Share

D

Author: 9inestories
last update Last Updated: 2025-06-25 12:36:43

Senja baru saja menerima panggilan telepon dari ibunya. Ia menanyakan keadaannya dan bagaimana malam pertamanya. Tentu saja Senja malu, walau pun ia dan sang Ibu sangat dekat tapi untuk menceritakan tentang malam krusial tersebut ada kecanggungan tersendiri. Ibunya juga menanyakan Surya, bahkan meminta untuk disambungkan dengannya.

"Ibu! Kita habis ngelakuin lagi dan Mas Surya sedang mandi sekarang."

Dengan alasan itu, Ibu akhirnya menyudahi panggilan. Membuat Senja sedikit lega. Ia tidak mungkin mengatakan apa yang sedang terjadi, bahwa Surya meninggalkannya sendiri untuk sebuah perjalanan bisnis selama sebulan.

"Apa yang akan kukatakan nanti pada mereka jika mereka tahu aku pulang sendirian ke Indonesia?" gundah Senja.

Surya pernah mengatakan, sepulang mereka dari bulan madu, ia akan langsung memboyong Senja ke rumah baru. Tapi Senja belum diberitahu di mana letak rumah yang dihadiahkan Surya untuknya. Suaminya itu masih saja belum bisa dihubungi.

"Setidaknya, pamitlah, Mas. Aku ini istrimu."

Senja tidak lagi berselera menyantap sarapan yang diantarkan pihak hotel. Hatinya masih diselimuti kemarahan akan tindakan Surya. Ingin rasanya ia pulang lalu memeluk Ibunya dan menangis. Tapi, Senja sadar, ia sudah berkeluarga sekarang. Senja bukan lagi tanggungan kedua orang tuanya. Ini masalahnya dengan Surya dan ia tidak ingin membuat hati Ayah dan Ibunya bersedih.

"Kau tega, Mas! Kenapa tidak membawaku serta?" gugu Senja.

Ia menangis sepanjang malam, mengabaikan panggilan dari Kelam yang menyuruhnya turun ke lobi. Wanita itu ingin mengajaknya makan malam sebelum keberangkatannya ke Prada.

"Ah! Jam berapa Mbak Kelam berangkat ya?"

Senja menyeka air mata. Mengingat wanita cantik nan baik itu, ia pun memutuskan untuk meneleponnya. Tidak membutuhkan waktu lama untuk panggilan itu terangkat.

"Oh! Kau, Senja ..." Senja mengernyit. Nada suara Kelam terdengar berat, napasnya memburu. "Bisakah kau meneleponku lagi nanti? Aku ..."

Senja tercekat. Bulu kuduknya meremang. Suara geraman pria, napas berat Kelam, derit ranjang, semuanya menampar kesadarannya. Ia buru-buru menutup telepon, wajahnya merah padam.

"Jadi, kau sudah memutuskan untuk menerimanya kembali, Mbak?"

Senja meletakan ponsel di atas meja, mungkin ia akan mencoba sarapan sembari menunggu kegiatan panas Kelam dan kekasihnya selesai. Setidaknya hari ini, apabila Kelam sibuk, ia harus berpamitan lewat telepon. Wanita itu sudah sudi meluangkan waktu untuk menemaninya kemaren. Meninggalkan kekasihnya sendirian di kamar hotel untuk menghiburnya.

"Aku membayangkan setelah malam pertama kita, kau akan membuatkanku pancake, Mas."

Akhirnya satu suapan terlahap. Yang ia inginkan adalah pancake buatan Surya. Surya sudah berjanji, mereka akan sarapan pancake sepiring berdua selepas ritual malam pertama. Alih-alih sarapan bersama, Senja justru memesan melalui pelayanan hotel, sepiring pancake dengan saus madu untuk dimakan seorang diri.

"Kau berbohong, Mas!"

Tiga puluh menit adalah waktu yang ia butuhkan untuk sarapan, tiga puluh menit kemudian ia berberes dapur. Setelahnya, ia meraih remote dan menyalakan televisi, sebuah tayangan telenovela tersaji. Walau pun Senja tidak mengerti apa yang mereka ceritakan, ia tetap mengamati. Hingga ponselnya berbunyi.

"Senja, maafkan aku, kami sibuk tadi. Dia bilang latihan ranjang sebelum penerbangan akan membuatnya kembali bersemangat. Dan ia sangat panas! Aku menyukainya! Sekarang, kemarilah! Aku di lantai lima nomor 135, kami berangkat pukul satu siang nanti!"

