Share

2 Alat Kontrasepsi

Author: Miss_Pupu
last update Last Updated: 2023-03-18 19:16:37

"Apa-apaan ini! Milik siapa ini?"

Aku bertanya-tanya sendirian di dalam kamar Rani. Tak sudi aku menyentuh benda menjijikan itu. Dadaku kembali bergemuruh resah. Aku semakin curiga saja dengan anakku. Sepertinya ada yang tengah di sembunyikan oleh Rani.

Lututku gemetar. Kemudian aku terduduk di atas tempat tidur Rani yang setiap hari terlihat acak-acakan. Setiap hari memang hanya aku yang selalu merapihkan kamar anak gadisku, tapi sebelum-sebelumnya tak pernah kutemukan benda aneh di situ.

Aku mengusap dadaku yang terasa lemah. Pikiranku melayang tak tentu arah. Antara marah dan khawatir berkecamuk di dalam dada. Apa memang Rani telah lancang membawa lawan jenisnya ke dalam kamar? Mengapa aku bisa kecolongan begini.

"Awas kamu, Rani! Tega sekali kamu mengecewakan, Mamah!" ancamku yang masih saja duduk di atas tempat tidur Rani.

Hari ini aku benar-benar tak berselera untuk bekerja. Aku bahkan meminta Mba Parni saja untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Mba Parni, wanita berusia empat puluh lima tahun adalah tetangga di belakang rumah yang memang selalu membantuku meringankan pekerjaan rumah.

"Bu Mia terlihat pucat. Ibu istirahat saja ya. Biarkan Mba saja yang membereskan semuanya," kata Mba Parni dengan perhatiannya.

Aku mengangguk dengan keadaan tubuh yang benar-benar terasa lesu. Aku sudah tidak sabar menunggu Rani pulang. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang ingin aku sodorkan kepada anakku itu.

Namun, hari ini waktu bergulir terasa lama. Bahkan menunggu pulang sekolah Rani saja serasa satu minggu. Aku tak nafsu makan. Sungguh alirah darah di dalam tubuhku terasa panas. Aku memijat pelipis sampai suara Mba Parni membuyarkan lamunanku.

"Bu Mia, ini saya sudah buatkan sarapan. Ibu makan dulu ya. Jangan sampai sakit, Bu," kata Mba Parni seraya menyodorkan nampan yang berisi nasi beserta lauk-pauknya di atas meja.

Aku menghela napas pendek. Saat ini aku merasa bingung. Saat Mba Parni hendak berlalu, aku pun segera menahannya.

"Tunggu, Mba Parni!" panggilku pada tetangga yang juga selalu membantu urusan pekerjaan di rumahku.

"Iya. Kenapa, Bu." Mba Parni mengurungkan niat. Lalu ia menghampiriku dan duduk di sampingku.

"Saya ingin bertanya pada, Mba Parni. Tolong jawab jujur," pintaku sebelum memulai percakapan.

"Ada apa ini, Bu? Saya jadi deg-degan," balas Mba Parni dengan tegang.

"Selama ini yang membuang sampah selalu, Mba Parni. Menyapu halaman belakang juga, Mba Parni. Bahkan mencuci pakaian pun selalu, Mba Parni. Apakah Mba Parni-" Belum selesai aku mengeluarkan isi kepalaku, akan tetapi Mba Parni segera memotongnya

"Maksudnya apa, Bu? Saya tidak pernah mengambil barang apa pun di sini," potong Mba Parni begitu lirih. Rupanya Mba Parni salah sangka.

"Mba, dengarkan saya dulu. Bukan seperti itu maksud saya," pintaku yang segera dibalas anggukan kepala oleh Mba Parni.

Mba Parni tampak tegang, padahal ini bukan tentang dirinya. Aku pun segera melanjutkan pertanyaanku kepada Mba Parni.

"Apakah Mba Parni pernah menemukan benda aneh pada tempat sampah di rumah ini?" tanyaku segera. Aku menatap wajah Mba Parni dengan tatapan cemas. Kuusap kening ini yang terasa pusing. Semoga saja Mba Parni mengetahui sesuatu.

"Benda aneh? Seperti apa itu, Bu?" Sambil mengernyitkan dahi, Mba Parni malah berbalik tanya kepadaku.

