Share

Bab 4

Author: Bree
Intan ditemukan pingsan di kamar mandi oleh petugas kebersihan rumah sakit.

Saat sadar kembali, dirinya sudah terbaring di ranjang rumah sakit yang bersih. Seorang perawat dengan wajah datar memberitahunya, “Kamu harus hubungi keluargamu dan suruh mereka bawakan baju ganti.”

Intan menatap langit-langit dan menjawab, “Suamiku sudah meninggal, kakak iparku sedang hamil, seluruh keluargaku sibuk menjaganya. Nggak ada yang sempat peduli padaku.”

Barulah wajah perawat itu menampakkan sedikit rasa iba. Dia menghela napas, “Tunggu sebentar, biar aku yang belikan saja.”

Saat kembali, perawat itu sedang asik bergosip dengan rekannya. Rekannya berceloteh, “Tadi aku baru ketemu mertua yang luar biasa keterlaluan di ruang UGD sebelah. Katanya menantu sulungnya sedang hamil, sementara ponsel menantu keduanya mati, nggak mengangkat teleponnya dan nggak mau datang menjenguk. Dia bilang menantu keduanya nggak punya sopan santun. Sungguh keluarga yang aneh.”

“Anaknya juga terus mengelilingi istrinya karena takut terjadi sesuatu. Bahkan untuk menuangkan air pun, dia harus mencicipi dulu suhunya pas atau nggak. Selalu menganggap kita nggak bekerja dengan baik….”

Dengan lemah Intan mengangkat ponselnya, ternyata sudah mati karena kehabisan baterai.

Jika tak salah tebak, menantu kedua yang dimaksud perawat itu adalah dirinya.

Setelah mengenakan celana baru yang dibelikan perawat, Intan memberikan sejumlah uang sebagai gantinya dan mengucapkan terima kasih, lalu bersiap buru-buru meninggalkan rumah sakit.

Tak disangka, baru keluar dari ruang rawat, dia malah berpapasan dengan Fanny yang sedang berdiri di depan kamar Jane sambil mencoba menghubunginya.

Begitu melihat Intan, wajah Fanny langsung dipenuhi amarah dan tuduhan.

Dia langsung menarik paksa tangan Intan dan berjalan menuju kamar rawat Jane, “Kamu ke mana saja? Telepon juga nggak diangkat! Kakak iparmu sedang hamil, kamu malah nggak inisiatif datang menjenguk, nggak ada sopan santun sedikit pun!”

Intan dimaki habis-habisan. Fanny memang bukan orang yang baik, tapi dulu tidak pernah sekasar dan sefrontal ini.

Setidaknya, masih menjaga harga dirinya.

Entah kenapa, kali ini Fanny begitu berlebihan.

Melihat Intan dimaki, Jane yang terbaring di ranjang rumah sakit malah tersenyum puas.

Awalnya, Intan mengira dirinya salah lihat, hingga Jane sengaja menyuruh Fanny dan Peter pergi, barulah Intan sadar bahwa dirinya tidak salah lihat dan dirinya juga mengerti kenapa Fanny begitu tak menjaga harga dirinya kali ini.

Kini, hanya ada Jane dan Intan di dalam kamar rawat.

Jane menatap Intan sambil mengangkat alisnya, wajahnya tampak penuh kekesalan dan berkata, “Kamu lagi datang bulan, kok malah telepon suamiku? Sampai menyuruh dia ke kamar mandi wanita untuk membawakan pembalut?! Kamu punya maksud tersembunyi?!”

Keringat dingin bercucuran di kening Intan karena kesakitan, tapi rasa sakit di tubuhnya masih kalah dengan perih yang mencabik hatinya.

Dulu setiap kali datang bulan, Peter rela menunda semua pekerjaan hanya untuk menjaganya. Bahkan tuan muda yang biasanya tidak pernah masuk dapur pun mau turun tangan sendiri untuk membuatkan wedang jahe.

Sekarang, dirinya hanya meminta bantuan kecil pada Peter, malah dituduh punya maksud tersembunyi.

Jane mencibir dan melanjutkan, “Jangan kira aku nggak tahu apa yang kamu pikirkan?! Kamu begitu suka dengan Peter, hanya karena suamiku mirip dengannya, ‘kan? Suamimu sudah mati, jadi kamu mau rebut suamiku, ‘kan? Dengarkan baik-baik, jangan mimpi!”

Mendengar itu, Intan tidak tahu harus tertawa atau menangis.

Apapun itu, semuanya terasa menyedihkan.

