Share

Bab 7

Author: Bree
Jeritan kaget Jane membuat Fanny dan para pelayan Keluarga Tanata bergegas berdatangan, berkerumun di depan pintu kamar.

Intan dicekik dan didorong ke ranjang oleh Jane yang sedang emosi. Rasa sesak semakin menekan dadanya. Dengan putus asa, Intan menatap ke arah Peter yang terdorong cukup jauh dan masih belum bereaksi.

“To… long….”

Suara yang lirih seperti bisikan nyamuk itu tidak membangunkan Peter.

Untungnya, Fanny datang menerobos kerumunan. Intan mengira Fanny datang untuk menyelamatkan dirinya, tetapi dia salah.

Kesalahannya cukup fatal.

Sambil melindungi Jane dengan begitu hati-hati, Fanny berkata dengan penuh kasih sayang, “Jane, kandungannya masih nggak stabil, jangan sampai hal sepele begini kamu sampai keguguran!”

Wajah Intan sudah memerah karena dicekik dan tenggorokannya tak bisa mengeluarkan suara apapun.

Fanny hanya melindungi perut Jane dan menjaganya dengan sangat hati-hati, sama sekali tidak peduli dengan hidup mati Intan.

Rasa sedih dan putus asa membanjiri hatinya.

Tepat saat Intan mengira dirinya akan pingsan, Peter yang telah tersadar kembali, akhirnya bereaksi dan menarik Jane dari ranjang.

Dia memeluk Jane erat-erat, seolah takut sesuatu terjadi pada bayi dalam kandungannya.

Fanny juga mengikuti di samping, menatap Jane dengan khawatir dan menyuruhnya duduk di kursi.

Dengan panik, dia bertanya, “Jane, kamu baik-baik saja? Perutmu nggak sakit, ‘kan?”

Intan terengah-engah lemah dan menatap Peter dengan sorot mata sayu.

Namun, perhatian Peter sepenuhnya tertuju pada Jane.

Ucapan Fanny seakan menyadarkan Peter, dia langsung menatap Jane dengan cemas, “Jane, kamu nggak apa-apa, ‘kan?”

Mata bulat Jane membelalak, dengan wajah penuh emosi menunjuk Intan, “Beraninya menggoda kakak iparmu? Aku belum pernah melihat perempuan yang begitu nggak tahu malu! Kalau sampai sesuatu terjadi pada bayi dalam kandunganku, semua itu gara-gara kamu!”

Sambil bicara, Jane malah menangis dan masuk ke dalam pelukan Peter.

Tangisannya begitu memilukan dan sangat sedih.

Para pelayan yang mengawasi di luar kamar tidur berbisik-bisik, semuanya menghujat Intan.

“Bisa-bisanya Bu Intan melakukan hal yang begitu nggak bermoral? Padahal dulu aku mengira dia sangat setia pada Pak Peter!”

“Jasad Pak Peter bahkan masih utuh, bisa-bisanya dia melakukan hal seperti ini?”

Fanny bangkit dan mengusir para pelayan yang menonton di luar kamar tidur, “Apa lihat-lihat? Kalian digaji untuk bekerja, kok semuanya begitu santai?”

Para pelayan pun bubar.

Akhirnya, suasana di dalam dan di luar kamar menjadi tenang.

Hanya tangisan sedih Jane yang terdengar sangat menusuk telinga.

Mungkin karena lelah menangis, Jane mendongak dan menatap Peter dengan tatapan menyedihkan, “John, dia yang menggoda kamu, ‘kan?”

Melihat mata Jane yang memerah karena menangis, Peter merasa sakit di hatinya.

Sekarang Jane akhirnya mengandung anaknya, selama bayinya lahir dengan selamat, dirinya baru bisa mengakhiri semua ini dan kembali ke sisi Intan.

Jadi, saat ini tidak boleh terjadi masalah sedikit pun.

Peter menepuk-nepuk bahu Jane dan menenangkan, “Jane, jangan marah. Adik ipar hanya mabuk dan terlalu merindukan Peter, jadi salah mengenali orang.”

Intan menggertakkan gigi dan tertawa pelan, lalu menatap Peter yang sibuk menenangkan Jane.

Dirinya mabuk?

