Share

Bab 3

Author: Bree
Peter merasa ada yang berbeda dari Intan hari ini.

Biasanya dia selalu terlihat lesu, tatapannya kosong tanpa semangat. Tapi hari ini, seolah ada duri yang menusuk dari dirinya.

Namun, Peter tak sempat memikirkan terlalu banyak. Yang terpenting sekarang adalah bayi dalam kandungan Jane!

Asal bayi itu bisa diselamatkan, dirinya bisa kembali ke sisi Intan dan mengakhiri semua kesalahan ini!

“Intan, salahku terlalu gegabah, aku mengakuinya! Tapi sekarang bukan waktunya membahas hal ini. Anggap saja aku memohon padamu, tolong bujuk Dokter Steve untuk turun tangan! Keluarga Pangestu pasti bisa melakukannya!”

Senyuman getir di bibir Intan tak juga surut.

Tiga tahun menikah dengan Peter, karena tak kunjung hamil, dirinya sudah bolak-balik mencari pengobatan. Saat itu, dirinya juga sempat ingin mencari Dokter Steve.

Hanya saja, utang yang paling sulit dibayar adalah utang budi.

Beberapa tahun belakangan, Keluarga Pangestu sudah terlalu banyak berhutang budi.

Intan tak tega membebani ayah dan ibunya. Meski sangat ingin memiliki anak dengan Peter, dirinya tak pernah meminta mereka mencari bantuan dengan Dokter Steve.

Dan Peter tahu itu semua.

Intan mengira semua ini karena Peter perhatian, sayang dan peduli padanya.

Hingga saat ini, barulah dirinya sadar semua rasa peduli itu hanyalah khayalannya sendiri.

Kini, demi menyelamatkan anak dalam kandungan Jane, dirinya dipaksa sedemikian rupa.

Melihat Intan tak juga menjawab, Peter mulai panik.

“Adik ipar, asal bayi di perut kakak iparmu bisa diselamatkan, Keluarga Tanata pasti akan mencarikan pengacara terbaik untuk ayahmu!”

Kali ini, Intan bukan hanya tersenyum getir, tapi tenggorokannya pun terasa pahit, seolah menelan akar koptis yang begitu pahit.

Masalah ayahnya, dia sudah berkali-kali memohon bantuan pada Peter.

Seluruh Keluarga Tanata selalu memberi jawaban yang mengambang.

Namun sekarang, hanya demi menyelamatkan bayi dalam kandungan Jane, Peter bisa dibilang melakukan segala cara.

Intan menggigit bibir, menggertak menjawab, “Baiklah!”

Dia pun menelepon ibunya.

Di balik telepon, ibunya juga langsung menyetujuinya.

Hal itu malah membuat hati Intan semakin pedih.

Padahal kondisi Keluarga Pangestu juga sangat sulit, tapi ibunya tetap khawatir dirinya tidak diperlakukan dengan baik di Keluarga Tanata.

Meskipun berat, ibunya tetap langsung mengiyakan.

Bahkan dengan nada seolah-olah mudah, ibunya balik menenangkan, “Intan, kalau ada apa-apa, langsung bilang saja. Jangan takut merepotkan kami, kami ini orang tuamu.”

Intan menahan rasa perih di matanya, takut membuat ibunya khawatir, tapi saat hendak menutup telepon, ibunya tetap saja menyadarinya.

“Intan, kamu kenapa? Nggak apa-apa, ‘kan?” tanya ibunya dengan cemas.

Intan tersenyum tipis, “Aku nggak apa-apa, Bu. Hanya lagi menstruasi, jadi perutku agak sakit.”

Intan buru-buru menutup telepon.

Dia tidak berbohong, dirinya memang sedang datang bulan. Rasa kram di perutnya begitu hebat, sampai harus berjongkok di lantai untuk mengurangi rasa sakitnya.

Saat dia berdiri lagi, orang-orang di sekitarnya sudah memandanginya dengan tatapan aneh.

Hari itu, Intan mengenakan celana jeans biru muda. Noda darah tampak jelas di bagian yang paling canggung.

Dengan menahan malu, dia merapat ke dinding dan berjalan ke kamar mandi.

Dia pun menelepon Peter.

“Bisa tolong belikan pembalut dan bawakan satu celana panjang untukku? Aku ada di kamar mandi wanita lantai UGD.”

Namun, bukannya peduli dengan keadaannya, Peter justru buru-buru bertanya, “Jane sangat nggak enak badan sekarang, bagaimana dengan Dokter Steve? Dia sudah setuju?”