Intan menyimpan semua ekspresinya dan tersenyum dingin, “Daripada sibuk khawatir suamimu akan direbut, lebih baik pikirkan cara untuk mempertahankan kandunganmu. Oh iya, aku yang meminta tolong Dokter Steve dengan koneksiku untuk kandunganmu. Kakak ipar, bukankah seharusnya kamu berterima kasih padaku?”

Jane tampak meremehkan, “Berterima kasih padamu? Untuk apa aku harus berterima kasih padamu? Itu karena suamiku sudah memberimu keuntungan, jadi kamu dengan berat hati harus mencarikan dokter itu!”

Intan sudah malas meladeni perdebatan konyol itu. Percuma bicara banyak dengan orang yang tidak tahu sopan santun.

Lagipula, Intan bukan melakukannya dengan tulus, melainkan karena dipaksa oleh mertua dan suaminya dengan dalih moralitas. Dia tidak butuh ucapan terima kasih dari Jane.

Intan pun berbalik hendak pergi, tapi suara teriakan Jane menahannya, “Intan! Berhenti kamu! Kakak iparmu sedang bicara, kamu harus dengarkan baik-baik! Kuperingatkan padamu, aku paling paham isi hati perempuan murahan sepertimu. Jangan pikir bisa berbuat licik saat aku hamil. Meskipun suamiku mirip dengan Peter, dia tetap bukan orang yang bisa kamu impikan. Kalau kamu berani merusak kebahagiaanku, sampai mati pun, aku nggak akan melepaskanmu!”

Intan hanya melirik dingin ke arah Jane yang sedang mengamuk, lalu mengangkat alisnya dan berkata, “Entah itu Peter atau John, aku nggak akan mau lagi. Mereka berdua sama-sama menjijikkan bagiku!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 10

    Jane yang sudah diuntungkan, tapi masih berlagak pura-pura polos.Namun, hanya Intan yang tahu, Jane tidak mungkin bisa mengambil keuntungan apapun dari dirinya.Sedih?Apa yang perlu dirinya sedihkan?Dirinya memang sudah mau meninggalkan tempat ini.Intan hanya menghabiskan beberapa menit untuk membereskan barangnya.Dia memang bukan tipe yang gila belanja, jadi barangnya tidak banyak. Sebagian besar barang berhubungan dengan Peter dan semuanya tidak ingin dia bawa.Peter melirik barang bawaannya, satu koper ukuran 18 inci pun belum terisi penuh. Peter agak khawatir dan bertanya, “Kamu mungkin perlu tinggal di Keluarga Pangestu sementara waktu, hanya bawa barang sedikit ini saja?”Di mata Jane, tindakan Intan berarti dia tidak ingin meninggalkan Keluarga Tanata dan hanya berencana untuk tinggal di Keluarga Pangestu selama beberapa hari, lalu kembali lagi.Jane pura-pura lemah dan bersandar di bahu Peter, “John, perut bagian bawahku sakit sekali!”Peter langsung mengalihkan pandangann

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 9

    Jane mengira Intan takut.Jika dia takut, tentu saja itu bagus.Namun, berjaga-jaga itu perlu. Jane juga bukan wanita yang polos. Dia memutuskan tidak kembali ke rumah sakit, melainkan istirahat di rumah saja.Seluruh Keluarga Tanata memperlakukannya bagaikan dewi.Dengan perbandingan itu, Intan pun jadi sosok yang tak dipedulikan siapapun.Namun, Intan tidak peduli. Bagaimanapun, dirinya juga akan segera pergi dari rumah ini.Dia hanya menunggu waktu keluarganya datang menjemput.Dulu, saat menikah, ayah dan ibunya mengantarkannya dengan senyuman lebar ke Keluarga Tanata. Jadi, saat pergi pun, dirinya tentu akan pergi dengan terang-terangan.Hanya saja, kabar ini sampai juga ke telinga Peter dan dia langsung panik.Dia berkali-kali bersembunyi maupun terang-terangan mencoba bicara dengan Intan.Sejak kejadian terakhir, Intan menghindarinya seperti menghindari wabah.Di mana Peter berada, Intan tidak akan datangi.Lagipula, dirinya akan pergi sebentar lagi, Intan tidak mau membuat mas

