Kelam tergesa menyusuri lorong hotel lantai, ia mengeratkan kimono tidurnya, rambutnya masih berantakan. Pagi menjelang, kekasihnya menepati janji. Ia pulang, lalu mereka bercinta dan Senja meneleponnya dengan tersedu.
"Kau baru mengenalnya kemaren, Kelam. Kenapa kau begitu baik padanya?" tanyanya pada diri sendiri. Kekasihnya marah saat ia meminta untuk menyudahi percintaan mereka demi seorang wanita asing yang kehilangan suaminya. "Berarti dia tidak becus melayani suaminya di atas ranjang sampai-sampai si suami kabur setelah malam pertama!" Begitu bentakan sang kekasih. Kelam menulikan telinga, ia meraih kimono hitamnya dan menyisir rambut asal dengan jemarinya lalu berlari keluar dengan flip flop berlogo Esmeralda Hotel. Suite termahal di hotel ini berada di lantai enam dan hanya terdiri dari enam unit kamar. Suite milik Senja dan Surya berada di urutan paling pojok. Suite room bernomor 146. Oh, betapa beruntungnya wanita mungil itu! Pasti suaminya kaya raya. Kelam mengetuk pintu, tidak perlu menunggu lama pintu pun terbuka. Senja langsung menariknya masuk dan memeluk tubuhnya. Senja tersedu dalam pelukannya. "Ia meninggalkanku sendiri di sini, Mbak, sungguh tega!" Ruangan itu masih bau parfum Surya, dan kenangan semalam kembali menyesakkan dada Senja. Kedua lengan Kelam pun melingkupi tubuh Senja, telapaknya mengelus bahu bergetar Senja. Berusaha menenangkannya. "Ia mengangkat teleponmu?" Senja menggeleng. Ia merogoh saku celananya dan memberikan ponselnya pada Kelam. Wanita itu mengamati layar ponsel yang menampilkan sebaris pesan. "Dia kabur, Mbak! Tega sekali, Mas Surya! Apa salahku?" "Di sini dia berkata akan melakukan perjalanan bisnis, Senja. Bukan meninggalkanmu. Sekarang, sudah terjawab, kan?" Senja menggeleng, ia tidak terima akan penjelasan dari Kelam. "Di tengah acara bulan madu kami? Dia yang merencanakan ini, Mbak! Aku tidak memintanya, tapi dia sendiri yang justru kabur!" Kelam membawa Senja masuk, ia sempat terperangah melihat penampakan suite room yang Senja tempati. Kelam tersenyum kecut. Surya begitu memanjakan Senja, memberi wanita mungil nan naif ini yang terbaik. Bulan madu di Roma, suite termewah dan mahal, bahkan setelan santai yang Senja kenakan merupakan limited edition, pasti Surya juga yang membelikan. Sedangkan dirinya? Untuk menyusul kekasihnya ke Roma saja ia harus sembunyi-sembunyi. Kekasihnya itu melarangnya untuk tampil di publik bersama. Hubungan mereka merupakan hubungan rahasia. Dasar pria! Pasti agar bisa bebas merayu wanita! Coba saja seandainya Kelam tidak kekeh menyusul ke Roma, sudah berapa kali mereka akan bercinta. "Duduklah dulu! Sudah sarapan?" Senja mengusap air matanya, ia terharu dengan perhatian dari Kelam. Kepala mungilnya menggeleng-geleng. Kelam tersenyum, "aku buatkan omelet ya?" Dan kembali pertanyaan itu diangguki oleh Senja. "Kau mau tahu kisah asmaraku yang malang, Senja?" Harum telur kocok yang masuk penggorengan membuat perut Senja yang sejak semalam belum terisi keroncongan. Ia melangkah menuju dapur dan menyeret kursi meja makan, duduk manis menunggu Kelam yang membuatkannya sarapan pagi. "Aku kesini untuk memergoki kekasihku bercinta dengan wanita lain!" Senja menegakan posisi duduk, tenggorokannya serasa kering seketika. Ia mengamati Kelam yang masih disibukan