Share

Bab 5

Author: Bree
Intan berjalan keluar dari kamar rawat Jane dengan menahan rasa sakit di perutnya.

Begitu membuka pintu, dia langsung berpapasan dengan Peter yang berhati-hati membawa semangkuk sarang burung walet.

Fanny juga mengikuti di belakang, di tangannya ada buah aprikot asam yang Jane minta.

Mata Peter hanya tertuju pada Jane. Saat bergegas melewati Intan, Peter malah mendorongnya ke samping pintu.

Dengan penuh perhatian, Peter melangkah ke arah Jane sambil berkata, “Makan dulu sarang burung walet ini, minggu depan aku suruh asisten ke Estia untuk beli lagi.”

Jane yang tadinya marah, seketika menyingkirkan ekspresi kesalnya dan tersenyum manis pada Peter, “Sayang, kamu semakin baik padaku, aku bisa jadi terlalu manja nanti.”

Peter duduk di samping ranjang, mengusap lembut kening Jane dengan tatapan penuh kasih, “Bodoh, kamu sedang hamil sekarang. Kalau aku nggak baik padamu, lalu siapa lagi?”

Fanny melirik Intan dengan tidak senang dan berkata, “Intan, wajah apa itu? Kakak iparmu sedang hamil, bukannya seharusnya kamu ikut senang?”

Mungkin Fanny memang sudah sejak awal menyimpan kesal pada Intan.

Intan dan Peter sudah lama berusaha menginginkan seorang anak. Tak jarang Fanny menyarankan agar Intan pergi memeriksakan diri ke Dokter Steve, tapi Intan selalu menolak. Lama-kelamaan, Fanny pun merasa menantunya ini memang sengaja ingin menikmati dunia berdua, tanpa memikirkan keturunan Keluarga Tanata yang semakin sedikit!

Rasa sakit perut Intan membuatnya hampir tak bisa berbicara.

Dia bersandar pada dinding, keringat dingin mengalir deras di dahinya hingga membasahi pakaiannya.

Namun, di mata Fanny, Intan malah dianggap iri dan dengki.

Ayam betina yang tak bisa bertelur saja sudah menyebalkan, masih berani iri hati dan dengki?

Dirinya sendiri tak bisa melahirkan dan malah tak rela kakak iparnya yang melahirkan?

Intan yang berpegangan pada dinding jelas melihat tatapan Peter yang sempat meliriknya.

Dia tak percaya Peter tidak tahu apa yang sebenarnya dirinya alami.

Namun, Peter malah memilih diam.

Intan mengerutkan keningnya dan menjawab, “Aku agak nggak enak badan.”

Fanny meletakkan buah aprikot di samping ranjang dengan raut wajah kesal. Dia yakin Intan hanya menggunakan alasan tidak enak badan karena iri dan dengki.

Sambil melambaikan tangan, dia berkata, “Sudahlah, kamu pulang saja! Jangan sampai mengganggu suasana hati Jane. Yang terpenting bagi Keluarga Tanata sekarang adalah menjaga baik-baik bayi berharga ini!”

Jane diam-diam melirik Intan dengan tatapan penuh tantangan dan penuh kemenangan, tatapannya seolah berkata, lihatlah, bagi keluarga Tanata, akulah harta berharga yang harus dijaga baik-baik, nggak ada seorang pun yang peduli pada hidup dan matimu.

Setibanya di rumah, hal pertama yang dilakukan Intan adalah menelepon ibunya.

Dia berdiri di balkon kamar, di sana ada kursi kayu dan papan Lukis.

Dulu, Intan kuliah jurusan seni. Setelah menikah, dirinya menjadi ibu rumah tangga penuh waktu. Sesekali saat suasana hatinya baik, Peter akan menemaninya melukis di balkon itu.

Tempat yang penuh kenangan manis dulu, sekarang terasa sangat menusuk hati.

Dengan ponsel yang ditempelkan erat di telinganya, Intan berkata dengan nada ringan, “Bu, minggu ini jemput saja aku ke rumah. Peter sudah mati, aku tak pantas terus tinggal di Keluarga Tanata.”

Sebenarnya, sejak lama Grace sudah ingin menjemput Intan pulang, hanya saja dia khawatir putrinya masih terlalu merindukan Peter. Dengan tinggal di Keluarga Tanata, setidaknya ada sesuatu yang bisa menenangkan hatinya.