Intan menahan sakit yang hampir membuatnya pingsan. Dia bersandar di dinding kamar mandi dan bibirnya sudah pucat.

“Dokter Steve sudah setuju. Sekarang, bisakah kamu belikan barang-barang ini untukku?” tanya Intan dengan sangat lemah.

Namun, dari balik telepon malah terdengar rengekan dramatis Jane, “Sayang, sakit sekali! Sakit sekali! Bayi kita nggak bisa diselamatkan, ya? Kalau begitu, aku juga nggak mau hidup lagi!”

Peter buru-buru menutup telepon. Sebelum telepon terputus, dia masih sempat berkata, “Emosi Jane nggak stabil sekarang. Jangan ganggu aku dengan masalah kecilmu itu! Cari cara sendiri saja!”

Menatap layar telepon yang sudah terputus, Intan hanya bisa tersenyum getir. Hanya karena Jane berkata nggak mau hidup lagi, semua urusan dirinya menjadi masalah kecil yang tak penting?

Padahal orang yang benar-benar tidak ingin hidup, tidak akan mengatakannya berulang kali.

Seperti Intan dulu, saat menerima kabar kematian suaminya, selama sebulan lebih dirinya bahkan tak ingin berbicara, mana sempat menunjukkannya pada orang lain?

Intan teringat awal-awal berkenalan dengan Peter. Dirinya memiliki kulit yang sensitif, sering alergi dengan pembalut berbagai merek. Setiap kali dirinya menstruasi, Peter selalu keliling toko demi mencarikan merek khusus yang bisa dia pakai.

Kini, Intan bahkan tak sanggup berdiri, dia hanya bisa duduk lemah di atas toilet. Wajahnya terlihat pucat, tapi tatapannya tetap teguh. Dia pun menelepon ibunya lagi, “Bu, tolong segera pastikan pernikahanku!”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 10

    Jane yang sudah diuntungkan, tapi masih berlagak pura-pura polos.Namun, hanya Intan yang tahu, Jane tidak mungkin bisa mengambil keuntungan apapun dari dirinya.Sedih?Apa yang perlu dirinya sedihkan?Dirinya memang sudah mau meninggalkan tempat ini.Intan hanya menghabiskan beberapa menit untuk membereskan barangnya.Dia memang bukan tipe yang gila belanja, jadi barangnya tidak banyak. Sebagian besar barang berhubungan dengan Peter dan semuanya tidak ingin dia bawa.Peter melirik barang bawaannya, satu koper ukuran 18 inci pun belum terisi penuh. Peter agak khawatir dan bertanya, “Kamu mungkin perlu tinggal di Keluarga Pangestu sementara waktu, hanya bawa barang sedikit ini saja?”Di mata Jane, tindakan Intan berarti dia tidak ingin meninggalkan Keluarga Tanata dan hanya berencana untuk tinggal di Keluarga Pangestu selama beberapa hari, lalu kembali lagi.Jane pura-pura lemah dan bersandar di bahu Peter, “John, perut bagian bawahku sakit sekali!”Peter langsung mengalihkan pandangann

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 9

    Jane mengira Intan takut.Jika dia takut, tentu saja itu bagus.Namun, berjaga-jaga itu perlu. Jane juga bukan wanita yang polos. Dia memutuskan tidak kembali ke rumah sakit, melainkan istirahat di rumah saja.Seluruh Keluarga Tanata memperlakukannya bagaikan dewi.Dengan perbandingan itu, Intan pun jadi sosok yang tak dipedulikan siapapun.Namun, Intan tidak peduli. Bagaimanapun, dirinya juga akan segera pergi dari rumah ini.Dia hanya menunggu waktu keluarganya datang menjemput.Dulu, saat menikah, ayah dan ibunya mengantarkannya dengan senyuman lebar ke Keluarga Tanata. Jadi, saat pergi pun, dirinya tentu akan pergi dengan terang-terangan.Hanya saja, kabar ini sampai juga ke telinga Peter dan dia langsung panik.Dia berkali-kali bersembunyi maupun terang-terangan mencoba bicara dengan Intan.Sejak kejadian terakhir, Intan menghindarinya seperti menghindari wabah.Di mana Peter berada, Intan tidak akan datangi.Lagipula, dirinya akan pergi sebentar lagi, Intan tidak mau membuat mas