dengan penggorengan, tatapannya berkaca-kaca. "Dan dia merupakan wanita yang menggemaskan. Manja dan pastinya masih perawan!" Kelam mematikan kompor listrik, kedua tangannya terkepal. Gemuruh perih yang menyerang hatinya membuat air mata Kelam meluncur deras. Senja berdiri, ia menghampiri Kelam dan memeluknya erat. "Keluarganya bahkan merestui hubungan mereka, Senja. Lalu, apakah pengorbananku selama hampir lima belas tahun ini tidak berarti sama sekali di mata mereka?" "Mbak ..." Kelam menangis histeris karena prianya menduakannya, tapi selang beberapa jam kemudian ia kembali bercinta dengan si pria yang sama. Kelam tahu dirinya lemah saat berhadapan dengan pria itu. Bahkan setelah dihianati, tubuhnya tetap rindu. Hilang sudah rasa lapar yang menyerang perut Senja.Tangisan dari Kelam sangat menyayat hati. Senja hanya bisa terdiam sembari terus memeluknya. "Bodoh sekali pria itu!" Pikir Senja. "Bagaimana bisa ia berselingkuh dari wanita luar biasa sempurnanya seperti Mbak Kelam? Apa dia buta? Seperti apa sih wanita kedua itu?" Hampir lima belas menit Kelam tergugu, bahkan setelan bagian atas Senja terbasahi oleh air matanya. Niat hati Senja ingin mencari penglipuran, tapi malah dia yang harus menghibur Kelam yang patah hati. Mendadak hatinya dipenuhi oleh rasa syukur. Benar apa yang dikatakan Kelam, Surya pergi dengan alasan yang jelas, perjalanan bisnis, bukan berpetualang mencari wanita. "Sudahlah! Ayo makan dulu, kau pasti lapar! Maafkan aku yang sedikit melankolis hari ini ya?" Senja tersenyum, ia kembali duduk dan mengamati Kelam yang melanjutkan pekerjaan memasaknya yang tertunda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk hidangan sederhana tersebut tersaji di atas meja. Kelam juga membuatkannya orange juice. "Terima kasih, Mbak. Mbak tidak makan?" Kelam menggeleng, "aku tidak terbiasa sarapan pagi." Tidak terbiasa sarapan pagi, tapi Kelam memilih untuk menyeruput kopi. "Boleh kan, aku minta kopinya? Ini bisa meredakan sedikit sakit hatiku." Senja mengiyakan. Kelam benar-benar luar biasa. Beberapa saat yang lalu ia sendu, sekarang suasana hatinya berubah syahdu. Kelam mengajak Senja berkelakar, saling menguatkan dan berbincang banyak hal. Ia seperti memiliki seorang Kakak perempuan. Ah! Seandainya dulu Dirga berpacaran dengan Kelam, pasti mereka akan menjadi yang tak terpisahkan. "Tidak usah pulang ke Indonesia atau pun menunggunya lagi, Senja. Kalau dia mau berbisnis ketimbang menyenangkan hati istrinya, ya silahkan. Kau, harus bisa menyenangkan dirimu sendiri!" Kelam mencolek hidung Senja. Saking semangatnya hingga menyebabkan kerah kimono Kelam melorot ke samping. Menampilkan bahunya yang terhiasi beberapa tanda merah. Melihat itu, Senja tertunduk, wajahnya merona malu. Ia paham tanda apa itu. Bukan hanya itu, sepertinya Kelam tidak mengenakan apa pun di balik kimononya. Apakah ia baru saja bercinta dengan kekasihnya? Tapi, bukankah ... "Mbak, kau baru saja ..." Senja menggantung kalimatnya. Tapi, Kelam mengerti ke arah mana perkataan Senja tertuju. "Iya, aku sedang berada di atasnya saat kau meneleponku dengan nada panik. Ia suka posisi itu!" "Tapi, Mbak. Bukankah kau bilang dia berselingkuh darimu?" "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi! Dan aku tidak akan melepaskan wanita itu begitu