"Ya benda aneh apa saja, Mba. Misalkan seperti alat kontrasepsi pria atau wanita. Atau apalah yang aneh-aneh. Sebab saya tak pernah menyimpan barang aneh di rumah ini," ujarku.

Mba Parni terlihat berpikir. Bola matanya memutar ke kanan dan ke kiri. Sepertinya tengah mengingat-ingat sesuatu.

"Kalau menurut saya, alat kontrasepsi bukan benda yang aneh kan, Bu?" Mba Parni lagi-lagi berbalik tanya kepadaku.

"Memangnya Mba Parni pernah menemukan benda itu?" Tentu saja aku bertanya lagi dengan penasaran. Mengingat, aku dan Mas Fery tak menggunakan alat kontrasepsi karena kami sedang melakukan program kehamilan. Lagi pula usiaku masih tiga puluh enam tahun dan masih bisa memiliki anak lagi.

"Pernah, Bu," jawab Mba Parni yang tentu saja sekaligus menghancurkan perasaanku.

"Serius, Mba! Dimana? Berapa kali?" Aku kembali mencerca Mba Parni dengan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin membuatnya merasa aneh.

"Saya pikir itu milik, Bu Mia. Saya rasa biasa saja. Saya melihat beberapa kali di tempat sampah dekat kamar mandi. Terlihat seperti alat kontrasepsi pria. Saya membuangnya begitu saja. Saya pikir mungkin milik, Bapak," jelas Mba Parni tampak biasa saja.

Aku menggelengkan kepala. Menutup mulutku yang menganga karena terkejut. Aku dan Mas Fery tak menggunakan alat itu. Lalu, siapa pemilik alat kontrasepsi pria itu? Rani benar-benar mencurigakan. Aku menjadi semakin yakin anak gadisku itu telah berbuat nakal di kamarnya. Tapi, pria mana yang telah merenggut kesuciannya?

Air mataku seketika luruh di pipi. Aku tak dapat lagi membendungnya. Sebagai seorang Ibu, tentu saja aku merasa kecewa. Rani adalah anakku satu-satunya. Aku berharap penuh kepadanya. Aku menggantungkan harapan kepadanya untuk sebuah kata kebahagiaan. Aku harus menyelidiki lelaki yang telah lancang masuk ke rumahku dan menghancurkan masa depan Rani.

"Ibu kenapa menangis?" Mba Parni bertanya saat melihat air mata ini mengalir deras di pipi. Pasti Mba Parni khawatir karena aku bisa melihat dari tatapannya.

"Alat kontrasepsi itu bukan punya saya, Mba. Saya dan Mas Fery tak pernah menggunakan itu. Saya khawatir, Mba. Saya khawatir kalau itu benar milik Rani," lirihku dengan sendu mengeluarkan rasa sedih dan kecewa di dalam dadaku. Bisa-bisanya aku kecolongan. Mba Parni bahkan sudah beberapa kali menemukan benda menjijikan itu. Kemana saja aku selama ini yang sekali pun tak pernah mencurigai Rani.

"Sudah, Bu. Tenang ya." Mba Parni mengusap bahuku. Dia berusaha menenangkan kegundahanku.

"Siapa laki-laki yang menghancurkan masa depan, Rani?" Aku kembali bertanya-tanya. Sementara tangisan ini tetap saja tak mau berhenti.

Mba Parni menggelengkan kepalanya. "Saya tidak pernah melihat lelaki mana pun masuk ke rumah ini, Bu," tuturnya.

"Iya, Mba. Saya benar-benar kecolongan," balasku.

Aku segera mengusap wajah ini yang telah basah oleh air mata. Ku hela napas begitu dalam lalu ku keluarkan dengan perlahan. Aku hanya berusaha menenangkan perasaanku yang kini terasa hancur karena telah gagal sebagai orang tua.

"Saya harus memiliki bukti, Mba. Apa yang harus saya lakukan. Saya yakin Rani akan mengelak." Aku berbicara lagi pada Mba Parni sekedar mengharap masukan. Aku yakin kalau Rani akan kembali mengelak dan marah saat aku bertanya tanpa bukti, seperti suara desahan di kamar Rani malam lalu.

"Bagaimana kalau Ibu Mia pasang CCTV saja, Bu. Bukankah kita akan tahu siapa saja yang masuk ke rumah ini walau pun tengah malam," celetuk Mba Parni memberikan saran yang bagus.

