Share

Bagian 3

Brak!

Bu Dewi melempar koper berisi pakaian milik Allura dan Dion.

"Ambil koper mu dan pergilah dari sini!" Perintahnya.

Allura memandangi koper besarnya itu, sungguh tidak pernah terpikirkan olehnya, kalau ia akan di usir dari rumahnya sendiri.

"Kalian kejam!" Teriaknya, tatapannya tajam.

"Nenek jahat!" Teriak Dion marah.

"Diam kamu! Anak kecil sepertimu tau apa? Cepat pergi bawa bundamu itu!"

"Sampai kapan pun aku tidak akan meninggalkan rumah ini."

"Kamu memang tidak tahu diri ya? Kamu itu sudah diceraikan sama mas Jonathan, dan rumah ini sudah menjadi milik mas Jonathan,'' ujar Tiara dengan nada mengejek.

"Yang tidak tahu diri itu kalian bukan aku. Sudah banyak yang aku berikan untuk kalian, aku banyak berkorban untuk kalian, tetapi dengan tidak tahu dirinya kalian mengambil semuanya dariku."

"Pergi!" Bentak Jonathan.

"Hahaha! Lihatlah wanita itu, dia seperti pengemis," ucap Tiara, mengejek Allura yang duduk di lantai karena sebelumnya ia sempat didorong oleh Tiara.

"Hahaha! Kamu benar sayang," timpal Bu Dewi.

"Cepat pergi sialan! Kami tidak menerima pengemis seperti dirimu!" Bentak Bu Dewi sambil menendang Allura hingga membuatnya terjengkang.

"Aku tidak menyangka ternyata aku menikahi wanita bodoh seperti dirimu," ujar Jonathan dengan raut wajah seperti tidak berdosa.

Allura menggeram marah mendengar ucapan pedas mereka. Dalam hatinya ia berjanji akan membalas dendam atas perbuatan mereka kepadanya.

Ia akan pergi dan akan datang kembali dan mengambil semua yang mereka rebut darinya.

Allura menggenggam tangan Dion lalu membawa anak kecil itu pergi meninggalkan orang orang tidak tahu diri itu.

Tidak tahu kemana arah tujuannya, yang penting baginya sekarang ia menjauh dari benalu itu.

Matahari terik tepat di atas kepala, sudah tengah hari tetapi ia masih menyusuri jalan.

Perut yang sedari tadi bunyi ia abaikan, beruntung putranya itu tidak rewel.

Keadaannya yang berantakan itu mengundang perhatian orang-orang yang berlalu lalang.

Ia memutuskan untuk singgah sebentar di warung makan dipinggir jalan, untuk mengisi perutnya yang sedari tadi bunyi minta diisi.

Setelah makan, ia kembali melanjutkan perjalanan nya yang ia sendiri tidak tahu mau kemana.

Setelah berjalan kembali hampir satu jam lamanya, ia berhenti di depan sebuah kos-kosan. Ia akan tinggal disana untuk sementara. Ibu pemilik kos itu terlihat ramah, dilihat dari orang-orang yang juga tinggal dikos itu yang sangat menghormatinya.

Harganya yang murah, tidak apa yang penting ia dan putranya itu bisa istirahat. Biasa tidur di kasur empuk, dan sekarang berbanding terbalik tidak membuat Dion rewel, membuat Allura beruntung memiliki putra seperti Dion.

"Sabar ya mbak Allura, saya dulu juga seperti itu, bedanya dulu saat menikah kami tidak mempunyai apa-apa, tetapi saya menemani suami saya berjuang dari awal hingga sukses, tetapi setelah itu saya dibuang seperti sampah tidak berharga," ucap Bu Rika tetangga kos Allura.

"Iya Bu, saya juga tidak menyangka ternyata selama ini saya ditipu." Allura menghela nafas lelah.

Baru kenal belum ada sehari, tetapi Allura sudah akrab dengan tetangga-tetangganya.

Beruntung tetangga-tetangganya sangat ramah, mereka juga ikut memberikan semangat dan dukungan untuk Allura.

Anak-anak kecil disana juga ramah tidak nakal, membuat Dion cepat akrab dengan mereka.

"Kebetulan besok ada pengajian di masjid dekat sini, besok kita pergi bersama untuk mengunjunginya. Bagaimana mbak Allura? Mbak mau kan?" Tanya Bu Siti.

"Wah boleh Bu, besok saya akan ikut mengunjunginya," jawab Allura sambil tersenyum. Ia sudah bertekad untuk merubah dirinya menjadi lebih baik lagi dari yang sebelumnya.