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 8

    Baru saja Intan selesai bicara, tangisan meraung kembali terdengar dari arah Jane.Peter panik, langsung menarik Jane ke pelukannya, lalu menatap Intan dengan wajah serius, “Intan! Kenapa kamu nggak pengertian sedikit pun? Kalau memang salah, sudah seharusnya minta maaf!”Intan mengerutkan keningnya, ternyata orang yang kehabisan kata-kata, terkadang benar-benar hanya bisa tersenyum.Intan menunjuk dirinya sendiri, “Aku nggak pengertian? Aku salah? Baiklah! Baiklah! Baiklah!”Intan mengulang kata baiklah sebanyak tiga kali, kemudian memaksakan diri berkata, “Semua ini salahku, puas? Sekarang, bisakah kalian keluar dari kamarku?” Fanny tampak tidak puas, “Intan, minta maaf itu harus dengan sikap yang baik, biar perasaan Jane lebih nyaman!”Peter juga mulai gelisah.Dia tidak menyangka Jane yang seharusnya di rumah sakit, bisa tiba-tiba pulang dan malah melihat pemandangan seperti ini.Jika bayi dalam kandungannya tidak bisa dipertahankan, semua yang telah dirinya lakukan sebulan lebih

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 7

    Jeritan kaget Jane membuat Fanny dan para pelayan Keluarga Tanata bergegas berdatangan, berkerumun di depan pintu kamar.Intan dicekik dan didorong ke ranjang oleh Jane yang sedang emosi. Rasa sesak semakin menekan dadanya. Dengan putus asa, Intan menatap ke arah Peter yang terdorong cukup jauh dan masih belum bereaksi.“To… long….”Suara yang lirih seperti bisikan nyamuk itu tidak membangunkan Peter.Untungnya, Fanny datang menerobos kerumunan. Intan mengira Fanny datang untuk menyelamatkan dirinya, tetapi dia salah.Kesalahannya cukup fatal.Sambil melindungi Jane dengan begitu hati-hati, Fanny berkata dengan penuh kasih sayang, “Jane, kandungannya masih nggak stabil, jangan sampai hal sepele begini kamu sampai keguguran!”Wajah Intan sudah memerah karena dicekik dan tenggorokannya tak bisa mengeluarkan suara apapun.Fanny hanya melindungi perut Jane dan menjaganya dengan sangat hati-hati, sama sekali tidak peduli dengan hidup mati Intan.Rasa sedih dan putus asa membanjiri hatinya.

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 6

    Sejak tahu bahwa Jane hamil, Peter begitu semangat sampai-sampai tak bisa tidur.Bagus!Bagus sekali!Sekarang, dia sudah meninggalkan keturunan untuk kakaknya, akhirnya dirinya bisa kembali ke sisi Intan!Karena khawatir dengan kondisi kandungan Jane, Fanny bersikeras menyuruh Jane tinggal di rumah sakit agar jika ada masalah bisa langsung mencari dokter.Jelas terlihat betapa Fanny sangat menantikan kelahiran anak dalam kandungan Jane.Rasa senang berlebihan terkadang membuat orang menjadi sombong. Hampir setiap hari di meja makan, Fanny bercerita dengan para pelayan, “Masakan ini buat lebih asam sedikit. Katanya kalau doyan asam berarti anak laki-laki, kalau doyan pedas berarti anak perempuan. Menantuku ini pasti mengandung anak laki-laki, soalnya selalu minta yang asam setiap hari. Nanti biar kubawakan ikan asam pedas ini untuknya.”Nyeri datang bulan Intan sangat parah. Belum makan banyak, perutnya sudah kembali sakit.Dia pun meletakkan sendoknya, “Kalian lanjut saja, aku nggak m

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 5

    Intan berjalan keluar dari kamar rawat Jane dengan menahan rasa sakit di perutnya.Begitu membuka pintu, dia langsung berpapasan dengan Peter yang berhati-hati membawa semangkuk sarang burung walet.Fanny juga mengikuti di belakang, di tangannya ada buah aprikot asam yang Jane minta.Mata Peter hanya tertuju pada Jane. Saat bergegas melewati Intan, Peter malah mendorongnya ke samping pintu.Dengan penuh perhatian, Peter melangkah ke arah Jane sambil berkata, “Makan dulu sarang burung walet ini, minggu depan aku suruh asisten ke Estia untuk beli lagi.”Jane yang tadinya marah, seketika menyingkirkan ekspresi kesalnya dan tersenyum manis pada Peter, “Sayang, kamu semakin baik padaku, aku bisa jadi terlalu manja nanti.”Peter duduk di samping ranjang, mengusap lembut kening Jane dengan tatapan penuh kasih, “Bodoh, kamu sedang hamil sekarang. Kalau aku nggak baik padamu, lalu siapa lagi?”Fanny melirik Intan dengan tidak senang dan berkata, “Intan, wajah apa itu? Kakak iparmu sedang hamil,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status