Brak!
Bu Dewi melempar koper berisi pakaian milik Allura dan Dion."Ambil koper mu dan pergilah dari sini!" Perintahnya.Allura memandangi koper besarnya itu, sungguh tidak pernah terpikirkan olehnya, kalau ia akan di usir dari rumahnya sendiri."Kalian kejam!" Teriaknya, tatapannya tajam."Nenek jahat!" Teriak Dion marah."Diam kamu! Anak kecil sepertimu tau apa? Cepat pergi bawa bundamu itu!""Sampai kapan pun aku tidak akan meninggalkan rumah ini.""Kamu memang tidak tahu diri ya? Kamu itu sudah diceraikan sama mas Jonathan, dan rumah ini sudah menjadi milik mas Jonathan,'' ujar Tiara dengan nada mengejek."Yang tidak tahu diri itu kalian bukan aku. Sudah banyak yang aku berikan untuk kalian, aku banyak berkorban untuk kalian, tetapi dengan tidak tahu dirinya kalian mengambil semuanya dariku.""Pergi!" Bentak Jonathan."Hahaha! Lihatlah wanita itu, dia seperti pengemis," ucap Tiara, mengejek Allura yang duduk di lantai karena sebelumnya ia sempat didorong oleh Tiara."Hahaha! Kamu benar sayang," timpal Bu Dewi."Cepat pergi sialan! Kami tidak menerima pengemis seperti dirimu!" Bentak Bu Dewi sambil menendang Allura hingga membuatnya terjengkang."Aku tidak menyangka ternyata aku menikahi wanita bodoh seperti dirimu," ujar Jonathan dengan raut wajah seperti tidak berdosa.Allura menggeram marah mendengar ucapan pedas mereka. Dalam hatinya ia berjanji akan membalas dendam atas perbuatan mereka kepadanya.Ia akan pergi dan akan datang kembali dan mengambil semua yang mereka rebut darinya.Allura menggenggam tangan Dion lalu membawa anak kecil itu pergi meninggalkan orang orang tidak tahu diri itu.Tidak tahu kemana arah tujuannya, yang penting baginya sekarang ia menjauh dari benalu itu.Matahari terik tepat di atas kepala, sudah tengah hari tetapi ia masih menyusuri jalan.Perut yang sedari tadi bunyi ia abaikan, beruntung putranya itu tidak rewel.Keadaannya yang berantakan itu mengundang perhatian orang-orang yang berlalu lalang.Ia memutuskan untuk singgah sebentar di warung makan dipinggir jalan, untuk mengisi perutnya yang sedari tadi bunyi minta diisi.Setelah makan, ia kembali melanjutkan perjalanan nya yang ia sendiri tidak tahu mau kemana.Setelah berjalan kembali hampir satu jam lamanya, ia berhenti di depan sebuah kos-kosan. Ia akan tinggal disana untuk sementara. Ibu pemilik kos itu terlihat ramah, dilihat dari orang-orang yang juga tinggal dikos itu yang sangat menghormatinya.Harganya yang murah, tidak apa yang penting ia dan putranya itu bisa istirahat. Biasa tidur di kasur empuk, dan sekarang berbanding terbalik tidak membuat Dion rewel, membuat Allura beruntung memiliki putra seperti Dion."Sabar ya mbak Allura, saya dulu juga seperti itu, bedanya dulu saat menikah kami tidak mempunyai apa-apa, tetapi saya menemani suami saya berjuang dari awal hingga sukses, tetapi setelah itu saya dibuang seperti sampah tidak berharga," ucap Bu Rika tetangga kos Allura."Iya Bu, saya juga tidak menyangka ternyata selama ini saya ditipu." Allura menghela nafas lelah.Baru kenal belum ada sehari, tetapi Allura sudah akrab dengan tetangga-tetangganya.Beruntung tetangga-tetangganya sangat ramah, mereka juga ikut memberikan semangat dan dukungan untuk Allura.Anak-anak kecil disana juga ramah tidak nakal, membuat Dion cepat akrab dengan mereka."Kebetulan besok ada pengajian di masjid dekat sini, besok kita pergi bersama untuk mengunjunginya. Bagaimana mbak Allura? Mbak mau kan?" Tanya Bu Siti."Wah boleh Bu, besok saya akan ikut mengunjunginya," jawab Allura sambil tersenyum. Ia sudah bertekad untuk merubah dirinya menjadi lebih baik lagi dari yang sebelumnya.Malam harinya Allura duduk termenung di teras, sudah tengah malam tetangga-tetangganya semua mungkin sudah masuk kealam mimpi.Dadanya kembali sesak mengingat semua perlakuan mantan suami