Share

Sakti

Author: Widanish
last update Last Updated: 2023-04-13 21:58:52

“Kamu lupa itu kamar apa, Mas?” Aku balik bertanya sambil ketakutan.

Mas Burhan menggelengkan kepalanya, terlihat dia keheranan. “Aku baru lihat ada kamar ini di rumah. Aneh, kamar kok kecil begini hanya cukup dimasuki satu orang. Apa fungsinya?”

“Kamar itu sudah ada sejak rumah ini dibangun, Mas ....”

Bingung menjelaskan, aku memilih pamit tidur dan membiarkan Mas Burhan dengan pertanyaannya sendiri.

*

Aku bangun kesiangan pagi ini, jam enam. Biasanya sebelum subuh aku sudah bangun. Namun karena malam tadi menemani Mas Burhan menghitung uang dan Syifa anteng terus sampai jam sebelas malam, akhirnya aku baru sempat tidur tengah malam dan baru bangun sekarang. Ditambah lagi, rasa penasaranku akan Mas Burhan yang bertanya tentang kamar pribadinya membuatku semakin sulit memejamkan mata.

Setelah salat subuh yang kesiangan, aku langsung menuju ruang tengah karena mendengar suara ibu mertua bercakap dengan Mas Burhan. Ternyata mereka sedang mengerumuni Syifa—bayiku.

“Syifa sayang ... ayo nangis, Nak ....” Dengan cemas ibu mertua menyuruh bayiku menangis. Aku jadi was-was.

“Ada apa ini, Bu? Syifa kenapa?” tanyaku.

“Badan Syifa panas sekali, tapi dia hanya anteng aja. Gak wajar, harusnya kalau sakit panas dia nangis, rewel,” jawab ibu mertua. “Anak kecil dimana-mana begitu kalau sakit, apalagi ini bayi.”

“Ya ampun, padahal semalam dia baik-baik aja,” kataku sambil memegangi kening Syifa dan benar saja suhu badannya sangat panas namun Syifa seakan tidak merasa apa-apa. “Kenapa gak bangunin aku dari tadi?”

“Tadi aku sudah bangunin kamu, sayang. Tapi kamu gak bangun-bangun. Kasihan, kupikir kamu kecapean tapi malah bangunnya kesiangan.” Mas Burhan yang menjawab, dia tampak tenang sambil coba membawa Syifa dari gendongan ibu mertua namun ibu mertua menolaknya.

“Jangan!” kata ibu mertua, menjauhkan Syifa dari jangkauan Mas Burhan.

“Ibu dari tadi jauhin Syifa dari aku terus. Sini biar aku gendong, Bu,” balas Mas Burhan.

“Nggak, nggak boleh!” Ibu mertua tetap tidak memperbolehkan.

“Dia anakku, Bu. Aku ini ayahnya, kenapa gak boleh segala?” Mas Burhan pun ngotot.

Ternyata sejak tadi mereka meributkan ini, pantas saja suaranya terdengar sampai ke kamar salat.

Ibu mertua terlihat ketakutan pada Mas Burhan, meski sebisa mungkin tak ditunjukkannya di hadapan anaknya itu namun aku dapat melihat dengan jelas. Rupanya, ketakutan ibu mertua pada Mas Burhan belum juga reda, padahal sudah satu minggu lebih mereka tinggal satu atap.

Kata orang, firasat seorang ibu tidak pernah salah. Ibu mertua berfirasat bahwa Mas Burhan bukan anaknya yang asli, mungkinkah itu benar?

Sedangkan firasatku mengatakan bahwa itu adalah Mas Burhan yang asli ... meski keyakinanku hanya delapan puluh persen karena masih banyak kejanggalan yang belum terpecahkan.

Jadi, firasat siapa yang lebih kuat terhadap Mas Burhan, firasat ibunya atau istrinya?

Mereka masih ‘memperebutkan’ Syifa dan karena aku khawatir bayiku jatuh karena terus-terusan diperebutkan, akhirnya aku melerai mereka.

“Bu, gak apa-apa kasih aja Syifa ke ayahnya,” kataku.

Ibu mertua malah melotot seakan berbicara “gak rela cucuku digendong hantu”.

“Gak apa-apa, Bu,” bujukku namun ibu tetap menolak. Dia memang paling teguh dengan pendiriannya.