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 8

    Baru saja Intan selesai bicara, tangisan meraung kembali terdengar dari arah Jane.Peter panik, langsung menarik Jane ke pelukannya, lalu menatap Intan dengan wajah serius, “Intan! Kenapa kamu nggak pengertian sedikit pun? Kalau memang salah, sudah seharusnya minta maaf!”Intan mengerutkan keningnya, ternyata orang yang kehabisan kata-kata, terkadang benar-benar hanya bisa tersenyum.Intan menunjuk dirinya sendiri, “Aku nggak pengertian? Aku salah? Baiklah! Baiklah! Baiklah!”Intan mengulang kata baiklah sebanyak tiga kali, kemudian memaksakan diri berkata, “Semua ini salahku, puas? Sekarang, bisakah kalian keluar dari kamarku?” Fanny tampak tidak puas, “Intan, minta maaf itu harus dengan sikap yang baik, biar perasaan Jane lebih nyaman!”Peter juga mulai gelisah.Dia tidak menyangka Jane yang seharusnya di rumah sakit, bisa tiba-tiba pulang dan malah melihat pemandangan seperti ini.Jika bayi dalam kandungannya tidak bisa dipertahankan, semua yang telah dirinya lakukan sebulan lebih

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 7

    Jeritan kaget Jane membuat Fanny dan para pelayan Keluarga Tanata bergegas berdatangan, berkerumun di depan pintu kamar.Intan dicekik dan didorong ke ranjang oleh Jane yang sedang emosi. Rasa sesak semakin menekan dadanya. Dengan putus asa, Intan menatap ke arah Peter yang terdorong cukup jauh dan masih belum bereaksi.“To… long….”Suara yang lirih seperti bisikan nyamuk itu tidak membangunkan Peter.Untungnya, Fanny datang menerobos kerumunan. Intan mengira Fanny datang untuk menyelamatkan dirinya, tetapi dia salah.Kesalahannya cukup fatal.Sambil melindungi Jane dengan begitu hati-hati, Fanny berkata dengan penuh kasih sayang, “Jane, kandungannya masih nggak stabil, jangan sampai hal sepele begini kamu sampai keguguran!”Wajah Intan sudah memerah karena dicekik dan tenggorokannya tak bisa mengeluarkan suara apapun.Fanny hanya melindungi perut Jane dan menjaganya dengan sangat hati-hati, sama sekali tidak peduli dengan hidup mati Intan.Rasa sedih dan putus asa membanjiri hatinya.

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 6

    Sejak tahu bahwa Jane hamil, Peter begitu semangat sampai-sampai tak bisa tidur.Bagus!Bagus sekali!Sekarang, dia sudah meninggalkan keturunan untuk kakaknya, akhirnya dirinya bisa kembali ke sisi Intan!Karena khawatir dengan kondisi kandungan Jane, Fanny bersikeras menyuruh Jane tinggal di rumah sakit agar jika ada masalah bisa langsung mencari dokter.Jelas terlihat betapa Fanny sangat menantikan kelahiran anak dalam kandungan Jane.Rasa senang berlebihan terkadang membuat orang menjadi sombong. Hampir setiap hari di meja makan, Fanny bercerita dengan para pelayan, “Masakan ini buat lebih asam sedikit. Katanya kalau doyan asam berarti anak laki-laki, kalau doyan pedas berarti anak perempuan. Menantuku ini pasti mengandung anak laki-laki, soalnya selalu minta yang asam setiap hari. Nanti biar kubawakan ikan asam pedas ini untuknya.”Nyeri datang bulan Intan sangat parah. Belum makan banyak, perutnya sudah kembali sakit.Dia pun meletakkan sendoknya, “Kalian lanjut saja, aku nggak m

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 5

    Intan berjalan keluar dari kamar rawat Jane dengan menahan rasa sakit di perutnya.Begitu membuka pintu, dia langsung berpapasan dengan Peter yang berhati-hati membawa semangkuk sarang burung walet.Fanny juga mengikuti di belakang, di tangannya ada buah aprikot asam yang Jane minta.Mata Peter hanya tertuju pada Jane. Saat bergegas melewati Intan, Peter malah mendorongnya ke samping pintu.Dengan penuh perhatian, Peter melangkah ke arah Jane sambil berkata, “Makan dulu sarang burung walet ini, minggu depan aku suruh asisten ke Estia untuk beli lagi.”Jane yang tadinya marah, seketika menyingkirkan ekspresi kesalnya dan tersenyum manis pada Peter, “Sayang, kamu semakin baik padaku, aku bisa jadi terlalu manja nanti.”Peter duduk di samping ranjang, mengusap lembut kening Jane dengan tatapan penuh kasih, “Bodoh, kamu sedang hamil sekarang. Kalau aku nggak baik padamu, lalu siapa lagi?”Fanny melirik Intan dengan tidak senang dan berkata, “Intan, wajah apa itu? Kakak iparmu sedang hamil,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status