saja. Aku akan membuatnya menderita, Senja. Kalau dia ingin menjadi yang kedua, maka untuknya akan tersedia neraka." Senja terdiam. Kilat mengerikan terpancar dari sorot Kelam. Begitu gelap dan menakutkan. Ia bergidik, mungkin si wanita kedua alias perebut lelaki orang itu akan menemui jalan terjal ke depannya. Ya, salah siapa menggoda pria milik orang lain! "Kau juga harus menjaga Surya! Hamil, itulah senjata seorang wanita untuk membuat prianya betah! Setidaknya kau akan disayang mertua. Mereka akan ada di pihakmu jika Surya macam-macam!" Kelam dan Senja saling melempar senyum. Senja jadi teringat perkataan Surya di malam pertama mereka mengenai seorang anak. Surya sangat menantikan hal itu terwujud dan ia berjanji akan menyayangi anak mereka. "Mbak juga harus hamil anak dari kekasih Mbak. Ikat dia, Mbak!" Seharusnya itu menjadi penyemangat untuk mereka berdua, namun perkataan Senja malah membuat Kelam murung. "Aku tidak mempunyai senjata itu, Senja." "Apa maksud Mbak Kelam?" "Aku tidak bisa hamil," bisiknya. Mendadak dunia Senja seolah membeku. Tiba-tiba, semua nasihat Kelam tentang mengikat pria lewat anak terasa kosong. “Kalau begitu, apa yang sebenarnya sedang kau rencanakan, Mbak?” gumam Senja dalam hati. Perlahan hatinya disergap rasa takut yang belum ia pahami sepenuhnya.-----"Maukah kau membunuh wanita itu untukku?"Kelam mendengar helaan napas panjang dari seberang sambungan. Senja jelas terkejut, terperangah oleh permintaan yang tak masuk akal itu."Mbak, bercandanya jangan berlebihan begitu dong!"Kelam menunduk. Tatapannya berubah tajam dan dingin. Tak tersisa lagi kelembutan dalam sorot matanya, hanya dendam yang mendidih di balik pupilnya. Cinta yang ia perjuangkan kandas. Kelam dikhianati, sekaligus ditinggalkan.Hubungan dengan sang ayah pun tak jauh lebih baik. Arjuna Wicaksono masih memberinya kuasa dalam bisnis, karena tidak lepas dari peran ketiga Ibunya. Mereka kompak mengancam akan pergi jika Kelam tak diakui, jika hak-haknya dirampas. Untungnya, Arya dan Marisa juga berdiri di sisinya -setidaknya untuk saat ini."Senja, kau tahu kenapa dulu aku dan Mas Dirga putus?""Ma-maksud Mbak Kelam... a-apa?"Kelam tersenyum miring. Nada suara Senja terdengar gugup, nyaris gemetar. Seperti seseorang yang mulai takut akan kebenaran yang selama in
-----Senja duduk di atas ranjang, bersilang kaki dengan potato chips di pangkuan dan diet coke di tangan. Ia tidak sedang melihat telenovela. Tidak, bukan itu! Melainkan ia memandangi -kembali, lukisan yang terpajang di ruang tidurnya. Entah kenapa ia begitu terobsesi dengan lukisan itu sekarang.Layaknya seorang detektif -yang yakin ada clue tersembunyi di balik lukisan tersebut, Senja mengamatinya dengan seksama. Hitung-hitung mengobati kejenuhan di suite mewah. Tidak mungkin juga, Senja terus-menerus meminta Damian untuk menemaninya jalan-jalan. Ia tidak ingin menimbulkan kecemburuan di pihak Donna, pacar Damian.Senja memicingkan mata, menatap leher si wanita dalam lukisan. Ada sesuatu yang familiar -leher jenjang yang menggoda itu, dan tahi lalat kecil di pangkalnya."Siapa kau?" bisiknya. "Kau bukan sekadar objek sensual. Aku tahu, kau nyata."Kedua bola mata Senja bergulir perlahan, dari leher jenjang si wanita menuju punggung lebar dan kokoh milik pria yang menindih tubuhnya.