Malam harinya Allura duduk termenung di teras, sudah tengah malam tetangga-tetangganya semua mungkin sudah masuk kealam mimpi.

Dadanya kembali sesak mengingat semua perlakuan mantan suami dan mertuanya itu.

Ia kembali dititik dimana ia harus memulai semuanya dari awal nol lagi.

Apa boleh buat, perusahaan yang ia bangun dari nol dengan kerja kerasnya sendiri, sekarang sudah di ambil oleh para manusia tidak tahu diri itu.

Lagi dan lagi air matanya itu tidak dapat ia tahan, turun membasahi pipinya yang sedikit berjerawat itu. Ia memang kaya, tetapi untuk sekedar pergi ke klinik kecantikan tidak sempat ia lakukan, karena Jonathan melarangnya dengan alasan Jonathan tidak mau Allura tambah cantik dan lirik pria lain.

Tetapi malah Jonathon sendiri yang selingkuh. tidak tahu diri memang.

Keesokan harinya, Allura bersiap-siap untuk mengunjunginya pengajian di mushola dekat kos nya. Ia menunggu ibu-ibu yang lain di teras. Rumahnya dan rumah tetangganya memang bergandengan tidak ada jarak.

"Bunda boleh tidak kalau mulai nanti sore Dion ikut mengaji dengan anak-anak lain?" Tanya Dion sambil duduk memeluk Allura.

"Dimana sayang?" Tanya Allura.

"Di masjid yang sekarang buat pengajian," jawab Dion.

"Boleh sayang, asalkan Dion tidak boleh nakal dan patuh dengan apa yang di sampaikan oleh pak kyai nanti."

"Siap bunda. Dion Janji akan patuh, Dion akan buktiin ke ayah, nenek dan kakek kalau Dion itu Anak pintar,"

"Memangnya ayah, nenek dan kakek pernah bilang apa ke Dion?"

"Mereka sering bilangin Dion anak bodoh, setiap bunda pergi, mereka sering bilang gitu ke Dion."

Mendengar penuturan putranya itu membuat Allura semakin membenci mereka. Namun tidak ia perlihatkan keputrannya.

"Dion harus tunjukkan bahwa Dion itu Anak pintar, tetapi Dion juga tidak boleh terlalu memaksa ya, bunda takut nanti Dion sakit."

"Iya bunda."

Saat ini Allura, Dion dan ibu-ibu yang lain sudah tiba di masjid.

"Ayo Dion kita duduk disebelah sana," ajak farel anak bu Rika.

"Ayo."

Singkat cerita, Dion pergi untuk membeli jajan di dekat masjid bersama farel dan teman-temannya yang lain.

Saat akan kembali ia melihat Jonathan dan Tiara tidak tahu apa yang mereka lakukan.

"Ayah," sapa Dion, berjalan mendekati ayahnya.

"Sedang apa kamu disini?" Tanya Jonathan sambil menatap sekelilingnya, lalu tatapannya jatuh kepada Dion yang memakai setelan baju Koko.

"Dion bersama bunda mengunjungi pengajian ayah," jawab Dion.

"Ayah sedang apa disini? Ikut pengajian juga? Tapi kok Tante Tia pakai baju sexi?"

"Berisik!" Bentak Tiara.

"Kan Dion hanya bertanya, kenapa Tante malah bentak Dion?"

"Lagian buat apa kita ikut pengajian terus pakai baju kaya gitu, panas tahu," ujar Tiara.

Mereka yang mendengar perkataan Tiara hanya mengelus dada sambil menggelengkan kepalanya.

"Tante Tia tahu tidak? Kalau di neraka nanti jauh lebih panas?" Tanya Dion sambil menatap Tiara yang menatapnya tajam.

"Heh anak bodoh, diam kamu!" Bentak Tiara, membuat mereka yang mendengar kembali mengelus dadanya.

"Heh mbak! Tidak seharusnya mbak kaya gitu, anak kecil itu cuma menginginkan," ucap salah satu ibu-ibu yang sudah sangat geram.

"Heh diam! Sudah tua bau tanah tidak perlu ikut campur!" Bentak Tiara.

"Tante yang sopan sama yang lebih tua, Tante sendiri nanti juga akan menua tidak akan muda terus," ujar Dion.

"Diam Dion! Sana kembali kepada bundamu!" Bentak Jonathan.

"Ayah memang jahat, bunda sudah banyak berkorban untuk ayah tetapi ayah malah selingkuh dengan Tante girang itu, ayah juga mengambil semua yang bunda punya."

Tidak terima disebut Tante girang, Tiara marah dan mendorong Dion hingga jatuh terguling ketengah jalan raya.

Tiiiiiiiiinnnn!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status