Mas Burhan tetap memaksa, namun kali ini dia tidak minta menggendong Syifa , dia hanya minta Syifa didekatkan padanya lalu tangan kanannya menyentuh kening Syifa. Setelah itu, Syifa langsung tidur nyenyak seketika.

Setelah memastikan anaknya tidur, Mas Burhan pamit mandi karena sebentar lagi harus berangkat keliling jualan pentol ojeg.

Ibu mertua tampak mengecek suhu badan Syifa dengan punggung tangannya dan dia langsung terkejut sambil berbisik, “Lita! Cucuku mendadak sembuh. Coba cek suhu badannya, mendadak turun dan normal!”

Aku yang tidak percaya langsung membuktikannya. Benar saja yang dikatakan ibu mertua, suhu badan Syifa kembali normal dan dia pun tidur dengan nyenyak.

Dan itu terjadi setelah tangan kanan Mas Burhan menyentuh kening Syifa! Berarti ... Mas Burhan ajaib!

Aku dan ibu mertua saling pandang. Kami mengerti isi pikiran masing-masing. Mas Burhan bisa mengobati orang sakit? Dia manusia sakti?

“Nggak, nggak ... pasti ini cuma kebetulan aja, Bu!” kataku.

“Sudah berapa kali ibu bilang, suami kamu bukan manusia! Dia hantu, dia bukan Burhan!” Lagi-lagi itu yang ibu ucapkan.

Namun kali ini aku diam. Memperhatikan dari berbagai kejanggalan yang terjadi sejak kepulangannya, keyakinanku akan Mas Burhan jadi menipis. Apalagi yang terjadi barusan sangat di luar nalar. Hanya saja, aku tidak bisa berbuat apa-apa, tidak tahu apa yang harus kulakukan selain menerima kehadiran Mas Burhan di rumah ini. Masa aku harus mengusirnya tanpa alasan yang masuk akal?

Aku pun menceritakan pada ibu mertua tentang Mas Burhan menanyakan ‘kamar keramat’ tadi malam. Dan itu semakin menguatkan dugaannya bahwa Mas Burhan adalah sosok yang lain.

“Kamu ingat gak, dulu Burhan sampai berani mengatai ibu nama binatang haram alias anj*ng hanya gara-gara ibu berani menyentuh gagang pintu kamar itu, padahal ibu hanya ingin ngecek pintunya longgar atau tidak ... bukan mau masuk ke dalamnya. Tapi reaksi Burhan malah kelewat batas sama ibu kandungnya sendiri!” kenang ibu mertua penuh luka. “Masa iya dia lupa sekarang lupa pada kamar keramatnya!”

“Iya, Bu. Aku takut banget semalam ....”

“Ada yang gak beres ini. Ibu akan cari tahu dari mana asal-usul Burhan yang sekarang berasal, kok bisa dia tiba di rumah ini.”

“Tapi bagaimana caranya, Bu?”

“Kita tanya sama Bi Juminah. Dia kan punya warung nasi di depan gang sana, dan tiap hari buka. Terus, satu-satunya jalan menuju ke rumah ini dari jalan raya ya lewat gang depan itu. Jadi, Bi Jum pasti tau siapa aja yang masuk gang tiap hari. Nah, kita selidiki dari sana ... Kan baru seminggu-an lalu Burhan pulang, dia pasti lewat warungnya Bi Jum ...” jelas ibu mertua.

“Terus?”

“Kita tanya Bi Jum hari itu lihat Burhan lewat gang, gak? Kalau dia gak lihat, berarti besar kemungkinan Burhan memang hantu ... dia tiba-tiba muncul depan pintu rumah lalu masuk.”

“Kalau Mas Burhan lewat sana, berarti dia benar manusia? Bagaimana?” tanyaku lagi.

“Kalau jawabannya begitu, kita selidiki lagi. Kita telusuri sampai ke jalan raya kita tanya orang-orang sekitar sana .... “

Aku berpikir ide ibu mertua boleh juga. Dengan menelusuri asal-usul kedatangan Mas Burhan, setidaknya kami akan dapat sedikit titik terang. Karena waktu itu Mas Burhan benar-benar datang seorang diri dan tiba-tiba, tanpa ditemani siapapun.