Dirinya salah mengenali orang?

Meski Peter sudah menjelaskannya, Jane tetap menyimpan amarah. Dia menoleh melihat ibu mertua yang selalu membelanya, lalu dengan nada kasihan berkata, “Bu, aku sudah susah payah mengandung anak ini, tapi ada saja orang yang berniat jahat. Kalau sampai terjadi sesuatu pada bayi ini, salahkan saja orang yang membuat masalah.”

Sambil bicara begitu, Jane sengaja melirik Intan yang masih terbaring di ranjang.

Fanny cukup pandai membaca situasi. Dia tahu cara menenangkan hati Jane.

Dia menyilangkan tangan dan menatap Intan dengan tidak senang, “Intan, kakak iparmu bukan orang yang kecil hati, cepat berdiri dan minta maaf padanya, maka masalah ini akan dianggap selesai!”

Intan memaksa dirinya untuk duduk. Bibirnya pucat, tapi wibawanya tidak surut sama sekali.

Dia terkekeh pelan, “Aku? Minta maaf padanya?”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 10

    Jane yang sudah diuntungkan, tapi masih berlagak pura-pura polos.Namun, hanya Intan yang tahu, Jane tidak mungkin bisa mengambil keuntungan apapun dari dirinya.Sedih?Apa yang perlu dirinya sedihkan?Dirinya memang sudah mau meninggalkan tempat ini.Intan hanya menghabiskan beberapa menit untuk membereskan barangnya.Dia memang bukan tipe yang gila belanja, jadi barangnya tidak banyak. Sebagian besar barang berhubungan dengan Peter dan semuanya tidak ingin dia bawa.Peter melirik barang bawaannya, satu koper ukuran 18 inci pun belum terisi penuh. Peter agak khawatir dan bertanya, “Kamu mungkin perlu tinggal di Keluarga Pangestu sementara waktu, hanya bawa barang sedikit ini saja?”Di mata Jane, tindakan Intan berarti dia tidak ingin meninggalkan Keluarga Tanata dan hanya berencana untuk tinggal di Keluarga Pangestu selama beberapa hari, lalu kembali lagi.Jane pura-pura lemah dan bersandar di bahu Peter, “John, perut bagian bawahku sakit sekali!”Peter langsung mengalihkan pandangann

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 9

    Jane mengira Intan takut.Jika dia takut, tentu saja itu bagus.Namun, berjaga-jaga itu perlu. Jane juga bukan wanita yang polos. Dia memutuskan tidak kembali ke rumah sakit, melainkan istirahat di rumah saja.Seluruh Keluarga Tanata memperlakukannya bagaikan dewi.Dengan perbandingan itu, Intan pun jadi sosok yang tak dipedulikan siapapun.Namun, Intan tidak peduli. Bagaimanapun, dirinya juga akan segera pergi dari rumah ini.Dia hanya menunggu waktu keluarganya datang menjemput.Dulu, saat menikah, ayah dan ibunya mengantarkannya dengan senyuman lebar ke Keluarga Tanata. Jadi, saat pergi pun, dirinya tentu akan pergi dengan terang-terangan.Hanya saja, kabar ini sampai juga ke telinga Peter dan dia langsung panik.Dia berkali-kali bersembunyi maupun terang-terangan mencoba bicara dengan Intan.Sejak kejadian terakhir, Intan menghindarinya seperti menghindari wabah.Di mana Peter berada, Intan tidak akan datangi.Lagipula, dirinya akan pergi sebentar lagi, Intan tidak mau membuat mas

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 8

    Baru saja Intan selesai bicara, tangisan meraung kembali terdengar dari arah Jane.Peter panik, langsung menarik Jane ke pelukannya, lalu menatap Intan dengan wajah serius, “Intan! Kenapa kamu nggak pengertian sedikit pun? Kalau memang salah, sudah seharusnya minta maaf!”Intan mengerutkan keningnya, ternyata orang yang kehabisan kata-kata, terkadang benar-benar hanya bisa tersenyum.Intan menunjuk dirinya sendiri, “Aku nggak pengertian? Aku salah? Baiklah! Baiklah! Baiklah!”Intan mengulang kata baiklah sebanyak tiga kali, kemudian memaksakan diri berkata, “Semua ini salahku, puas? Sekarang, bisakah kalian keluar dari kamarku?” Fanny tampak tidak puas, “Intan, minta maaf itu harus dengan sikap yang baik, biar perasaan Jane lebih nyaman!”Peter juga mulai gelisah.Dia tidak menyangka Jane yang seharusnya di rumah sakit, bisa tiba-tiba pulang dan malah melihat pemandangan seperti ini.Jika bayi dalam kandungannya tidak bisa dipertahankan, semua yang telah dirinya lakukan sebulan lebih

