Home / Rumah Tangga / Suara Suamiku di Kamar Pembantu / Bab 3. Ancaman secara halus

Share

Bab 3. Ancaman secara halus

last update Last Updated: 2023-01-30 11:45:22

SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU

Part 3

"Masih banyak kerjaan, Mon?"

Mendengar pertanyaan Mika, lantas membuat gerakan tangan Mona yang tengah membersihkan guci terhenti. Wanita itu menoleh ke arah Mika.

"Enggak, Bu. Sudah hampir selesai. Tinggal bersih-bersih ini saja."

Mika mengangguk.

Wanita berusia 30 tahun itu menatap fokus ke arah ponsel yang ada di tangannya.

"Lihat apa sih, Bu, sepertinya kok serius banget," tanya Mona.

"Ini loh, Mon, yang lagi viral. Sini deh," titah Mika.

Mona mengangguk, setelahnya wanita muda itu melangkah mendekat ke arah sang majikan. Lalu, ia mendudukkan bokongnya di samping Mika yang masih terfokus pada layar ponsel.

"Apa sih, Bu? Mona kok jadi kepo. Memang apa yang viral? Wah sepertinya Mona ketinggalan berita."

Ya, meskipun Mika adalah seorang majikan, lantas tidak membuat Mika bersikap semena-mena. Ia tak merasa jijik jika duduk bersebelahan dengan sang art, dan ia pun selalu mengajak makan dalam satu meja.

"Lihat ini deh, masa iya sih sudah tau suaminya selingkuh malah diam saja. Apalagi selingkuhannya adalah ibu mertuanya sendiri loh. Benar-benar nggak ada akhlak," ucap Mika sembari menunjukkan layar ponsel ke arah Mona.

"Memang, ya, sekarang pelakor itu sedang naik daun. Nggak muda, nggak tua sama saja. Padahal di luar sana masih banyak sekali lelaki belum beristri yang bisa mereka pacari, kok sukanya cari penyakit," celetuk Mika, membuat Mona menelan saliva dengan susah payah.

"Kalau aku jadi wanita yang diselingkuhi, nggak bakalan diam aja lah, Mon. Macam sinetron ikan terbang itu loh, yang bisanya cuma nangis, nangis dan nangis."

"Me–memang apa yang akan ibu lakukan?" Tergagap Mona berbicara.

"Kalau Mas Johan berselingkuh, minimal diaraklah keliling komplek, biar pada tau semuanya wajah-wajah peselingkuh. Tapi nggak adil dong kalau lakiknya aja yang diarak, selingkuhannya pun juga harus. Diarak dengan tubuh telan jang." Mika menjeda ucapannya. Bibir wanita itu tersenyum samar saat melihat wajah Mona semakin pucat pasi.

"Tau nggak, di kompleks sini tuh para ibu-ibu benci banget yang namanya pelakor dan peselingkuh. Bahkan, mereka membuat geng anti pelakor. Jika salah satu anggotanya ternyata diselingkuhi oleh suami, maka semua anggota geng itulah yang akan membalaskan rasa sakit hati," imbuh Mika.

"Coba deh bayangin, pasti seru mengarak Mas Johan dengan selingkuhannya keliling kompleks. Terus ibu-ibu di sini pada bawa tepung, telur buat ditimpuk ke wajah mereka. Terus ada yang bawa cabe dimasukkan ke dalam alat vi talnya, terus diusap-usapkan ke kedua gunung kembarnya. Pasti seru itu, apalagi kalau sampai ada yang merekam lalu tersebar ke sosial media. Widih, pasti rame jagat dunia."

Mendengar ucapan Mika membuat Mona bergidik ngeri. Wajah itu semakin terlihat pucat pasi.

"Nggak mungkin lah, Bu, kalau Bapak selingkuh. Bapak kan lelaki yang setia, apalagi setau Mona, Bapak selalu bersikap lembut pada Ibu." Mona berusaha bersikap biasa saja, namun tak membuat gurat ketakutan, ketegangan sirna dari wajah cantiknya.