“Bagus juga idenya, Bu! Lalu, kapan ibu akan menelusurinya?” tanyaku lagi, antusias.

“Lho! Kok ibu, sih? Ya kamu dong yang keluar sana, selidiki ... cari tahu. Masa ibu yang mikirin idenya, ibu juga yang harus bergerak .... “ jawabnya.

“Tapi, Bu .... Masalahnya, Mas Burhan melarangku keluar rumah ....”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Bukan Manusia   Lastri (TAMAT)

    “Apa maksudmu? Jangan bilang kamu suka sama gadis itu. Huh, gak kapok ya lirik-lirik perempuan terus,” kataku panas hati.“Jangan dulu cemburu. Aku biasa aja sama Lastri, tertarik bukan berarti suka.” Mas Burhan membela diri.“Udah lah, Mas. Kupikir setelah kejadian kemarin kamu akan berubah tapi ternyata sama aja. Aku gak nyangka kamu macam-macam selama keliling jualan, aku yakin kamu pasti suka main ke rumah Lastri, kan.”“Astaghfirullah. Dengar dulu—”“Capek ah, Mas!”Langsung kutinggalkan Mas Burhan sendirian, kugendong Syifa dan pindah menidurkannya di kamar. Cerita ibu-ibu pelanggan tadi siang membuatku kepikiran dan mumet, entah mungkin aku yang berlebihan meresponnya tapi perasaan cemburu ini tak dapat kuhindari. Bagaimana pun baiknya seorang suami terhadap istrinya, tidak jadi jaminan dia tidak akan tergoda perempuan lain di luar sana. Apalagi Mas Burhan ganteng, siapapun bisa terpikat meski profesinya hanya penjual pentol.Sengaja tak kututup pintu kamar, agar aku bisa mengi

  • Suamiku Bukan Manusia   Lastri

    “Mas Burhaaan!”Dari kejauhan mereka melambaikan tangan seraya memanggil nama suamiku. Tentu saja aku semakin penasaran dengan maksud kedatangan mereka.“Ada apa ya, Mas. Kok mereka ngumpul di depan rumah kita terus manggil-manggil nama kamu dengan antusias seperti itu?” tanyaku pada Mas Burhan.“Hadeuuhh …” gumam Mas Burhan sambil geleng-geleng kepala.“Siapa sih, Mas?”Mas Burhan hanya diam saja ketika kutanya karena fokusnya hanya tertuju pada ibu-ibu di depan sana yang terus-terusan memanggil namanya.Awalnya kupikir sekumpulan ibu-ibu itu adalah para tetanggaku yang menunggu kedatangan kami, mengingat kabar sakit non medis-ku beberapa hari kemarin ternyata sudah menyebar dan menjadi bahan perbincangan warga sekitar, kupikir mereka datang hendak menjenguk atau sekedar kepo dengan apa yang terjadi padaku. Tapi, setelah aku sampai di halaman rumah dan tepat berada di hadapan mereka … ternyata mereka bukan tetanggaku, aku sama sekali tidak mengenali mereka. “Mas, jawab dong, mereka

  • Suamiku Bukan Manusia   Dukun Taubat

    Akhirnya aku menggelengkan kepala sebagai jawaban.“Karena dunia ini Tuhan-lah yang mengatur, bukan manusia. Kita tidak bisa tahu setiap misteri yang terjadi dalam hidup ini,” jawab Mbah Aki dengan tenang. Rupanya, tadi itu dia hanya menggertak saja. “Singkirkan berbagai macam pertanyaan dalam pikiranmu, itu hanya akan menyulitkanmu saja. Mulailah ber-aksi, ikuti nasihat-nasihat yang tadi kuberikan. Dan kalau kamu merasa tidak adil, hidup ini kadang memang tidak adil. Tapi gak apa-apa, tetap hidup saja hadapi setiap keadaan. Tak perlu banyak bertanya lagi. Paham?”Aku mengangguk. Sampai sini pemahamanku mulai bisa mencerna semuanya. “Di sini masyaraktnya hidup makmur semua,” celetuk Dimas menyela peribncanganku dengan Mbah Aki. Dimas melihat melalui jendela sekelompok orang yang beraktivitas d luar sana. “Pakaian dan kendaraan mereka mahal semua.”“Apa pekerjaan warga sini, Mbah?” Mas Burhan ikut bertanya.Kini topik pembicaraan beralih tentang Desa Kabut dan keseharian warganya.“Pe

