PoV NiaAku terkejut melihat Amir turun dari mobil silver itu, kulihat ke belakang tiga pria makin mendekat. "Amir, mau ngapain kau?" kataku seraya mundur. Ngeri juga melihat' wajah pria ini, tatapan matanya seakan hendak membunuhku. "Ini balas dendam, kamu telah menghancurkan karirku, mempermalukan aku, tujuh orang anggotaku kehilangan pekerjaan gara-gara kamu!" katanya seraya menunjuk ke arahku.Aku mencium gelagat tidak baik, aku kembali ke motor akan tetapi seorang pria yang dibelakangku langsung mencabut kuncin motor yang masih tergantung di motor tersebut.Kulihat ke kiri dan kanan, tak ada mobil atau motor yang lewat, jalan desa ini memang selalu sepi. "Kau pikir kamu akan selamat jika membuatku celaka?" Kataku kemudian."Sekarang pun kami sudah tidak selamat, kami kehilangan pekerjaan, kehilangan kepercayaan, bahkan akan dipolisikan, semua itu gara-gara kamu yang sok suci," kata Amir."Jangan coba-coba!" kataku ketika salah satu pria itu memegang tanganku.Dari jauh terli
PoV ButetKami akhirnya menemukan mamak, akan tetapi kondisinya sangat menghawatirkan. Terbaring di bawah pokok sawit, tak bisa menggerakkan badannya. Aku menangis. "Tunggu, jangan sembarangan diangkat, kitar tunggu medis, sepertinya ada tulang yang patah," kata seorang aparat desa.Kulihat mamak masih memegang HP, matanya menatapku. Tangisku makin keras, ya, Allah, kenapa mamakku? orang yang baik yang harus begini. Beberapa saat kemudian, Bu Bidan datang. Atas saran Bu Bidan, cara mengangkat mamak diluruskan di tandu, baru kaki dan kepala diikatkan ke tandu tersebut. Tidak boleh kepalanya bergerak, khawatir leher mamak patah.Saat orang-orang mengangkat mamak, ibuku itu pingsan lagi. Malam itu juga mamak dibawa ke rumah sakit di kota. Selama dalam perjalanan, aku terus memegangi tangan mamak, Bang Ucok juga tak henti-hentinya menangis.Tengah malam, kami baru sampai di rumah sakit kota. Mamak pun langsung ditangani. Ternyata dua tulang rusuk mamak patah. Rahangnya juga bergeser. M
Bang Umar dan rombongan pergi juga akhirnya, aku kembali ke dalam rumah sakit. Saat aku sampai di kamar mamak dirawat, Bang Ucok sedang duduk di kursi sambil memegangi tangan mamak."Mak, aku berjanji akan membalas mereka semua," kata Bang Ucok. Sementara mamak masih tidur."Bang Ucok, mau balas bagaimana?" tanyaku kemudian."Mereka patahkan dua tulang rusuk mamak, akan kupatahkan dua tulang rusuk mereka," kata Bang Ucok."Biar Abang dipenjara gitu?""Iya, Tet, gak apa-apa dipenjara, pokoknya dendamku terbalas," jawab Bang Ucok."Heh, Bang, Abang pikir cuma Abang yang ingin balas dendam, Aku juga ingin membunuh mereka semua, Ayah lagi yang paling marah, tapi kita harus tetap berpikir jernih," kataku lagi.Tiba-tiba mamak terbangun, beliau lalu mengelus rambut Bang Ucok."Ucok, patah tulang rusuk dua, tak harus dibalas dengan patahkan tulang rusuk orang, Cok," kata Mamak, ternyata mamak mendengar pembicaraan kami."Darah bayar darah, nyawa bayar nyawa," kata Bang Ucok."Apakah pemerkos
Kantin rumah sakit jadi tempat kami diskusi, belum diputuskan kami akan bergerak ke mana. Ustadz Rizal lalu permisi ke mushola rumah sakit tersebut. Dia mau melakukan telepati dengan ayah, katanya telepati itu harus dilakukan di tempat sunyi."Aku sangat berharap semoga Ucok dan Pak Parlin bisa menahan diri, jangan sampai mencelakai orang," kata Bang Umar."Jika ibumu yang dipatahkan rusuknya dua kamu lakukan apa?" tanya Bang Sandy.Bang Umar terdiam, aku tahu ibunya Bang Umar sudah meninggal, mungkin Bang Sandy tidak tahu."Kalau ibuku yang diperlakukan begitu, aku akan bunuh pelakunya," kata Bang Sandy lagi."Tolong jangan bicarakan tentang ibu," kata Bang Umar lagi."Kenapa?""Karena ibuku sudah meninggal,""Oh, begitu, pantas saja kamu tidak tahu bagaimana rasanya ibu kita disakiti orang," kata Bang Sandy lagi."Bagaimana hasilnya, Bang Sandy" Aku coba mengalihkan pembicaraan, dua orang ini memang tak pernah akur "*Belum dapat juga,""Tumben lama?""Sabar, kita hanyalah bisa menu