"Ya semoga saja apa yang kamu katakan benar, Mon. Ingat ya, kamu jangan sampai menjadi pelakor," ucap Mika menatap sepasang iris hitam Mona yang terus bergerak-gerak.

"Enggak, Bu." Senyuman penuh keterpaksaan terlihat di bibir Mona.

"Ya sudahlah, Mon. Lanjutkan saja pekerjaanmu sebagai seorang Art. Saya mau ke kamar dulu."

Mika sengaja memperjelas statusnya, setidaknya agar wanita muda itu sadar diri akan kedudukannya.

****

[Mas, sepertinya istrimu mulai menaruh curiga soal hubungan kita setelah kejadian kemarin malam itu.]

Send.

Satu pesan dari Mona langsung masuk ke ponsel milik Johan. Dan tak butuh waktu lama untuk pesan itu berubah menjadi centang dua berwarna biru.

[Kalau dia curiga, ya itu wajar saja. Biarlah, setelah ini kita cukup jaga jarak dulu untuk beberapa waktu. Bersikaplah selayaknya majikan dan pembantu saat ada atau tidaknya Mika di sekitar kita.]

Satu pesan balasan dari Johan masuk ke ponsel Mona, membuat bibir Mona berdecak kesal.

[Asal kamu tidak lupa dengan janji kamu, ya.]

[Soal apa?]

[Belikan aku rumah sendiri. Masa kamu tega melihatku terus-terus dijadikan babu sama istrimu itu.] Pesan itu diakhiri dengan rentetan emotikon marah.

[Iya, sabar dulu, ya. Bukankah ini dulu memang kamu sendiri yang minta? Gapapa jadi pembantu asal bisa bertemu terus denganku?]

[Aku pikir ya nggak selama ini lah.] Cepat, Mona memberikan pesan balasan.

[Iya, sabar dulu, ya. Maaf.]

Mona mendengkus, setelahnya ia meletakkan ponsel di atas meja yang ada di samping ranjang tanpa membalas terlebih dahulu pesan dari Johan.

Dret

Dret

Ponsel yang baru saja beberapa detik yang lalu diletakkan, kini bergetar. Ada panggilan masuk dan nama sang bapak terpampang sebagai pemanggilnya.

Gegas Mona mengambil kembali benda pipih itu. Mona berdecak kesal saat mengetahui jika sang bapaklah yang menghubunginya.

Sejenak ia terdiam, namun pada akhirnya wanita itu mengusap layar datar ke atas.

"Mon, kapan kamu kirim uang? Uang Bapak udah habis. Tinggal limpul."

Prediksi Mona tak meleset. Selalu begitu. Uang, uang dan uang.

"Mona nggak ada uang, Pak." Nada suara Mona terdengar kesal.

"Halah, Mon, mintalah sama Johan. Bilang saja Bapak lagi butuh duit. Kalau nggak mau kasih, ancam saja bakalan bongkar hubungan kalian ke istrinya. Gitu aja kok ribet!"

Ya, Sang Bapak memang mengetahui hubungan mereka. Sebab, beberapa kali Johan mengantarkan Mona pulang kampung. Dan tanpa rasa malunya, Johan mengatakan pada kedua orangtua Mona jika dirinya begitu mencintai wanita itu.

Jika sang ibu dari wanita bernama Mona menolak, namun tidak dengan sang bapak.

"Mona capek loh, Pak, Bapak jadikan Mona seperti sapi peras saja. Telepon Mona kalau butuh duit saja. Tolong dong, Pak, hentikan judinya."

"Halah, tau apa kamu, Mon. Judi itu hiburan buat Bapak! Jangan banyak ngomong, Mon, kirim saja uang yang Bapak minta! Kalau Bapak menang, kamu juga bakalan kecipratan."

"Memang Bapak pernah menang? Enggak kan? Judi itu yang ada malah bikin miskin, Pak, bukan jadi kaya." Mona bersungut-sungut.

Tanpa memberikan respon lagi, panggilan diputus begitu saja oleh Sang Bapak. Mona menghembuskan napas berat. Setelahnya ia kembali menghubungi nomor Johan melalui sambungan telepon.