  • Suamiku Bukan Manusia   Sumpah Pembawa Petaka

    “Aku merasa jadi korban, kenapa disalahkan?” tanyaku. “Ingat-ingat lagi apa yang kamu lakukan ketika tahu suamimu selingkuh dan apa yang kamu ucapkan!” perintah Mbah Aki.“Sumpah serapah?”“Itulah kesalahanmu!”“Di mana letak salahnya? Aku hanya merasa perlu mendapat keadilan dari sakit hati yang kuderita. Suamiku selingkuh dengan sahabatku sendiri, apa aku harus bahagia? Tentu saja aku merasa sakit hati, dan karena itu aku spontan mengucapkan sumpah itu.”“Dan sumpahmu itu menjadi kenyataan.”“Pasti lah. Karena doa istri yang terdzalimi kemungkinan besar akan dikabulkan.”“Itu menurutmu.”“Lalu menurut Mbah?”“Tanpa kamu sadari, sebenarnya sumpah yang kamu ucapkan itu juga berbalik pada dirimu sendiri. Lihatlah dirimu, dan ingat-ingat lagi kejadian dari mulai kamu dengar kabar suamimu tenggelam hingga kini kamu berada di sini meminta pertolonganku agar terlepas dari karma. Kamu juga ikut menderita, bukan?”Aku termenung lagi, tertampar lagi dengan pernyataan Mbah Aki. Sejauh ini hid

  • Suamiku Bukan Manusia   Nyai Sabtu

    Mas Burhan dan Kak Rudi sontak menoleh padaku, ada perasaan khawatir yang terpancar dari ekspresi Kak Rudi, sedangkan Mas Burhan menggenggam tanganku lebih erat meski dia terlihat cukup tenang saat mendengar pernyataan Mbah Aki.“Kenapa takut?” Mbah Aki langsung mengarahkan pertanyaan itu padaku. Tentu saja dia dapat membaca pikiran dan isi hatiku yang memang tengah ketakutan. “Aku tidak sedang menakutimu. Yang kukatakan barusan itu memang suatu hal yang mutlak,” lanjutnya dengan warna suara yang khas.. Aku langsung menunduk, menyembunyikan wajahku yang mendadak kaku dan segan jika harus berhadapan langsung dengan Mbah Aki. Tak kurespon sepatah kata pun apa yang dinyatakannya.“Semua yang hidup pasti akan mati. Artinya, kita semua memang diikuti oleh ajal. Itu hal yang mutlak.” Dimas lah yang akhirnya menjawab dengan lantang, membutat Mbah Aki manggut-manggut saat mendengarnya.“Kamu memang bukan orang biasa,” ucap Mbah Aki pada Dimas. Sudah pasti dia mengetahui bahwa Dimas mempunyai

  • Suamiku Bukan Manusia   Diikuti Ajal

    “Tempatnya angker. Maklum, penghuninya rata-rata penganut ilmu hitam yang pasti berkawan dengan setan dan jin,” jelas Kak Rudi.“Apa kalau kita ke sana nanti bakal celaka?” tanya Mas Burhan.“Bisa jadi, mereka jahil.”Terlintas keraguan dalam benakku untuk pergi ke sana. Bagiku, mendatangi tempat itu sangat beresiko. Setelah kejadian kemarin Mas Burhan tenggelam di lautan dan kejadian-kejadian mistis yang kualami setelahnya, aku tidak ingin lagi bergelut dengan hal-hal semacam itu. Sudah terbayang bagaimana jadinya nanti ketika tiba di Desa Kabut yang katanya angker itu, takut terjadi apa-apa. Belum lagi nanti ketika pulang pasti ada satu atau dua makhluk halus yang ikut dengan kami.“Jangan terlalu takut. Kita tidak berniat jahat datang ke sana,” ucap Kak Rudi padaku. Rupanya dia paham tentang apa yang kupikirkan. “Tujuan kita hanya untuk mencari kalung pusaka, untuk dikembalikan pada Risma agar kutukan kalung itu terhenti.”“Tetap saja hasilnya belum pasti. Daripada nanti malah dapa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status