Jam satu? Itu berarti dua jam lagi! Senja bergegas keluar suite. Ia menyambar sweater abu-abu dan membawa ponselnya, setengah berlari menuju lift.

"Aku akan minta Mas Dirga untuk membawaku ke rumah Mbak Kelam kapan-kapan. Beruntung sekali, aku bertemu dengannya!"

Senja tersenyum, ia mendekap ponselnya. Entah kenapa dengan mengingat wanita itu, hatinya sedikit terasa ringan. Cara Kelam berbicara dan menghiburnya mengingatkan Senja akan sang Ibu. Ia merasa nyaman dan terlindungi.

"Kita harus sering bertemu Mbak, jika sudah pulang ke Indonesia."

Tring!

Lantai lima, pintu lift pun terbuka. Senja segera berlari menyusuri lorong panjang. Esmeralda hotel cukup luas dan tinggi menjulang. Terdiri dari dua gedung yang masing-masing gedung memiliki enam lantai. Rooftops memayungi puncak dari dua gedung tersebut, dengan taman terbangun di atasnya.

Lantai lima gedung sayap kanan memiliki lima belas unit kamar dengan dua kamar di ujung belokan. Kelam mengatakan, kamarnya berada di area belokan tersebut. Dua kamar itu sengaja di tempatkan terpisah dari ke tiga belas unit lainnya karena ukuran kamar yang lebih luas.

Senja mempercepat langkah ketika mendapati belokan. Lorong terlihat sepi, Senja mengira ia tidak akan mendapati siapa pun yang akan menghalangi langkahnya, namun ...

Bruk!

Tubuh mungilnya menabrak bahu sesosok tubuh tegap, ia jatuh terduduk. Ponsel yang ia genggam terpental ke sisi kanan dari posisinya jatuh. Senja merangkak mengambil ponsel lalu netranya bertemu pandang dengan sepasang sepatu sport berwarna merah. Senja mengira sosok yang bertabrakan dengannya akan mengulurkan tangan, membantunya berdiri lalu meminta maaf. Akan tetapi tidak. Bukannya menolong, pria itu bahkan tidak menoleh. Langkahnya mantap menjauh, seolah Senja tak lebih dari angin.

Senja sungguh tak percaya, ia menoleh dan berteriak nyaring, "Hei! Pria brengsek!"

Sayang, pria berambut ikal itu enggan berhenti. Ini membuat Senja marah, ia segera berdiri lalu mengumpati si pria dengan kata-kata kasar dalam bahasa latin yang ia ketahui.

Ceklek!

"Hei, hei! Ada apa Senja?"

Kelam muncul dari balik pintu salah satu unit, di sisi kanan tubuhnya. Sepertinya suara umpatannya terdengar hingga ke dalam kamar yang ditempati Kelam.

"Itu lho Mbak, si rambut ikal sialan! Menabrakku tapi tidak mau bertanggung jawab! Meminta maaf kek! Atau sekedar membantuku berdiri, mungkin?"

Kelam terdiam beberapa saat, raut wajahnya terlihat aneh di mata Senja. Namun wanita itu buru-buru merubah ekspresinya dan berucap, "Oh, kau bertemu D?"

"D? Siapa?"

Kali ini giliran Kelam yang mengamati wajah Senja, seolah memastikan sesuatu. "D, kekasihku! Rambut ikal, tubuh tinggi tegap, kulit sawo matang dan ..." Kelam sengaja menggantung ucapannya, ia sedang menunggu reaksi dari Senja.

"Ya seperti itu, mungkin? Aku tidak lihat wajahnya, Mbak. Dia keburu pergi, cuman kelihatan punggung dan rambut ikalnya saja!"

Kelam pun bernapas lega, ia mengambil tangan Senja dan membawanya masuk. Kelam berkata, "Iya, itu D. Dia memakai ...'

"Sepatu sport merah!" serempak keduanya. Menyadari kekompakan itu mereka pun tertawa.

"Itu sepatu yang kubelikan untuknya. Handmade, aku memesannya khusus!"

Senja mengekori Kelam dari belakang. Ia mengamati sekeliling kamar. Masih beruntung dirinya yang menempati kamar termewah di hotel berbintang lima ini. Surya memesannya untuk seminggu sebelum rencana bulan madu mereka akan berlanjut ke Swiss. Tapi kini, semua rencana itu lenyap bersamaan dengan menghilangnya sang Surya.