dan mertuanya itu.Ia kembali dititik dimana ia harus memulai semuanya dari awal nol lagi.Apa boleh buat, perusahaan yang ia bangun dari nol dengan kerja kerasnya sendiri, sekarang sudah di ambil oleh para manusia tidak tahu diri itu.Lagi dan lagi air matanya itu tidak dapat ia tahan, turun membasahi pipinya yang sedikit berjerawat itu. Ia memang kaya, tetapi untuk sekedar pergi ke klinik kecantikan tidak sempat ia lakukan, karena Jonathan melarangnya dengan alasan Jonathan tidak mau Allura tambah cantik dan lirik pria lain.Tetapi malah Jonathon sendiri yang selingkuh. tidak tahu diri memang.Keesokan harinya, Allura bersiap-siap untuk mengunjunginya pengajian di mushola dekat kos nya. Ia menunggu ibu-ibu yang lain di teras. Rumahnya dan rumah tetangganya memang bergandengan tidak ada jarak."Bunda boleh tidak kalau mulai nanti sore Dion ikut mengaji dengan anak-anak lain?" Tanya Dion sambil duduk memeluk Allura."Dimana sayang?" Tanya Allura."Di masjid yang sekarang buat pengajian," jawab Dion."Boleh sayang, asalkan Dion tidak boleh nakal dan patuh dengan apa yang di sampaikan oleh pak kyai nanti.""Siap bunda. Dion Janji akan patuh, Dion akan buktiin ke ayah, nenek dan kakek kalau Dion itu Anak pintar,""Memangnya ayah, nenek dan kakek pernah bilang apa ke Dion?""Mereka sering bilangin Dion anak bodoh, setiap bunda pergi, mereka sering bilang gitu ke Dion."Mendengar penuturan putranya itu membuat Allura semakin membenci mereka. Namun tidak ia perlihatkan keputrannya."Dion harus tunjukkan bahwa Dion itu Anak pintar, tetapi Dion juga tidak boleh terlalu memaksa ya, bunda takut nanti Dion sakit.""Iya bunda."Saat ini Allura, Dion dan ibu-ibu yang lain sudah tiba di masjid."Ayo Dion kita duduk disebelah sana," ajak farel anak bu Rika."Ayo."Singkat cerita, Dion pergi untuk membeli jajan di dekat masjid bersama farel dan teman-temannya yang lain.Saat akan kembali ia melihat Jonathan dan Tiara tidak tahu apa yang mereka lakukan."Ayah," sapa Dion, berjalan mendekati ayahnya."Sedang apa kamu disini?" Tanya Jonathan sambil menatap sekelilingnya, lalu tatapannya jatuh kepada Dion yang memakai setelan baju Koko."Dion bersama bunda mengunjungi pengajian ayah," jawab Dion."Ayah sedang apa disini? Ikut pengajian juga? Tapi kok Tante Tia pakai baju sexi?""Berisik!" Bentak Tiara."Kan Dion hanya bertanya, kenapa Tante malah bentak Dion?""Lagian buat apa kita ikut pengajian terus pakai baju kaya gitu, panas tahu," ujar Tiara.Mereka yang mendengar perkataan Tiara hanya mengelus dada sambil menggelengkan kepalanya."Tante Tia tahu tidak? Kalau di neraka nanti jauh lebih panas?" Tanya Dion sambil menatap Tiara yang menatapnya tajam."Heh anak bodoh, diam kamu!" Bentak Tiara, membuat mereka yang mendengar kembali mengelus dadanya."Heh mbak! Tidak seharusnya mbak kaya gitu, anak kecil itu cuma menginginkan," ucap salah satu ibu-ibu yang sudah sangat geram."Heh diam! Sudah tua bau tanah tidak perlu ikut campur!" Bentak Tiara."Tante yang sopan sama yang lebih tua, Tante sendiri nanti juga akan menua tidak akan muda terus," ujar Dion."Diam Dion! Sana kembali kepada bundamu!" Bentak Jonathan."Ayah memang jahat, bunda sudah banyak berkorban untuk ayah tetapi ayah malah selingkuh dengan Tante girang itu, ayah juga mengambil semua yang bunda punya."Tidak terima disebut Tante girang, Tiara marah dan mendorong Dion hingga jatuh terguling ketengah jalan raya.Tiiiiiiiiinnnn!Acara di masjid telah selesai, Allura keluar dari dalam masjid untuk mencari Dion, yang tadi minta uang untuk membeli jajan tetapi tidak kunjung kembali.Dari kejauhan Allura melihat ada kerumunan. "Bu itu ada apa ya?" Tanyanya dengan seorang ibu-ibu."Oh itu tadi ada korban tabrak lari," jawab ibu itu lalu berjalan meninggalkan Allura.Allura mendekat ke kerumunan itu dengan perasaan