Aku menyeringai. Aku bahkan tak kepikiran soal itu. Rumah ini memang belum memasang CCTV karena masih baru kami tempati.

"Mba Parni benar. Saya akan pasang CCTV. Saya harap tak ada yang tahu mengenai pembicaraan kita saat ini. Cukup kita berdua yang tahu ya, Mba. Ini sangat rahasia," pintaku dengan sangat pada Mba Parni.

Tentu saja Mba Parni segera mengangguk. Tetangga yang sekaligus selalu membantu pekerjaanku itu memang baik dan menganggapku sebagai saudaranya. Maka dari itu aku tak segan-segan memberikan lembaran uang kertas berwarna merah kepadanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (14)
goodnovel comment avatar
L W
kenapa harus pake KOMA sebelum nama atau panggilan? ga tepat itu
goodnovel comment avatar
Ristiana Cakrawangsa
gila aja nih kalo fery
goodnovel comment avatar
Argagalang Nugroho
sitinurmalasiti
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   334 Happy Ending

    Siang ini 40 hari sudah setelah kelahiran Yusra dan Yumna. Kediaman Yusuf nampak dipenuhi bunga serba putih. Semua dekorasi serba putih. Ini bukan sedang berpesta, melainkam sedang ada acara aqiqah si kembar Yusra dan Yumna.Dua bayi kembar yang lucu yang memakai pakaian muslim ala-ala bayi, sudah dibawa pengasuhnya masing-masing ke tengah-tengah pengajian. Sebagai rasa syukur yang luar biasa pada Tuhan, Yusuf dan Mia menggelar acara pengajian sekaligus aqiqahan untuk bayi kembarnya. Bukan hanya itu, Yusuf dan Mia juga mengadakan santunan anak yatim yang diundang dari salah satu panti asuhan yatim piatu di kota Jakarta. Yusuf berharap, anak-anak yang kurang beruntung itu bisa merasakan kebahagiaan yang kini tengah dia rasakan.Kediaman Zubair dipenuhi banyak jamaah pengajian dan anak yatim piatu yang hadir. Mereka membacakaan dzikir dan puji-pujian. Menggunting rambut si kembar Yusra dan Yumna secara bergantian.Seperti ada cahaya yang terpancar pada bayi kembar Yusra dan Yumna kali i

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   333 Hijrah

    Benar saja dengan apa yang sudah ditebak sebelumnya. Kediaman Zubair nampak ramai oleh suara tangisan bayi yang silih berganti. Sudah menjadi kebiasaan bayi yang pusarnya belum copot memang agak rewel. Akan tetapi Mia nampak piawai menghandle. Mungkin karena bukan yang pertama kalinya, jadi Mia sudah paham.Bayi kembar yang mungil nampak anteng apabila dalam gendongan Mia. Mungkin karena bayi kembar itu merasakan kenyamanan saat berada di dekat orang tuanya."Kenapa kalian tidak bisa menghandle? Bukankah kalian sudah pengalaman sebagai baby sitter! Dimana keahlian kalian?!" Suara Yusuf terdengar mengeras di kamar anaknya. Dia bicara pada dua pengasuh anaknya."Sstt! Mas, jangan begitu dong." Mia meluruskan jari telunjuknya di depan bibir.Rupanya Yusuf tengah memarahi dua baby sitter anaknya yang tampak tak bisa menghandle tugas. Dua anak kembar Mia dan Yusuf hanya bisa anteng dan tak menangis saat berada dalam dekapan mamanya."Habisnya mereka salah, Sayang. Kamu kan belum benar-bena

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   332 Bayi Kembar Datang

    Banyak sekali yang harus dipelajari Mia setelah operasi. Mulai dari belajar tidur miring kiri miring kanan, belajar bangun sendiri kemudian sampai berjalan.Yusuf mendukung Mia yang belajar dengan antusias. Saat ini bahkan Mia sudah berada di ruangan rawat inap. Banyak sekali perjuangan yang telah dia lakukan untuk anak kembarnya.Mia juga mulai memberikan asi pertamanya untuk kedua anak kembar, meski pun belum ada asi putih yang keluar. Anak kembar itu juga akan dibantu susu formula karena asi Mia belum keluar dan mungkin tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dua anak kembar."Sayang, anak kita cantik dan tampan ya. Mirip sekali dengan wajah mamanya. Mamanya cantik sih, jadi anaknya juga cantik dan tampan," kata Yusuf tanpa bisa berhenti menatap wajah anak kembarnya. Rasa syukur pada Tuhan pun ia ungkapkan berkali-kali atas rasa bahagia yang sangat luar biasa."Papanya juga tampan, Mas. Makanya saya jatuh cinta," balas Mia pada suaminya. Dia kini sudah bisa berbicara."Masa sih?" Y