Berbeda dengan Kelam. Kelam mengatakan padanya bahwa sang kekasih akan mengajaknya ke Prada sebagai bentuk permintaan maaf.

"Mbak, wanita itu?"

"Ya? Siapa?"

Senja berdiri mengamati Kelam yang sedang sibuk membariskan ketiga kopernya di sudut pojok dekat dengan kamar mandi. "Yang tidur dengan kekasihmu D."

Kelam masuk ke ruang tidur lalu keluar lagi dengan membawa tas jinjingnya, menempatkan di atas salah satu koper. "Ada apa dengannya?"

"Kau mengusirnya dari sini?" Senja meraih tangan Kelam dan menuntunnya untuk duduk di sofa setelah memastikan Kelam tidak lagi sibuk.

“Oh, aku lupa bilang—wanita itu... dia tinggal satu unit denganmu, di lantai enam.” Senja membeku. Jantungnya berdetak tak karuan.

"Satu unit denganku?" batinnya.

Tangan mungilnya menggenggam sandaran sofa erat-erat. Apakah ia pernah melihat wanita itu? Atau jangan-jangan wanita itu juga pernah melihatnya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ditinggalkan Setelah Malam Pertama   Intrik di Balik Cinta

    Arya tersenyum kecil ketika membaca sebuah pesan dari kekasih bisnis-nya, Lisette Alcantara. Isinya ucapan selamat karena ia berhasil meniduri Senja. Hubungan mereka tak pernah melibatkan perasaan, hanya sekadar kesenangan dan status. Lisette sejak awal menegaskan Arya bukan tipe prianya. Wanita mungil itu terkenal sangat pemilih—begitu kata Damian, kakak tirinya.Mungkin karena hatinya masih terkunci pada pria pujaan yang nyaris menjadi suaminya, yang meninggal dalam kecelakaan di Indonesia. Sejak saat itu, Lisette menutup diri. Jika ada pria singgah, tempat singgah itu hanya ranjangnya, bukan hatinya."Sedang asyik berbalas pesan dengan siapa?" Sebuah suara membuat Arya menoleh.Mia sudah berdiri di belakangnya. Berbeda dari penampilan menantang sebelumnya, kali ini ia tampak santai namun tetap anggun dalam piyama panjang. Kesederhanaan itu tetap tak mampu menyembunyikan auranya sebagai bangsawan. Siapa yang tak kenal keluarga De Luca dan Montgomery? Surya benar-benar bodoh meningga

  • Ditinggalkan Setelah Malam Pertama   Rayuan yang Tak Tersentuh

    [Gunakan ini untuk menjerat kembali D-mu!]Mia berdecak. Ia melihat jelas tanda centang biru di aplikasi pesan, tapi sudah tiga puluh menit berlalu tanpa balasan.Segera ia menekan nomor itu, mengulanginya hingga tiga kali, namun hasilnya tetap sama—nihil. Ada apa gerangan?Mia melempar ponselnya ke atas ranjang. Mungkin ia akan tidur saja, lalu menghubunginya kembali esok hari. Namun, ketukan di pintu membuatnya urung.“Siapa?” sahut Mia.“Ini aku, Mia … Arya,” jawab suara dari balik pintu.Sekilas Mia menoleh pada laptop yang masih terbuka di meja. Senyum penuh arti tersungging di bibirnya sebelum ia menjawab, “Sebentar ya ….”Pikiran liar berkelana. Mia tahu Arya mencintai Senja, tapi ia juga sadar pria itu masih menjalin hubungan dengan Lisette. Meski hubungan mereka hanya didasari urusan bisnis tanpa melibatkan perasaan, Mia paham keduanya beberapa kali sempat tidur bersama. Friends with benefit, begitu mereka menyebutnya.Mia pun berpikir, mungkin ia bisa menerapkan hal serupa d

  • Ditinggalkan Setelah Malam Pertama   Ketika Dosa Tertangkap Kamera

    Mia berdiri bersedekap di depan pintu kediaman Kemuning Raya. Tatapannya mengikuti sebuah sedan silver mewah yang berputar mengelilingi taman mawar dengan air mancur, sebelum akhirnya berhenti di sisi lajur kiri.Dari dalam, keluar seorang pria dengan postur tinggi tegap. Hanya dengan balutan kaos hitam dan celana jeans biru tua, kharismanya sudah cukup untuk memikat perhatian. Kacamata hitam bertengger di atas hidung bangirnya, menyembunyikan sepasang mata elang yang berkilat tajam namun terkadang melayangkan pandangan mendamba kepada kekasih yang terpilih.Dialah Arya Baskara Wicaksono—darah Arjuna Wicaksono dari garis ayah, dan kecerdasan Amirah dari rahim ibunya. Warisan fisik sang ayah berpadu dengan kejernihan akal sang ibu menjadikannya sosok menawan, salah satu primadona di dunia bisnis maupun masyarakat luas, sejajar dengan nama besar Dirgantara Mulia.Mia berdecak kagum dalam hati, mengagumi kesempurnaan yang pria itu sandang. Sayangnya, hatinya telah terikat pada sosok lain

