Share

Suara Desahan di Kamar Anakku
Suara Desahan di Kamar Anakku
Penulis: Miss_Pupu

1 Suara Desahan

"Ah ..."

Malam yang sudah larut saat jarum pada benda bundar yang menempel di dinding menunjukan pukul dua belas malam aku keluar dari kamar karena kehausan.

Bulu kudukku tiba-tiba merinding saat aku berjalan melewati kamar Rani. Suara desahan keluar dari dalam ruangan itu. Suara siapa?

Aku mengusap pundakku. Merasa ada yang aneh. Mana malam ini suamiku tak pulang karena harus lembur.

Dengan rasa takut dan penasaran di dalam dadaku, segera ku tempelkan telinga ini pada pintu kamar Rani. Aku yakin suaranya dari dalam kamar Rani, Anakku. Gadis berusia tujuh belas tahun itu pasti sudah tidur. Lalu, suara siapa itu?

"Hmm ..."

Lagi-lagi suara-suara aneh itu mendebarkan jantungku. Aku yakin kalau itu suara Rani. Aku sangat yakin, itu suara putri tunggalku. Mengapa harus mendesah di malam yang sudah selarut ini? Sedang apa dia di dalam kamarnya?

Aku menelan saliva dengan cemas. Segera ku ketuk pintu kamar Rani dengan kencang dan memanggilnya.

"Rani! Buka pintunya!"

Tak ada jawaban dari dalam kamar Rani. Suara desahan tadi bahkan menghilang begitu saja. Sepi dan sunyi. Merasa tak ada balasan dari sang pemilik kamar, aku pun segera mengetuk pintu kembali bahkan kali ini lebih keras.

"Rani! Buka pintunya!"

Aku tak gentar, aku terus mengetuk pintu kamar Rani dengan keras. Aku merasa cemas. Khawatir sesuatu terjadi pada anak gadisku. Dia adalah anak satu-satunya yang aku miliki karena sampai saat ini aku belum juga dikaruniai anak atas pernikahanku dengan Mas Fery.

Rasa khawatir ini bahkan tak mau berhenti saat Rani masih saja tak membuka pintu kamarnya. Aku terus saja mengetuk pintu kamar Rani dengan keras. Setelah beberapa menit berlalu akhirnya Rani membuka pintu dengan kelopak mata yang masih menyipit. Sepertinya baru saja bangun tidur. Bajunya pun acak-acakan.

"Ada apa sih, Mah? Ganggu saja malam-malam begini!" Rani tampak marah. Ia berkata dengan nada suara yang sedikit tinggi dariku. Ia juga terlihat mengucek-ucek kelopak matanya dengan jemari tangan.

"Kamu lagi ngapain di dalam?" Aku bertanya seraya berusaha menerobos masuk ke dalam kamar Rani, namun dihalangi olehnya.

"Mamah mau kemana sih? Main nyelonong saja. Tidak sopan, Mah!" Rani menghalangi jalanku dengan tangan kanannya. Ia seperti tak mengizinkanku masuk ke dalam kamarnya.

"Ada siapa di dalam kamar kamu?" Aku bertanya dengan penuh selidik. Desahan suara Rani tadi benar-benar membuat aliran darahku terasa panas.

"Aku sendirian. Lagian ini sudah malam, Mah! Aku sudah tidur, tapi Mamah malah mengganggu," jawab Rani memprotes.

"Mamah mendengar kamu mendesah. Sedang ngapain kamu? Jangan bilang ada seseorang yang kamu bawa ke dalam kamar!" Aku berbicara sedikit tegas. Rani memang anak yang lumayan keras. Dia bahkan tak segan-segan membantah saat dia merasa benar.

"Mamah apa-apaan sih! Tolong dong, Mah. Jangan aneh-aneh begitu. Aku sedang tidur nyenyak dan besok aku ada latihan di sekolah. Mamah tega sekali mengganggu istirahatku." Rani dengan tatapannya yang tajam saat berbicara denganku.

"Lalu suara siapa tadi?" Aku bertanya lagi.

Sebelum menjawab pertanyaanku lagi, Rani pun membiarkanku masuk ke dalam kamarnya. Kondisi kamar yang acak-acakan padahal dia hanya tidur sendiri.

"Tidak ada siapa-siapa kan?" tantang Rani saat aku selesai mengelilingi kamarnya.

"Lalu, suara siapa tadi?" Aku bertanya lagi namun kali ini bukan kepada Rani. Aku bertanya pada diriku sendiri. Telinga ini dengan jelas mendengar Rani mendesah seperti wanita yang tengah menikmati surga dunia. Namun tak ada siapa pun di kamar Rani. Jendela yang tertutup rapat bahkan semuanya tak ada yang aneh selain kasur dan spreynya yang tampak acak-acakan.