yang tidak tenang. Betapa terkejutnya ia melihat siapa yang menjadi korban. Matanya memanas, dadanya sesak, bagaimana tidak jika yang korban itu adalah Dion-putranya."Diiiooon!" Teriaknya histeris. Ia memangku kepala putranya yang bersimbah darah itu."Dion, bangun sayang!" Pinta Allura sesenggukan."Kenapa bisa seperti ini?" Tanya Allura, air matanya mengalir deras ke pipinya."Tadi saya sempat melihat putra ibu ini bertengkar dengan seorang pria dan wanita. Saya tidak tahu pasti awal mereka bertengkar bagaimana, tetapi saya lihat wanita tadi tidak terima dengan ucapan dari putra ibu, lalu wanita itu
"Buat apa ibu datang kemari?" Tanya Allura datar. Ia sudah muak dengan ibu Jonathan itu. ya yang datang adalah Bu Dewi, tidak tahu apa yang wanita itu mau."Aku kemari untuk memperhitungkan perbuatanmu," kata Bu Dewi marah."Perbuatan apa Bu? Seingat saya, saya tidak melakukan apapun." Allura bingung dengan apa yang diucapkan Bu Dewi."Jangan pura-pura tidak tahu, Allura." Bu Dewi menatap tajam Allura."Saya memang benar tidak tahu Bu," kata Allura menghela nafas panjang."Dasar bodoh, karena kamu tidak becus mengurus Dion sekarang dia meninggal. Seharusnya kamu berikan dia kepada kami waktu itu." Mendengar itu membuat darah Allura kembali mendidih."Apa aku tidak salah dengar Bu? Bukankah kalian sendiri yang tidak mau merawat Dion, putra ibu sendiri yang bilang, dia tidak mau merawat Dion," kata Allura membela diri, ia tidak terima disebut wanita bodoh.Kematian putranya memang sudah takdir, dan Allura perlahan-lahan mengiklaskannya. Tetapi tidak membuat Allura melupakan perbuatan m
"ayo kita makan dulu, sepertinya bibi sudah selesai menyiapkan makanan," ucap mommy Shofie, mengajak mereka untuk makan."Ayo Daddy juga sudah lapar." Mereka semua melangkah pergi ke dapur untuk makan.Tidak ada percakapan diantara mereka ketika makan. Karena Johan selalu mengajarkan untuk tidak berbicara ketika sedang makan.Selesai makan, mommy Shofie meminta Allura untuk beristirahat. Allura sendiri juga sangat lelah."Sayang, bagaimana kalau kita menjodohkan Zevan dengan Ara?" Tanya Shofie kepada suaminya."Aku setuju, tetapi tidak dalam waktu dekat ini. Kamu tau kan kalau Ara itu sedang berduka? Dia juga terlihat trauma untuk menjalani pernikahan kembali.""Dari mana kamu tau kalau Allura itu trauma?""Hanya menebak saja. kalau tebakan aku benar, bukankah itu wajar jika Ara trauma? Aku tahu benar bagaimana perjuangan dan pengorbanannya dulu, lalu sekarang dia di khianati." Shofie menganggukan kepalanya, ia juga tau bagaimana perjuangan dan pengorbanan Ara dulu. Dalam hatinya ia
"iya, ada apa ya?" Tanya Allura saat melihat seorang wanita menatapnya tajam."Kamu karyawan baru ya disini?" Tanya wanita itu, yang namanya adalah Susi."Iya kenapa?" Tanya Allura lagi."Beliin aku makanan diseberang jalan sana!" Perintahnya."Maaf, bukannya sudah waktunya masuk kerja?" "Iya terus kenapa? Saya mau kamu beliin aku roti diseberang jalan sana!" "Baiklah istirahat nanti akan saya belikan," ucap Allura sambil tersenyum ramah."Sekarang! Cepat!" "Tapi sudah waktunya bekerja.""Kamu berani melawan saya? Saya ini calon istri pak Zevan," tegasnya, membuat Allura menatapnya tidak percaya.Apa benar dia ini calon istrinya Zevan? Masa iya seleranya kaya Tante-tante kurang disentuh begini, pikir Allura."Maaf, saya tidak tahu, kalau begitu akan saya belikan," ujar Allura sambil menunduk."Pakai uang kamu dulu," ujar susi lalu melangkah pergi meninggalkan Allura yang menatapnya tidak percaya."Mudah sekali dia berbicara," gumam Allura lirih."Permisi pak, ini ada berkas yang p