"Ya, Mon, ada apa?"

"Kamu ada uang nggak, Mas? Bapak katanya butuh uang. Uang dari kamu kemarin sudah Mona belikan emas."

"Berapa memang?"

"500 saja, Mas."

"Ada kalau segitu, Mon. Kamu kan tau sendiri semua gaji dipegang sama Mika."

"Yaudah, transfer langsung ke rekening Bapak saja, Mas."

"Iya, Mon."

Panggilan itu pun berakhir.

Ada yang sebenarnya mengganjal di hati Mona soal keuangan sang kekasih. Johan selalu berucap jika seluruh gaji dipegang oleh sang istri. Bahkan, Johan pun mengatakan jika dirinya hanya mendapatkan jatah 2 juta setiap bulan. Namun, yang dirasanya aneh adalah, jika sewaktu-waktu Mona meminta dibelikan emas, baju ataupun yang lain, sang kekasih langsung menuruti tanpa banyak drama.

Di satu sisi ia merasa penasaran dari mana sang kekasih mendapatkan uang untuk menyenangkannya. Namun di sisi lain Mona memiliki pemikiran untuk masa bodo. Baginya, yang terpenting apa yang ia minta, selalu dituruti.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 66. Sidang Putusan!

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 65Tegukan demi tegukan minuman memabukkan itu terus masuk ke dalam perut Johan. Hingga akhirnya lelaki itu merasa benar-benar pusing. Dan di saat jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, pemilik warung meminta mereka untuk segera membubarkan diri. Dengan dibonceng oleh rekannya yang menjemputnya tadi, Johan kembali pulang. Brak!Brak!Johan menggebrak pintu beberapa kali, namun pintu tak kunjung terbuka. "Brak!"Satu gebrakan yang begitu keras membuat Mona yang tengah tertidur tersentak kaget. Bahkan membuat dada wanita yang kini tengah mengandung terasa berdebar-debar. Pandangan Mona beralih ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Dimana tengah menunjukkan pukul dua dini hari. Mona mendengkus kesal. Kemudian, ia bergegas beringsut dari ranjang lalu melangkah ke arah depan. Di sepanjang perjalanan, Mona terus menggerutu. Hingga akhirnya langkah wanita itu terhenti tepat di depan pintu. Segera ia mengambil kunci yang sebenernya sudah ia

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 65. Lingkungan yang Salah

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 65Tak bisa dipungkiri, ada yang terasa berdenyut di dalam batin Mika saat Johan tak hanya mengabaikan dirinya, melainkan juga tak menganggap lagi keberadaan Nando. "Bisa-bisanya Mas Johan melupakan Nando begitu saja. Padahal Nando adalah darah dagingnya," batin Mika. Pandangan wanita itu terus lurus ke arah depan. Sesekali ia melirik ke arah Nando yang tengah tertidur di pangkuan Bude Sumi. Hingga puluhan menit kemudian, mobil yang dilajukan oleh Mika memasuki halaman rumahnya. DretDretTiba-tiba ponsel Mika yang tersimpan di dashboard mobil bergetar bersamaan dengan kendaraan yang telah berhenti. "Bude turun dulu ya, Mbak." "Iya, Bude." Setelah menjawab ucapan Bude Sumi, Mika segera mengambil ponsel. Dan terlihat sebuah nomor asing terpampang sebagai pemanggilnya. Tak berpikir lama, Mika segera mengangkat panggilan itu. "Halo, selamat sore," sapa Mika begitu panggilan diangkat olehnya. "Selamat sore juga, benar dengan nomor Mbak Mika?"

