Share

Kakek Misterius

"Apa? Cucu?"

Bima mencoba untuk mengenali sosok itu. Ia merasa seperti pernah melihatnya di suatu tempat.

Kakek tua itu memiliki gaya yang khas. Usia senja tak menghalanginya untuk tetap tampil modern dan eksentrik. Di saku kanan jasnya, terpasang sebuah bros kecil berwarna merah marun.

"Pramono ... Angkasa?" ucap Bima penuh tanda tanya.

Kakek itu hanya tersenyum dan mendekat ke arah Bima, "Benar, aku adalah Pramono Angkasa. Kakekmu. Kau adalah cucuku, Bima."

Bima terkejut bukan main. Apa ini? Apa ini sungguhan? Tanya Bima dalam hati. Bagaimana mungkin seseorang yang biasa ia lihat dari layar kaca kini menjadi kakeknya?

Keluarga Angkasa merupakan keluarga paling elit di Negeri Tenggara. Tidak ada yang berani mencari gara-gara dengan keluarga itu. Mereka menguasai semua lini bisnis, mulai dari industri properti, makanan, sampai teknologi. Mereka kabarnya juga bermain di jaringan bisnis bawah tanah.

Bisa dikatakan seluruh negeri takluk pada mereka. Mereka dapat membuat sebuah perusahaan hancur dalam hitungan detik. Pengaruh mereka begitu kuat baik dari segi ekonomi maupun politik.

“Ini pasti kesalahan. Selama ini aku sama sekali tidak pernah berurusan dengan keluarga Angkasa. Aku dibesarkan di panti asuhan dan sama sekali tidak pernah mengenal siapa keluargaku. Aku tidak mengerti, kenapa tiba-tiba aku menjadi cucumu?”

Kakek tua itu terkekeh melihat wajah Bima yang begitu polos. “Kau tidak tiba-tiba menjadi cucuku Bima. Tapi kau memang sudah menjadi cucuku sejak kau lahir.”

“Apa maksudmu?” tanya Bima.

“Semua itu sudah kuperhitungkan sejak 28 tahun yang lalu. Saat ayah dan ibumu meninggal, aku tidak memiliki lagi ahli waris. Untuk menjagamu dari para pesaing bisnis, maka aku menitipkanmu ke panti asuhan. Semua itu untuk kebaikanmu. Aku ingin kau terasah dengan baik. Sekarang, waktunya kau untuk kembali.”

Pramono memang memiliki pemikiran yang eksentrik. Baginya, seorang pewaris keluarga Angkasa yang hebat haruslah mampu melewati segala macam jenis kesulitan. Alih-alih memberikan semua fasilitas mewah kepada cucunya, ia lebih memilih untuk melemparkan cucunya tersebut ke kandang macan.

Ia ingin Bima menjadi sosok yang kuat karena sudah terbiasa menghadapi kesulitan. Selama ini dia selalu memantau Bima dari jauh.

“Jadi, selama ini kau selalu memperhatikanku?”

“Tentu saja. Aku yang membawamu ke tempat ini tiga bulan yang lalu. Melihatmu babak belur seperti itu, ternyata aku tak tega harus menunggu sampai umurmu 30 tahun.”

“Kenapa harus tiga puluh tahun?”

“Awalnya aku ingin terus membiarkanmu diasah dengan kesulitan sampai usiamu 30 tahun. Tapi ternyata, hidupmu begitu menyedihkan. Aku tidak tega jika harus menunggu dua tahun lagi untuk menyerahkan semua kekayaanku untukmu.”

“Ini konyol! Sangat-sangat tidak bisa dipercaya.” Mulut Bima ternganga mendengar pemaparan kakek tua itu.

“Aku tahu, kau pasti akan sulit untuk memahaminya. Tapi percayalah, semua ini sungguhan.” Pramono lalu memeluk tubuh cucunya tersebut dengan erat. Ia lalu memberikan sebuah kartu nama kepada Bima.

“Karena kau sudah tiga bulan terbaring disini, kau mungkin butuh waktu untuk kembali ke kehidupanmu. Kakek akan memberikanmu akses ke akunmu. Besok kau dapat pergi ke Bank Cendana untuk memulai semuanya.”

Bima menerima kartu tersebut. Itu adalah kartu nama presiden direktur Bank Cendana. Bank Cendana merupakan bank yang seluruh nasabahnya merupakan kalangan elit. Tidak sembarangan orang bisa menjadi nasabahnya. Hanya orang-orang terpilih yang bisa menabung di bank itu.

“Aku tidak butuh kartu nama ini!” acuh Bima. Ia masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh orang yang mengaku kakeknya tersebut. Selama ini dia selalu mengutuk kehidupannya yang menyedihkan. Jika memang dia adalah kakeknya, bukankah itu begitu kejam karena membiarkannya berjuang selama ini?

“Hidupku memang lah sebuah lelucon. Tapi bukan berarti orang bisa sembarangan denganku!”

“Aku tahu kau pasti akan marah. Aku minta maaf karena hal itu. Sebagai ungkapan rasa bersalahku, aku akan menuruti semua permintaanmu,” ucap kakek Pramono yakin.

Bima kemudian berfikir sejenak. Jika citra yang dimiliki oleh keluarga Angkasa memang sehebat itu, tentu segala permintaannya pasti akan dikabulkan meski yang tersulit sekalipun.