Kini, putrinya yang meminta sendiri, tentu saja Grace sangat bahagia, “Pulang! Pulang saja ke rumah dan putuskan semua hubungan dengan Keluarga Tanata. Kenal dengan orang baru dan mulai hidup yang baru. Ibu bakal jemput kamu minggu ini!”

Namun, tiba-tiba suara Grace menjadi agak murung, “Intan, Keluarga Tanata tadi menelepon soal kasus ayahmu. Katanya mereka sudah siapkan pengacara hebat. Keluarga Tanata nggak sebaik Peter, kita jangan sampai tergoda dengan keuntungan itu. Jangan sampai kamu makin tertekan dan nggak bisa angkat kepala di depan mereka….”

Intan menatap pemandangan di depan balkon, sambil berpegangan pada pagar, dia menjawab, “Bu, sebenarnya Peter juga bukan orang sebaik itu.”

Grace tidak mengerti maksudnya.

Di matanya, putrinya itu mencintai Peter dengan sepenuh hati.

Meskipun Peter sudah meninggal sekarang, mana mungkin dia tega merendahkan suaminya?

Mendengar suara ibunya yang bingung, Intan hanya tersenyum dan melanjutkan, “Nggak apa-apa, Bu. Apapun yang Keluarga Tanata berikan, itu pasti ada gantinya. Kita terima saja.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 10

    Jane yang sudah diuntungkan, tapi masih berlagak pura-pura polos.Namun, hanya Intan yang tahu, Jane tidak mungkin bisa mengambil keuntungan apapun dari dirinya.Sedih?Apa yang perlu dirinya sedihkan?Dirinya memang sudah mau meninggalkan tempat ini.Intan hanya menghabiskan beberapa menit untuk membereskan barangnya.Dia memang bukan tipe yang gila belanja, jadi barangnya tidak banyak. Sebagian besar barang berhubungan dengan Peter dan semuanya tidak ingin dia bawa.Peter melirik barang bawaannya, satu koper ukuran 18 inci pun belum terisi penuh. Peter agak khawatir dan bertanya, “Kamu mungkin perlu tinggal di Keluarga Pangestu sementara waktu, hanya bawa barang sedikit ini saja?”Di mata Jane, tindakan Intan berarti dia tidak ingin meninggalkan Keluarga Tanata dan hanya berencana untuk tinggal di Keluarga Pangestu selama beberapa hari, lalu kembali lagi.Jane pura-pura lemah dan bersandar di bahu Peter, “John, perut bagian bawahku sakit sekali!”Peter langsung mengalihkan pandangann

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 9

    Jane mengira Intan takut.Jika dia takut, tentu saja itu bagus.Namun, berjaga-jaga itu perlu. Jane juga bukan wanita yang polos. Dia memutuskan tidak kembali ke rumah sakit, melainkan istirahat di rumah saja.Seluruh Keluarga Tanata memperlakukannya bagaikan dewi.Dengan perbandingan itu, Intan pun jadi sosok yang tak dipedulikan siapapun.Namun, Intan tidak peduli. Bagaimanapun, dirinya juga akan segera pergi dari rumah ini.Dia hanya menunggu waktu keluarganya datang menjemput.Dulu, saat menikah, ayah dan ibunya mengantarkannya dengan senyuman lebar ke Keluarga Tanata. Jadi, saat pergi pun, dirinya tentu akan pergi dengan terang-terangan.Hanya saja, kabar ini sampai juga ke telinga Peter dan dia langsung panik.Dia berkali-kali bersembunyi maupun terang-terangan mencoba bicara dengan Intan.Sejak kejadian terakhir, Intan menghindarinya seperti menghindari wabah.Di mana Peter berada, Intan tidak akan datangi.Lagipula, dirinya akan pergi sebentar lagi, Intan tidak mau membuat mas

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 8

    Baru saja Intan selesai bicara, tangisan meraung kembali terdengar dari arah Jane.Peter panik, langsung menarik Jane ke pelukannya, lalu menatap Intan dengan wajah serius, “Intan! Kenapa kamu nggak pengertian sedikit pun? Kalau memang salah, sudah seharusnya minta maaf!”Intan mengerutkan keningnya, ternyata orang yang kehabisan kata-kata, terkadang benar-benar hanya bisa tersenyum.Intan menunjuk dirinya sendiri, “Aku nggak pengertian? Aku salah? Baiklah! Baiklah! Baiklah!”Intan mengulang kata baiklah sebanyak tiga kali, kemudian memaksakan diri berkata, “Semua ini salahku, puas? Sekarang, bisakah kalian keluar dari kamarku?” Fanny tampak tidak puas, “Intan, minta maaf itu harus dengan sikap yang baik, biar perasaan Jane lebih nyaman!”Peter juga mulai gelisah.Dia tidak menyangka Jane yang seharusnya di rumah sakit, bisa tiba-tiba pulang dan malah melihat pemandangan seperti ini.Jika bayi dalam kandungannya tidak bisa dipertahankan, semua yang telah dirinya lakukan sebulan lebih