-----Sepeninggal Kelam, D masih berkutat pada laptop. Layar itu kini menampilkan sebuah video erotis. Percintaannya dengan si wanita kedua yang diam-diam terekam. Ia mencintai Kelam dan malam-malam panas mereka. Tapi, ia tidak bisa menampik bagaimana nikmat yang diberikan oleh si wanita kedua.Tubuh mungilnya menggeliat pasrah di bawah kendalinya, bibirnya tak berhenti mendesah. Ia meracau nikmat, memuji permainannya hingga meminta D mengulanginya lagi. Malam itu adalah malam dimana ia mampu menyingkirkan Kelam dari benaknya. Malam itu ia terjerat oleh pesona si wanita kedua. Melebur dalam hasrat yang begitu dahsyat, menyatu dalam nafsu yang memburu."Apa harus kuminta kau datang kesini?"Napas D memburu, kepalanya bersandar pada kursi. Ia merasakan gejolak memenuhi diri."Ya! Hanya sebentar," putusnya. Ia beranjak dari tempatnya lalu melangkah keluar menuju kamar tidur dan kembali lagi dengan sebotol wine di tangan. Ia ingin mabuk dan menyelami hasrat diri bersama si wanita kedua."
----- Aura dari Kelam memang tak terbantahkan, sangat memikat dan mampu membuat banyak pasang mata terhipnotis. Tinggi semampai, wajah cantik dan tutur kata yang baik. Sebuah paket lengkap yang terbalut dalam raga seorang dewi. Mereka sempat menoleh saat pintu diketuk, kemudian seseorang masuk. Seorang pria tampan yang mampu mencuri perhatian Kelam. Pria itu ternyata menepati janji yang ia ikrarkan melalui pesan -kepada Kelam, beberapa saat lalu. Pandangan keduanya sempat saling bertaut, namun segera diputuskan sepihak oleh si pria. Ia harus menyampaikan permohonan maaf atas keterlambatannya. "Well, selamat bergabung bersama kami, Mr. Dirgantara Mulia," sambut pemimpin rapat sembari menjabat tangan Dirga erat. Dirga segera menempatkan diri dan Kelam kembali melanjutkan pembahasan materi. Kelam beberapa kali mencuri pandang ke arah Dirga yang sedang mendengarkan penjelasannya dengan seksama. Pria itu tahu dan ia membalas tatapan Kelam begitu dalam hingga tubuh wanita itu mereman
-----Senja penasaran. Ada sesuatu dalam lukisan itu yang membuat Damian dan Arya begitu terpikat -seolah terhipnotis. Jadi, begitu Damian pamit, Senja buru-buru kembali ke kamarnya. Berdiri tepat di depan lukisan dan menatapnya dalam-dalam.Sepasang kekasih terlukis sedang bercinta. Wajah mereka tak tampak, si pria membelakangi -dengan tubuh panjang dan bahunya yang lebar, membayangi sosok si wanita di bawahnya. Wajah si wanita tersembunyi di balik tubuh kekasihnya, hanya leher jenjang dan sebelah dadanya yang terpapar, begitu ranum dan mencolok."Apa yang istimewa dari ini?" bisiknya dalam hati.Matanya terpaku pada telapak tangan si pria yang mencengkeram lembut dada kekasihnya seolah meremas dengan ritme yang sensual. Tubuh Senja meremang. Ada panas yang naik pelan, menyusup hingga tengkuknya. Fantasinya mulai mengambil alih.Lambat laun, bayangan itu seperti hidup. Gerakan tubuh mereka tampak nyata di benak Senja. Sepasang tangan muncul dari balik punggung si pria. Tangan-tangan
-----Damian berdiri terpaku di tengah ruangan, matanya menelusuri tiap detail lukisan besar yang terpajang dalam pigura emas. Karya itu tak hanya memikat karena tekniknya yang realistis, tetapi juga karena aura misterius yang memancar darinya, seolah ia sedang menatap pantulan ruangan, tapi dengan dimensi yang berbeda. Seperti cermin, tapi tak sepenuhnya jujur.Di sudut kanan bawah lukisan itu, tertulis inisial kecil, K.M.W. dengan jenis huruf tipis dan elegan. Tepat di samping inisial itu, ada satu titik gelap, sebesar kancing jas, samar namun tegas. Seperti kesalahan yang disengaja. Warnanya menyatu dengan nuansa netral lukisan: krem, kelabu, dan cokelat kehitaman. Tapi Damian tahu, itu bukan sekadar efek bayangan.Ia menyipitkan mata, fokus pada objek utama, sebuah vas besar yang berdiri megah di sebelah sofa abu-abu. Vas itu mencolok, memberikan kedalaman dan keseimbangan pada komposisi. Namun saat Damian menoleh, mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, ia sadar, vas itu tidak