Ting!

Sebuah bola lampu menyala di kepalanya. Ia ingin menjadikan ini sebagai ajang balas dendam. “Surya Express,” gumam Bima.

“Apa?” tanya kakek Pramono.

“Surya Express, aku ingin menguasai perusahaan itu,” ulang Bima. 

“Surya Express? Perusahaan apa itu?”

“Itu adalah perusahaan ekspedisi yang dijalankan oleh keluarga Surya. Aku ingin kakek membeli saham di sana dan memberikannya kepadaku,” ucap Bima mantap.

Surya Ekspress merupakan sebuah perusahaan ekspedisi kelas menengah yang saat ini dijalankan oleh keluarga Surya. Selama tiga tahun ini, Bima hidup dengan terhina dibawah kekuasaan keluarga tersebut, dikarenakan Frans merupakan salah-satu ahli warisnya. Ia ingin mengalahkan Frans dengan cara mempreteli aset keluarganya satu per satu.

“Itu bukan masalah,” jawab Pramono. “Kita memang baru saja mengakuisisi beberapa perusahaan kecil yang hampir bangkrut dan ternyata, perusahaan yang kau minta itu adalah salah-satunya.”

“Serius kek?”

“Tentu saja, aku tidak pernah main-main soal bisnis.”

Bima pun kegirangan. Ia pun semakin bersemangat untuk benar-benar mengalahkan Frans. Sebenarnya Surya Express tak sekecil itu. Keuntungan yang diperolehnya selama setahun cukup tinggi. Nilainya bisa mencapai jutaan dolar, tapi jika dibandingkan dengan laba yang dimiliki oleh Angkasa grup, tentu itu tidak seberapa.

“Lalu, kapan aku bisa mulai untuk memiliki perusahaan tersebut?”

“Bisa kau mulai kapan saja. Mulai hari ini, kau juga sudah ku daftarkan sebagai komisaris baru di perusahaan tersebut. Besok, kau bisa menemui Hendrawan untuk proses selanjutnya.”

“Baik, kek. Aku siap!” jawab Bima.

Keesokannya, Bima keluar dari rumah sakit. Tubuhnya memang belum sembuh sempurna. Tapi titah kakek Pramono tidak bisa ditunda. Sebelum pergi ke Bank Cendana, Bima terlebih dahulu mengambil skuter jadulnya di kontrakan.

Dengan mengendarai skuter bututnya, Bima pun tiba di lapangan parkir Surya Express. Suara berisik yang keluar dari knalpot motornya terdengar begitu bising sehingga menjadi tontongan orang-orang disana. Sampai-sampai, ia pun didatangi seorang sekuriti berwajah masam.

"Hey, siapa kamu! Bisa-bisanya masuk kemari sambil membuat keributan seperti ini!" bentak pak sekuriti.

"Oh, maaf pak? Motor saya memang sudah tua dan jelek. Harap maklum," ucap Bima.

"Kamu itu tahu ga sih? Daripada naik motor butut dan berisik gini, seharusnya kamu naik bis aja. Ganggu tahu gak?!"

"Iya maafkan saya pak? Saya gak bermaksud untuk mengganggu. Tapi, hanya ini kendaraan yang saya punya di rumah."

"Terus, mau apa kamu kemari? Maaf ya, disini gak nerima sumbangan!" cibir sang sekuriti.

"Oh, enggak pak! Saya kesini bukan buat minta sumbangan. Tapi mau ketemu Pak Hendrawan."

"Mau apa kamu ketemu dia? Mau ngelamar kerja?" Sekuriti itu melihat penampilan Bima yang nampak lusuh. "Oh, kamu pasti mau ngelamar jadi OB yang baru, ya?"

Sesaat Bima tertegun, "OB?"

"Iya, OB. Office boy. Kamu kesini mau ngelamar jadi OB kan? Ya sudah kesana.  Kamu masuk lewat pintu belakang. Jangan sampai kelihatan Pak Darma, soalnya sebentar lagi dia mau sampai."

Tiba-tiba, sebuah mobil hitam mengkilat memasuki lapangan parkir. Sekuriti itu terkejut. Ia lalu bergegas untuk menyambut orang yang ada di dalam mobil tersebut.

"Selamat pagi, pak?" ucap sekuriti itu sambil memberi hormat.

Seorang pria berjas navy keluar dari dalam mobil. Ia terlihat angkuh dan sombong.

"Darma?" Gumam Bima. Ia mengenali sosok tersebut. Dia adalah teman sekolah Bima saat SMA.

Bima pun menjadi bersemangat. Ia lalu menghampiri Darma. "Darma? Ini Darma kan?" Sapanya.

Pria yang berdiri di depan mobil itu melepaskan kacamata hitamnya.

"Darma, apa kabar kamu? Ya, ampun ... sudah lama ya kita tidak ketemu. Terakhir aku dengar kamu sekolah keluar negeri. Gak nyangka, sekarang kamu sudah jadi orang sukses,” ucap Bima lagi.

Pria itu masih diam. Ia melihat Bima dari atas sampai bawah dengan tatapan tak suka. Penampilan Bima yang seperti orang gembel membuatnya jijik.

"Kamu siapa?" ucapnya angkuh.

...

Lanjut ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status