"hehe, kan Zevan mau liburan bareng keluarga juga, memang tidak boleh?""Boleh aja, asalkan untuk tiketnya kamu yang beli, setuju?" Tanya mommy Shofie membuat pak Johan menggelengkan kepalanya."Itu gampang, jadi rencananya mau pergi kemana?""Ara, ada ide?" Tanya Zevan sambil menatap Allura."Ara, ikut aja, terserah mau kemana," Jawab allura."Tapi, sepertinya Ara tidak ikut," sambungnya. "Loh, kenapa?" Tanya mommy Shofie dengan suaranya yang lembut."Ara tidak ada biaya, buat liburan," jawabnya sambil tersenyum."Tenang aja sayang, kita yang bayarin, kan mommy sudah menganggap Ara seperti anak sendiri. Untuk tiketnya, Zevan yang beli." Mommy Shofie mengelus rambut panjang Allura dengan lembut."Tapi, mom....""Tidak ada penolakan, sayang. Pokoknya Ara harus ikut, kalau tidak mommy akan marah," ujar mommy Shofie, sambil pura-pura marah."Yah, jangan dong mom. Oke deh, Ara ikut," Jawabnya membuat mommy Shofie tersenyum senang.Pak Johan dan Zevan, yang melihatnya hanya bisa menggeleng
Flashback di kantor.Allura berdiri di belakang kursi Zevan, yang masih berbicara dengan Susi.Tiba-tiba ia merasakan kepalanya sangat pusing, Allura duduk di lantai karena ia sangat lemas untuk berdiri.Ia berpikir saat masih di rumah, pusingnya akan hilang dengan sendirinya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk tetap berangkat ke kantor.Setelah selesai berkumpul tadi, sebenarnya ia akan istirahat sebentar, tetapi Zevan memintanya untuk ikut masuk kedalam ruangannya, mau tidak mau Allura mengikuti Zevan.Merasakan kepalanya yang semakin pusing dan badannya juga lemas, akhirnya Allura tidak sadarkan diri tepat di belakang kursi Zevan. Saat di kantor badannya memang tidak panas, mangkanya Zevan mengira Allura hanya tidur.Flashback off.Allura sudah pindah ke ruang rawat, ia juga belum sadarkan diri. Hingga malam hari sekitar pukul 21.00, ia sadar dan hanya ada Zevan yang tidur dikursi diruangan itu."H-haus," lirihnya, ia mencoba meraih gelas di atas meja yang ada di sampingnya. Ak
Satu bulan kemudian, Jonathan dan Tiara tengah sibuk mengurus pernikahan mereka, yang akan berlangsung satu Minggu lagi.Banyak yang mereka undang, termasuk juga Zevan. Jonathan tidak mengetahui kalau Allura saat ini tinggal di luar negeri, bersama Zevan dan keluarganya. Kalau ia tahu, tidak mungkin ia mengundang Zevan, karena ada kemungkinan besar Zevan pasti mengajak Allura.Zevan dan Allura juga semakin dekat, banyak hal yang mereka lakukan, untuk menghabiskan waktu bersama."Aku dapat undangan pernikahan dari mantan suami mu, kebetulan aku juga perusahaan cabang di Indonesia, ada sedikit masalah. Apa kamu mau ikut?" Tanya Zevan, saat ini ia sedang berada di sebuah taman bersama Allura, yang tidak jauh dari perusahaannya.Allura menghela nafas, sebelum menjawab pertanyaan dari Zevan, pandangannya lurus ke depan, menatap seorang anak kecil laki-laki, yang tengah bermain dengan seorang wanita, yang mungkin itu adalah ibunya."Aku belum siap untuk bertemu dengan mereka, kemarin aku ti
Zevan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, setelah ingat jika ia meninggalkan Allura sendiri di apartemen."Astaga, lupa. Sorry Ara," ujarnya sambil terus mengemudikan mobilnya.Perasaannya tidak tenang sama sekali, hampir saja ia menabrak seorang pedagang yang mendorong gerobaknya."Maaf pak, maaf, saya tidak sengaja," Zevan meminta maaf atas kejadian barusan, walaupun pedagang itu tidak tertabrak."Iya tidak apa-apa, saya juga salah karena mau nyebrang tidak lihat-lihat dulu.""Ini pak, saya berikan uang sebagai ganti ruginya." Zevan memberikan beberapa lembar uang berwarna merah, pada pedagang itu."Loh, Tapi kan....""Saya permisi dulu ya, pak. Buru-buru."Sesampainya di apartemen, Zevan mendapati Allura yang tidur di kamar."Ara, bangun! makan dulu! Maaf ya tadi aku lupa kalau ninggalin kamu sendiri.""Tidak lapar," jawab Allura dengan suara khas bangun tidur."Tapi kamu kan belum makan.""Aku tidak lapar," jawab Allura yang masih berbaring, tidak menatap Zevan sama denga