disahkan di depan karyawan dan belum dikenalkan kepada klien perusahaan tersebut oleh Hendrawan, namun kedudukan Adrian sudah seperti CEO yang sudah dilantik. Segala keputusan Adrian, mutlak wajib di laksanakan. Sementara Jingga. Masih tetap menjadi sekretaris Adrian. Meski dalam keadaan hamil muda, dia masih tetap bekerja seperti biasa. Hanya saja entah kenapa Jingga merasa sejak mengetahui kalau dirinya hamil, Adrian seperti tidak memberikan pekerjaan yang terlalu berat pada Jingga. Jingga merasa Adrian mengurangi beban pekerjaannya. "Pak. Walaupun saya hamil, tapi insyaallah saya sehat. Jadi bapak jangan sungkan saat memberikan pekerjaan kepada saya." Protes Jingga saat Adrian hanya memberikan pekerjaan ringan kepadanya. "Tidak bisa, Jingga. Saya paling tidak bisa memberikan pekerjaan yang berat-berat kepada orang hamil. Takut terjadi apa-apa sama ibu dan c
Putra berdiri terpaku beberapa detik di depan pintu apartemen Keysha sebelum akhirnya menekan bel. Pintu langsung terbuka. Keysha berdiri di sana, wajahnya pucat dan cemas, sambil menggendong Azriel yang tampak lemas di pelukannya.“Mas... tolong,” ucapnya lirih.Tanpa banyak bicara, Putra segera meraih Azriel ke dalam pelukannya. Tubuh mungil itu panas, dan napasnya terdengar berat.“Daddy...” lirih Azriel, tangannya langsung melingkar di leher Putra. “Daddy, Azriel sakit…”“iya Sayang. Daddy tahu. Daddy di sini, Nak. Daddy ada buat kamu.” Putra mengelus punggung kecil itu, hatinya mencelos melihat anak yang sudah empat tahun lahir ke dunia. Hatinya sakit melihat anak kecil yang biasanya ceria dan lincah itu, kini diam dan pucat. "Kita pergi sekarang."Keysha mengangguk. Tak butuh waktu lama, mereka sudah meluncur dengan mobil Lamborghini hitam yang biasa digunakan Putra. Kendaraan mewah itu melesat membelah malam, lampu-lampu kota memantul di bodinya yang mengilap. Putra memeluk Az
Putra panik saat melihat istrinya pingsan. Dia langsung mengangkat tubuh istrinya dengan sigap. Ia tak mengindahkan tatapan para karyawan yang mulai berkumpul dan berbisik-bisik melihat kejadian itu. Yang ada dalam benaknya hanya satu—keselamatan Jingga."Permisi! Tolong, saya mau membawa istri saya ke klinik terdekat!" serunya sambil menggendong Jingga.Namun saat melihat kondisi istrinya yang tak sadarkan diri, Putra mengurungkan niatnya untuk mengendarai motor sendiri. Seorang satpam kantor yang mengenal Jingga dengann baik, segera menghampiri."Mas, mari gunakan mobil kantor saya. Biar saya yang mengemudi.""Terima kasih, Pak. Mohon bantuannya," ucap Putra.---Di klinik...Jingga sudah terbaring di ranjang pemeriksaan, infus terpasang di tangannya. Sementara itu, Putra tampak mondar-mandir gelisah di ruang tunggu.Beberapa menit kemudian, dokter keluar dari ruang pemeriksaan. Putra segera menghampiri."Dokter, bagaimana kondisi istri saya?""Tenang, Mas. Keadaannya baik. Ia hanya
"Gila! Adrian mengirimkan pesan untukku!" Teriak Angela saat melihat nama Adrian di daftar obrolan WhatsApp nya. Angela menatap layar ponselnya dengan jantung berdetak kencang. Nama itu… Adrian. Pria yang ingin dia dekati, mengirim pesan larut malam?Tangannya gemetar saat ia membuka isi pesan itu.“Selamat malam, Angela. Kamu sudah tidur?" Angela tersenyum, pipinya merona. Ia membaca ulang kalimat itu, seolah mencari makna tersembunyi. Hatinya membuncah."Dia... dia mulai membuka hati untukku," bisiknya lirih, lalu membalas pelan,"Selamat malam juga, Pak. Kebetulan saya tidur. Ada apa ya Pak?" Angela membalas pesan Adrian dengan bahasa formal. Pura-pura tidak mengerti arah maksud Adrian yang mengiminya pesan tengah malam. Tidak memperlihatkan kebahagiaannya karena pesan itu. "Tidak ada apa-apa. Saya tidak bisa tidur malam ini. Saya juga kesepian karena hanya sendirian di sini. Dan tiba-tiba saya ingat kamu."Senyum Angela semakin merekah membaca pesan Adrian. Namun dia tidak ing