  • Ditinggalkan Setelah Malam Pertama   Pelukan dalam Dosa

    Senja duduk bersila di atas ranjang, senyum tipisnya merekah tanpa ia sadari. Ponsel di pangkuannya masih menyala, menampilkan satu pesan yang masuk sejak siang tadi—dari Arya.[Pendek, aku merindukanmu. Mas datang, ya, hari ini?]Pesan itu belum juga ia balas. Ia hanya menatapnya lama, membiarkan perasaan campur aduk menyusup ke relung hati. Ingatan tentang tiga puluh menit kemarin sore—saat tubuhnya berpadu dengan mantan—masih berputar-putar di kepalanya.Senyumnya perlahan pudar, berganti gurat murung. Kesadaran akan pengkhianatannya pada sang suami menghantam batinnya. Namun, bayangan bagaimana Arya menyentuh dan menaklukkannya terus merambat masuk, membuat Senja nyaris kehilangan kendali. Nafasnya tercekat, tubuhnya bergetar. Jemarinya dengan ragu menyusuri kulitnya sendiri, seolah mencari kembali jejak panas itu, hingga ia terkulai menggeliat di atas ranjang, dirundung hasrat dan rasa bersalah yang saling menelan."Mas Arya...," desahnya lirih, disertai racauan nakal penuh kata-

  • Ditinggalkan Setelah Malam Pertama   Strategi

    "Strategi apa yang kau tawarkan padaku?" Pertanyaan Arya membuat senyum Mia mengembang. Ia baru hendak menjawab ketika terdengar ketukan di pintu kamar—sepertinya pesanan makanan Arya telah tiba. Untung saja mereka datang di waktu yang tepat, tidak saat adegan panas berlangsung. Surya lekas menanggalkan handuknya dan mengenakan jubah mandi sebelum membuka pintu. "Selamat sore, Tuan Muda Wicaksono. Kami mengantarkan pesanan Anda." Arya mengangguk lalu membuka pintu kamar selebar mungkin. Dua wanita berseragam koki masuk, salah satunya mendorong troli. Begitu melihat seorang wanita duduk bersilang kaki di dalam kamar, keduanya sempat saling pandang sebelum membungkuk sopan. Gerak-gerik itu tidak luput dari perhatian Mia; ia memberi isyarat mata pada Arya, yang entah bagaimana langsung memahami maksudnya. Arya kemudian menghampiri kedua wanita itu yang berjalan menuju satu-satunya meja di dekat balkon. Mereka menata hidangan satu per satu dengan rapi, sementara Arya berdiri tepat di

  • Ditinggalkan Setelah Malam Pertama   Asmara yang Membakar, Luka yang Membekas

    "Aku tahu kau terobsesi memilikiku hanya karena iri pada Dirga! Merebutku darinya hanya untuk membuatnya terpuruk!" Napas Kelam tersengal, berderai air mata bersama sesak dan muak yang selama ini ia pendam."Kau ... tidak pernah benar-benar mencintaiku, Surya!"Surya terdiam sejenak, lalu tiba-tiba mencium bibir Kelam dengan intens. Kelam membalasnya meski air matanya terus mengalir. Tubuhnya didorong Surya hingga terbaring di ranjang, dan ciuman itu pun berubah menjadi sesuatu yang berbahaya.Semilir angin petang menyibak tirai jendela hotel, membawa aroma basah sisa hujan. Di kamar yang sama, Hotel 101, waktu seakan berputar. Senja kali ini menyeret Kelam kembali pada petang lain—lima belas tahun yang lalu.Saat itu, jemari Kelam menjelajah tubuh Surya, membuka kancing seragam SMA-nya satu per satu. Bibir Surya menyesap leher Kelam, berhenti tepat di atas tahi lalat mungil yang selalu membuat Kelam merasa rapuh; entah bagaimana Surya mengetahuinya."Kau sudah pernah melakukan ini se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status