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 7

    Jeritan kaget Jane membuat Fanny dan para pelayan Keluarga Tanata bergegas berdatangan, berkerumun di depan pintu kamar.Intan dicekik dan didorong ke ranjang oleh Jane yang sedang emosi. Rasa sesak semakin menekan dadanya. Dengan putus asa, Intan menatap ke arah Peter yang terdorong cukup jauh dan masih belum bereaksi.“To… long….”Suara yang lirih seperti bisikan nyamuk itu tidak membangunkan Peter.Untungnya, Fanny datang menerobos kerumunan. Intan mengira Fanny datang untuk menyelamatkan dirinya, tetapi dia salah.Kesalahannya cukup fatal.Sambil melindungi Jane dengan begitu hati-hati, Fanny berkata dengan penuh kasih sayang, “Jane, kandungannya masih nggak stabil, jangan sampai hal sepele begini kamu sampai keguguran!”Wajah Intan sudah memerah karena dicekik dan tenggorokannya tak bisa mengeluarkan suara apapun.Fanny hanya melindungi perut Jane dan menjaganya dengan sangat hati-hati, sama sekali tidak peduli dengan hidup mati Intan.Rasa sedih dan putus asa membanjiri hatinya.

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 6

    Sejak tahu bahwa Jane hamil, Peter begitu semangat sampai-sampai tak bisa tidur.Bagus!Bagus sekali!Sekarang, dia sudah meninggalkan keturunan untuk kakaknya, akhirnya dirinya bisa kembali ke sisi Intan!Karena khawatir dengan kondisi kandungan Jane, Fanny bersikeras menyuruh Jane tinggal di rumah sakit agar jika ada masalah bisa langsung mencari dokter.Jelas terlihat betapa Fanny sangat menantikan kelahiran anak dalam kandungan Jane.Rasa senang berlebihan terkadang membuat orang menjadi sombong. Hampir setiap hari di meja makan, Fanny bercerita dengan para pelayan, “Masakan ini buat lebih asam sedikit. Katanya kalau doyan asam berarti anak laki-laki, kalau doyan pedas berarti anak perempuan. Menantuku ini pasti mengandung anak laki-laki, soalnya selalu minta yang asam setiap hari. Nanti biar kubawakan ikan asam pedas ini untuknya.”Nyeri datang bulan Intan sangat parah. Belum makan banyak, perutnya sudah kembali sakit.Dia pun meletakkan sendoknya, “Kalian lanjut saja, aku nggak m

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 5

    Intan berjalan keluar dari kamar rawat Jane dengan menahan rasa sakit di perutnya.Begitu membuka pintu, dia langsung berpapasan dengan Peter yang berhati-hati membawa semangkuk sarang burung walet.Fanny juga mengikuti di belakang, di tangannya ada buah aprikot asam yang Jane minta.Mata Peter hanya tertuju pada Jane. Saat bergegas melewati Intan, Peter malah mendorongnya ke samping pintu.Dengan penuh perhatian, Peter melangkah ke arah Jane sambil berkata, “Makan dulu sarang burung walet ini, minggu depan aku suruh asisten ke Estia untuk beli lagi.”Jane yang tadinya marah, seketika menyingkirkan ekspresi kesalnya dan tersenyum manis pada Peter, “Sayang, kamu semakin baik padaku, aku bisa jadi terlalu manja nanti.”Peter duduk di samping ranjang, mengusap lembut kening Jane dengan tatapan penuh kasih, “Bodoh, kamu sedang hamil sekarang. Kalau aku nggak baik padamu, lalu siapa lagi?”Fanny melirik Intan dengan tidak senang dan berkata, “Intan, wajah apa itu? Kakak iparmu sedang hamil,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status