PoV NiaKejadian yang menimpaku ternyata bisa membuat Bang Parlin dan Ucok berubah. Bang Parlin tak bisa kukendalikan, Sedangkan Ucok masih bisa kujaga. Aku beralasan minta dijaga Ucok, supaya dia tidak keluar dan berbuat nekat.Di satu sisi aku merasa tersanjung, dua lelakiku benar-benar sayang padaku. Benar-benar peduli, akan tetapi di sisi lain aku khawatir mereka nekat melanggar hukum.Hari itu, hanya Ucok yang berjaga di dalam kamar tempat aku dirawat. Butet kusuruh pergi cari ayahnya. Aku sangat khawatir ayahnya nekat."Cok, jika selama ini mamak dan ayah yang jaga kalian, sekarang terbalik, kalian lah yang jaga mamak dan ayah, jangan ikut bertindak gegabah ya, Nak," kataku pada Ucok."Iya, Mak," jawab Ucok. Akan tetapi aku tetap tidak tenang, Ucok ini jika dinasehati jawabannya selalu iya iya, akan tetapi tetap dia lalukan."Cok, kau wakil kepala rumah tangga sekarang," kataku lagi."Iya, Mak," Apapun yang kubilang jawaban anakku ini selalu iya, Mak, memang begitu dia. Sement
PoV ButetTiga pria tampan masih saja mendampingiku, saat aku dapat giliran jaga mamak, mereka berjaga di luar. Bahkan ustadz Rizal pun tidak pulang malam itu, dia tidur di selasar rumah sakit. Sedangkan Bang Sandy pulang ke tempat kosnya.Malam itu Om Firman datang, baru beberapa menit di ruangan mamak dirawat Om Firman sudah keluar bersama ayah."Butet, Ucok, kalian dulu yang jaga mamak," perintah ayah."Ayah mau ke mana?" tanyaku."Ini mau bawa Om Firman jalan-jalan,""Jalan-jalan ke mana?" tanyaku lagi."Tangan Om gatal mau patahkan tangan orang," Om Firman yang menjawab."Ayah, berjanjilah padaku," kataku seraya menatap mata ayah."Janji apa, Tet?""Aku tidak mau kehilangan ayah, aku tidak mau ayah dipenjara, berjanjilah Ayah, Ayah tidak akan dipenjara," kataku lagi."Ayah janji, Inang," kata Ayah seraya menunjukkan dua jari."Om, mamak ingin makan ikan bakar, jangan sampai Om di penjara," kataku pada Om Firman."Oke, Butet," jawab Om Firman. Aku sedikit lega, dua laki-laki itu
Aku terus memperhatikan video tiktok tersebut, sepertinya baru saja kejadiannya. Aku coba cari di berita online, belum ada. Coba cari di pencarian FB, akhirnya ada video yang lebih lengkap.Berselancar di kolom komentar jadi pilihanku mencari keterangan. Ternyata tempat itu adalah tempat hiburan malam. Pria yang jatuh itu diduga mabuk. Aku coba kirim pesan ke ayah."Ayah di mana?" begitu pesan yang kukirim."Ini lagi bersama Om Firman,""Di mana?""Di warung kopi,""Ingat janji ayah?" "Tentu saja, Butet, udah ya," begitu pesan ayah, saat kukirim pesan lagi sudah tak dibaca.Malam itu aku tidak bisa tidur, khawatir sekali dengan ayah. Entah kenapa ayah seperti berubah setelah kejadian yang menimpa mamak. Bang Sandy sudah permisi untuk pulang ke tempat kosnya, Bang Umar pulang juga entah ke mana, dua polisi yang berjaga juga sudah berganti sip. Sedangkan Ustadz Rizal tetap setia di rumah sakit. Dia tidur di mushola rumah sakit tersebut.Tinggal aku dan Bang Ucok bersama mamak. Setela
"Biar aku yang cari, Mak," kataku kemudian."Ya, udah, sana cari," jawab mamak. Kasihan mamak, sudahlah sakit, harus mengawatirkan keadaan anaknya lagi. "Terus tanya dulu dokternya apa sudah bisa pulang, Bang, rindu aku sama si Cantik," kata mamak lagi.Selama mamak dirawat di rumah sakit, Cantik diasuh oleh Etek Ria, adik kandung mamak itu bisa dipercaya. Aku mengambil HP, terus menghubungi Bang Ucok. "Kan sudah kubilang, Tet, kau dulu yang jaga mamak," kata Bang Ucok dari seberang telepon, sebelum aku sempat bertanya."Udah, bicara ini sama mamak," kataku seraya memberikan hp tersebut pada mamak, tak lupa kuhidupkan speakernya."Cok, pulang cepat!" kata mamak."Iya, Mak,""Cok, jangan tambah beban pikiran mamak, Cok," kata mamak lagi."Iya, Mak,"Jawaban Bang Ucok memang selalu begitu jika bicara dengan mamak. Seperti anak penurut saja, akan tetapi lain pula yang dia lakukan. Mamak tetap menyuruhku mencari Bang Ucok.Ini sebenarnya mudah saja, tinggal hubungi Bang Sandy dan melac