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 7

    Jeritan kaget Jane membuat Fanny dan para pelayan Keluarga Tanata bergegas berdatangan, berkerumun di depan pintu kamar.Intan dicekik dan didorong ke ranjang oleh Jane yang sedang emosi. Rasa sesak semakin menekan dadanya. Dengan putus asa, Intan menatap ke arah Peter yang terdorong cukup jauh dan masih belum bereaksi.“To… long….”Suara yang lirih seperti bisikan nyamuk itu tidak membangunkan Peter.Untungnya, Fanny datang menerobos kerumunan. Intan mengira Fanny datang untuk menyelamatkan dirinya, tetapi dia salah.Kesalahannya cukup fatal.Sambil melindungi Jane dengan begitu hati-hati, Fanny berkata dengan penuh kasih sayang, “Jane, kandungannya masih nggak stabil, jangan sampai hal sepele begini kamu sampai keguguran!”Wajah Intan sudah memerah karena dicekik dan tenggorokannya tak bisa mengeluarkan suara apapun.Fanny hanya melindungi perut Jane dan menjaganya dengan sangat hati-hati, sama sekali tidak peduli dengan hidup mati Intan.Rasa sedih dan putus asa membanjiri hatinya.

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 6

    Sejak tahu bahwa Jane hamil, Peter begitu semangat sampai-sampai tak bisa tidur.Bagus!Bagus sekali!Sekarang, dia sudah meninggalkan keturunan untuk kakaknya, akhirnya dirinya bisa kembali ke sisi Intan!Karena khawatir dengan kondisi kandungan Jane, Fanny bersikeras menyuruh Jane tinggal di rumah sakit agar jika ada masalah bisa langsung mencari dokter.Jelas terlihat betapa Fanny sangat menantikan kelahiran anak dalam kandungan Jane.Rasa senang berlebihan terkadang membuat orang menjadi sombong. Hampir setiap hari di meja makan, Fanny bercerita dengan para pelayan, “Masakan ini buat lebih asam sedikit. Katanya kalau doyan asam berarti anak laki-laki, kalau doyan pedas berarti anak perempuan. Menantuku ini pasti mengandung anak laki-laki, soalnya selalu minta yang asam setiap hari. Nanti biar kubawakan ikan asam pedas ini untuknya.”Nyeri datang bulan Intan sangat parah. Belum makan banyak, perutnya sudah kembali sakit.Dia pun meletakkan sendoknya, “Kalian lanjut saja, aku nggak m

  • Suamiku Pura-Pura Mati, Bos Besar Malah Mengejarku   Bab 5

    Intan berjalan keluar dari kamar rawat Jane dengan menahan rasa sakit di perutnya.Begitu membuka pintu, dia langsung berpapasan dengan Peter yang berhati-hati membawa semangkuk sarang burung walet.Fanny juga mengikuti di belakang, di tangannya ada buah aprikot asam yang Jane minta.Mata Peter hanya tertuju pada Jane. Saat bergegas melewati Intan, Peter malah mendorongnya ke samping pintu.Dengan penuh perhatian, Peter melangkah ke arah Jane sambil berkata, “Makan dulu sarang burung walet ini, minggu depan aku suruh asisten ke Estia untuk beli lagi.”Jane yang tadinya marah, seketika menyingkirkan ekspresi kesalnya dan tersenyum manis pada Peter, “Sayang, kamu semakin baik padaku, aku bisa jadi terlalu manja nanti.”Peter duduk di samping ranjang, mengusap lembut kening Jane dengan tatapan penuh kasih, “Bodoh, kamu sedang hamil sekarang. Kalau aku nggak baik padamu, lalu siapa lagi?”Fanny melirik Intan dengan tidak senang dan berkata, “Intan, wajah apa itu? Kakak iparmu sedang hamil,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status