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 64. Hinaan Dari Mona

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 52"Aduhduh aduduh, yang dulunya kerjaan cuma ongkang-ongkang kaki, wajah glowing, terawat, sekarang jadi kucel, dekil dan penuh minyak!" "Kamu–" desis Mika begitu melihat Mona dan Johan melangkah mendekat ke arahnya. "Kenapa? Kaget ya?" Mona menampilkan senyum sinisnya. Dengan melipat kedua tangannya di depan dada, Mona mendekat ke arah Mika yang berdiri di depan pintu. "Lihatlah lah, Mas, istrimu yang dulu kamu puja-puja. Lihatlah sekarang, tubuhnya yang kurus kering, wajahnya kusam, jerawat dimana-mana, ditambah dengan mata panda pula. Ck! Menjijikkan," ucap Mona dengan begitu lancarnya. Senyum sinis tak hilang dari bibir berlipstik itu. "Dari sini kan kita bisa lihat siapa yang menderita, siapa yang bahagia setelah perpisahan. Makanya, jangan sombong sekali jadi perempuan. Sok-sokan pengen cere, tapi kehidupannya jadi blangsak!" Ucapan Johan menambah luka di hati Mika. Wanita itu tak kunjung merespon, ia hanya berdiri terpaku menatap waja

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 63. Siapa dia?

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 50Hari terus berganti dengan hari, tanpa terasa Mika telah melewati sidang pertama. Yaitu mediasi. Dengan ditemani oleh sang sahabat, Mika mendatangi kantor pengadilan agama. Tak bisa dipungkiri, dadanya terus terasa berdebar-debar saat ia ia menginjakkan kaki di tempat ini. Hanya hitungan menit Mika berada di dalam ruangan persidangan, hingga sepasang sahabat itu pun keluar dari ruangan persidangan. "Semoga saja sidang berikutnya Johan nggak datang," ucap Elisa saat keduanya melangkah menyusuri koridor dan menuju ke arah dimana mobil terparkir. "Semoga saja, Sa. Aku pun berharap demikian. Biar cepat selesai dan tidak berlarut-larut." "Tapi aku penasaran deh sama nasib mereka. Kira-kira mereka bahagia apa malah sebaliknya ya, Mik?" tanya Elisa. "Ya kita doakan saja yang terbaik untuk mereka." Mika berucap dengan nada tulus. Meski ia disakiti, dikhianati dan dikecewakan sedemikian rupa, tak membuat hati wanita itu merasa dendam. Ia menganggap

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 62. Kerja Keras Mika!

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 62DretDretPonsel yang sejak pagi Johan pegang, bergetar. Ada panggilan masuk, dan nama sang adik terpampang sebagai pemanggilnya. "Siapa, Mas?" "Putri," ucap Johan yang sepertinya masih bimbang untuk mengangkat panggilan tersebut ataukah tidak. "Oh, yaudah angkat saja." "Kalau bahas soal perhiasan ibu gimana?" tanya Johan sembari menoleh ke arah sang istri. "Tinggal bilang aja nggak tau, Mas. Beres."Sejenak Johan terdiam, namun pada akhirnya ia mengangkat panggilan itu juga. Dan setelah panggilan terhubung, Bagas menempelkan benda pipih ke telinga kanannya. "Halo, Put, ada apa?" "Mas, ada surat panggilan sidang perceraian, 1 Minggu lagi," ucap Putri dari seberang sana, dengan sebuah amplop coklat yang baru saja ia terima. "Yaudah, biar di situ saja. Nggak penting juga." "Siapa, Put?" Sayup-sayup suara Bu Susan terdengar di telinga Johan. "Mas Johan, Bu.""Mana, biar ibu bicara sama dia." Nada suara Bu Susan begitu ketus. "Hal–"Cepat

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 61. Tetangga Kolot!

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 61"Saya ikut investasi, Mbak. Modal setidaknya harus 50 juta biar dapat hasilnya kerasa. Kalau di bawah itu, dapatnya kecil. Nggak perlu kerja keras, duit dah datang sendiri. Kebetulan saya ikut investasi teman saya, Mbak. Kalau Mbak Marni sekiranya ada uang 50 juta, ayolah gabung gapapa." Mendengar ucapan itu, sontak saja membuat Marni bergidik. Dan kini giliran kedua alis Johan yang saling bertaut begitu melihat respon tetangga samping rumahnya. "Aduh, Mas, zaman sekarang hati-hati deh kalau ikut investasi investasi macam gitu. Bukan gimana-gimana, zaman sekarang banyak sekali penipuan. Apalagi itu duit gede loh. Sayang banget kan kalau digondol orang." Marni mencoba menasihati. Namun, membuat Johan merasa jengah. "Itu kalau investasi bodong, Mbak. Kalau yang saya ikuti ini lain lagi. Sudah terpercaya. Dia temen baik saya, mana mungkin mau nipu. Ha ha ha, Mbak Marni ini ada-ada saja." Johan terkekeh, seolah-olah apa yang dia dengar dari mulut