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   331 Melahirkan

    Saat ini Mia masih berada di ruang rawat inap. Operasi akan dilakukan besok siang pukul sepuluh pagi. Mia tengah beristirahat membaringkan tubuhnya di atas bed pasien."Sayang, perutnya masih sakit?" Yusuf mengusap kening istrinya. Ia duduk di kursi yang ada di dekat ranjang. Dalam benaknya berkecamuk rasa. Khawatir cemas bercampur jadi satu. Apalagi saat melihat wajah Mia yang terlihat layu."Tak terlalu sakit, Mas. Semoga besok pagi operasinya lancar ya." Suara Mia terdengar lemas. Yusuf mengecup kembali kening Mia. "Sayang, tentu saja saya do'akan semoga operasinya lancar. Kamu dan bayi kita selamat. Kamu harus semangat dan kuat, karena ini adalah impian kita berdua," ia menyemangati."Iya, Mas. Saya akan berjuang. Saya akan semangat," balas Mia.Sejujurnya Yusuf tidak tega melihat Mia yang tiba-tiba meringgis kesakitan. Namun, jadwal caesar memang sudah ditentukan dan surat perjanjian sudah ditanda tangani. Ia tak tega melihat istrinya kesakitan. Andai tak malu dengan diri sendir

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   330 Tiba-tiba Sakit Perut

    Yusuf dan Mia telah sampai di depan rumah sakit. Mereka langsung duduk di kursi tunggu karena nomor antrian telah diambilkan oleh anak buahnya.Yusuf mengusap perut Mia. Walau di depan banyak orang, Yusuf tak mau perduli. Rasa sayangnya pada Mia menutup matanya dari orang-orang yang ada di sekelilingnya."Nyonya Mia Lestari!"Saat namanya dipanggil, Mia dan Yusuf langsung berdiri. Dia segera masuk ke ruang Dokter kandungan.Setelah ditanya-tanya sebentar, Dokter langsung menyuruh Mia berbaring di atas bed pasien. Perut buncitnya dioleskan cairan dan alat USG langsung ditempelkan pada perut Mia.Bola mata Yusuf seketika berkaca-kaca melihat calon anaknya pada layar monitor."Selamat ya, Pak. Tuhan memberikan bayi kembar. Sepertinya jenis kelaminnya sepasang ni," kata Dokter sambil terus menempelkan alat USG di perut Mia. Sementara layar monitir menampilkan hasilnya."Apa! Kembar, Dok?" Yusuf terbelalak. Pun dengan Mia yang terkejut."Serius, Dok?" Timpal Mia. Mulutnya sedikit terbuka k

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   329 Pulang

    Pagi hari di cappadocia.Sinar matahari telah masuk menerobos jendela kamar. Keduanya masih asik dalam mimpi indah usai bergelut dalam permainan panas semalam.Mata Mia menyipit saat mulai membuka kelopak matanya. Ia sadar dari mimpi indah semalaman tadi. Ia terkejut saat sadar telah bangun keiangan."Ya ampun! Kesiangan!" Mia bangkit dari tempat tidur. Dia bahkan masih memakai lingerie berwarna silver sisa semalam. Ia menuju kamar mandi dan akan segera membersihkan tubuhnya.Perut mulusnya mulai terlihat membuncit. Mia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terlihat basah. Sepertinya harus segera dikeringkan. Melihat ke atas ranjang, Yusuf tampak masih terlelap dalam tidurnya. Cuaca dingin membuat suami Mia tampak nyaman di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang hanya memakai bokser saja."Sayang, jam berapa?" Suara serak pria yang masih terbaring di atas ranjang, tampak membuka sedikit kelopak matanya. Terlihat kelelahan."Sudah siang, Mas. Cepetan mandi. Katanya mau ng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status