"Sudahlah, Mah. Aku mengantuk. Tolong jangan ganggu aku lagi. Keluar!" usir Rani dengan segera.

***

Setelah kejadian malam itu aku masih saja kepikiran. Suara siapa yang ada di kamar Rani malam itu.

"Kamu kenapa, Mia?" tanya suamiku membuyarkan lamunan. Mas Fery duduk di sampingku seraya menepuk pundak. Kita berdua sama-sama duduk di atas tempat tidur padahal harusnya aku menyiapkan sarapan untuknya.

Mas Fery mungkin merasa aneh saat melihatku melamun sendirian di dalam kamar, padahal dia sudah rapih dengan setelah jasnya.

"Mas aku merasa ada yang aneh dengan, Rani." Aku mengeluarkan kegelisahan di dalam dada ini. Sudah sewajarnya aku bercerita pada suamiku mengenai Rani. Ya, walau pun Mas Fery bukan Papah kandung Rani, dia cukup menyayangi Rani meski pun kami baru saja dua tahun menikah.

"Aneh bagaiman, Mia?" Mas Fery bertanya seraya mengernyitkan dahi.

"Malam kemarin saat kamu tak ada di rumah, aku mendengar suara Rani mendesah kenikmatan di dalam kamarnya. Tapi, saat aku periksa ternyata tak ada siapa-siapa dan Rani hanya seorang diri. Padahal telinga ini tak mungkin salah dengar," ungkapku pada Mas Fery.

"Hmm mungkin saja Rani sedang mengigau. Kamu tak usah khawatir berlebihan begitu. Rani anak baik dan kamu tahu itu. Dia tak akan mungkin berbuat yang aneh-aneh. Tenang saja." Mas Fery berbicara dengan santainya.

Mungkin saja Mas Fery benar, ini hanya ketakutanku saja yang berlebihan. Apalagi saat perceraianku dengan Papah kandung Rani yang menyisakan luka karena perselingkuhan.

Namaku, Mia Lestari. Aku bercerai dengan suami pertama saat Rani berusia sepuluh tahun. papahnya Rani berselingkuh dan aku memilih berpisah saja. Hingga akhirnya bertemu dengan Mas Fery Haryadi yang baik hati dengan tutur kata dan tingkah lakunya. Mas Fery juga menyayangi Rani bagaikan anak kandungnya sendiri.

"Mas aku akan siapkan sarapan ya," ucapku seraya beranjak dari tempat tidur. Aku tak boleh berlama-lama dengan pikiran burukku.

Namun saat aku beranjak dari tempat tidur, Mas Fery menahan langkahku dengan meraih telapak tanganku.

"Tidak usah, Mia. Mas akan sarapan di kantor saja. Lagi pula ini sudah siang." Mas Fery menolak dengan lembut.

Argh bisa-bisanya aku terlambat menyiapkan sarapan untuk Mas Fery. Aku menyesal telah membuatnya kecewa.

"Maafkan aku ya, Mas." Aku segera meminta maaf.

"Tidak apa-apa," balas Mas Fery dengan lembut seraya mengecup keningku. Dia sungguh baik dan pengertian.

"Aku berangkat ya," pamitnya.

"Iya, Mas. Aku antar sampai depan ya," balasku.

Setibanya di depan rumah tiba-tiba Rani berteriak menahan langkah Mas Fery yang hendak masuk ke dalam mobil sedannya.

"Ayah Fery, tunggu!"

Aku menoleh ke belakang melihat Rani berlari menuju mobil sedan Mas Fery. Rupanya Rani juga sudah bersiap akan ke sekolah. Saat ini dia sudah duduk di bangku SMA kelas 3.

"Aku numpang ya. Aku buru-buru," kata Rani meminta izin. Dia memang sudah akrab dengan ayah tirinya.

"Loh, motor kamu kemana?" Aku segera bertanya. Namun Rani langsung masuk begitu saja ke dalam mobil Mas Fery

"Motorku mogok, Mah. Ya sudah aku berangkat bareng Ayah Fery saja ya, Mah," jawab Rani beralasan.

Tentu saja aku mengiyakan. Lagi pula Rani memang terbiasa menumpang mobil Mas Fery saat motornya tengah kumat.

Aku segera masuk ke dalam rumah. Seperti layaknya ibu-ibu seusiaku yang hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga, pekerjaan rumah adalah tugas yang utama.

Namun netraku dibuat terkajut saat mendapati sebuah kondom bekas, yang terdapat di bawah ranjang Rani.

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Muhammad Sayfulloh
aplikasi menguras uang ...
goodnovel comment avatar
Bismo Nando
waduhhhhh kacau papanya nakal
goodnovel comment avatar
Nabila Gemoy
kyknya ini ayah tirinya pelaku utama
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status