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 60. Kepolosan Johan

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 60Jarum jam di dinding menunjukkan pukul delapan pagi. Hangatnya sinar matahari menyentuh kulit wajah Mona yang tubuhnya masih berbaring di atas ranjang dan di bawah selimut. Wanita itu menggeliat pelan, lalu kedua netranya mengerjap beberapa kali. Mona pun bergerak pelan. Mengubah posisinya dari semula tertidur miring, lalu menjadi berbaring setelah memindahkan tangan sang suami yang melingkar di pinggangnya. "Mas, bangun. Sudah jam 8," ucap Mona pelan saat ia melihat ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Mona pun segera menyibak selimut, lalu mendudukkan tubuhnya. Ditepuk pelanlah pipi kanan Johan beberapa kali hingga akhirnya lelaki itu mulai membuka matanya. "Ada apa, Sayang?" tanya Johan dengan suara serak khas seorang yang baru saja bangun tidur. "Sudah jam 8 itu. Kita mau makan apa? Laper," ucap Mona sembari mengusap perutnya yang mulai terlihat membuncit. "Beli saja lah di luar." "Nggak ada motor, Mas. Mau jalan kaki?" uca

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 59. Investasi Mona dan panggilan sidang

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 47"Jadi usaha yang lu lakuin bukan yang mengharuskan langsung ikut terjun, begitu?" tanya Johan setelah Bagas menceritakan perihal usaha yang selama ini geluti untuk mencapai kesuksesannya. "Enggak, Bro. Ibaratnya kita tinggal Investasi saja. Misal nih, lu investasi 50 juta, setiap bulan lu bisa dapat 10% dari modal yang lu kasih."Johan terdiam, menghitung dalam angannya berapa nominal yang akan ia terima jika ia menginvestasikan 50 juta uangnya pada Bagas. "5 juta per bulan?" "Iya. Lumayan kan. Tinggal duduk ngopi di rumah. Biarkan uang yang bekerja untuk kita, bukan malah kita yang bekerja untuk uang." Lagi, Johan kembali terdiam. Mencerna kalimat yang diucapkan oleh Bagas padanya."Lu kerja pagi sampai sore, gaji 10 juta. Dikibulin sama perusahaan itu!" Bagas tertawa mencemooh. "Gini saja deh, Bro. Coba saja Investakan 50 juta dulu, kalau lu merasa cocok, nanti tambah lagi nilainya. Katakanlah investasi 100 juta, bayangkan saja setiap bul

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 58. Harapan Mona

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 46Satu minggu berlalu, dan satu minggu sudah Mona dan Johan menempati tempat tinggal barunya. Dan kini, sepasang suami istri itu tengah bersiap-siap untuk datang ke tempat Johan bekerja dulu, untuk mengambil uang gaji terakhir dan pesangon berikut juga dengan bonusnya. "Ayo berangkat, Mas." "Iya, Sayang."Sepasang suami istri itu pun melangkah menuju ke arah depan. Dimana sebuah taksi online telah menunggu keduanya. "Sesuai aplikasi, Pak?" tanya Sang sopir begitu dua penumpangnya telah duduk di bagian belakang. "Iya," jawab Johan dengan singkat. Kemudian, mobil pun mulai bergerak lalu melesat membelah jalan raya."Nanti aku mau beli satu set perhiasan ya, Mas." Dengan wajah berbinar, Mona menoleh ke arah sang suami. "Iya, beli saja apa yang kamu mau." Semakin nampaklah kebahagiaan yang terpancar pada wajah Mona. Hingga puluhan menit kemudian, kendaraan roda empat itu mulai memelan lalu berhenti tepat di depan gerbang dimana dulu Johan beker

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status