Bab 18: Nekat
Hani Alisya sedang berbaring dalam posisi meringkuk di atas kasur. Tubuhnya terlindung dalam selimut tebal. Dia mengubah posisi tidurnya menjadi posisi telentang. Matanya terbuka luas merenung siling kamar. Kepalanya sudah tidak pening lagi. Pikirannya sudah jernih dan emosinya lebih stabil dibanding semalam. Dia melihat ke dalam selimut. Hatinya lega setelah dia melihat tubuhnya berbalut pajamas (baju tidur). Dia segera bangun dari pembaringan dan turun dari kasur menuju ke pintu kamar. Belum sempat dia mahu menyentuh tombol pintu, pintu kamarnya dibuka oleh seseorang. Orang itu tidak lain adalah Arvin Rafael, pemilik cintanya.
Hani hanya berdiri tegak di situ saat matanya menangkap sosok tubuh Arvin, satu-satunya lelaki yang dia cintai. Hani hanya membiarkan saja ketika lelaki itu mendatanginya lalu memeluk tubuhnya dengan erat. Entah mengapa, hatinya merasa sebak secara mendadak saat ini. Air mata yang berkumpul di pelupuk mat
Bab 19: Peristiwa Yang Memalukan.Safiyya masuk ke dalam toilet wanita. Saat dia membuka celana dalamnya, dia melihat sesuatu yang membuatkan matanya terbuntang luas.'Ya Tuhan, aku datang 'bulan' (menstruasi atau haid). Aduh, aku terlupa untuk membawa pembalut. Bagaimana nih? Aku tidak boleh keluar dari sini. Celana aku juga sudah kotor dengan kesan darah.' batin Safiyya.Jika ditanya apa perasaan Safiyya kala itu, sudah pasti rasa takut, cemas dan gelisah bercampur menjadi satu perasaan. Akal pikirannya sudah menemukan jalan buntu. Ya, Safiyya tidak tahu apa yang harus dia lakukan dan pada siapa dia harus meminta pertolongan. Lebih malang lagi, tiada orang yang masuk ke dalam toilet ketika itu."Oh iya. Aku harus menelepon Vivy sekarang dan bertanya kepadanya apa dia ada membawa pembalut dalam tas yang dia tinggalkan di dalam mini van." kata Safiyya dengan perlahan.S
Bab 20: Lelaki yang berbudi."Oke. Aku mengerti. Aku tahu aku salah sama kamu. Dari kata-katamu barusan aku bisa menebak bahwa kamu sudah lama menyimpan kemarahan terhadap perilaku aku. Jadi, aku mohon maaf kepadamu. Kamu bisa saja melunasi hutang bicara kasar terhadapku. Tapi, aku mohon kepadamu Rizky. Selesai sholat Zuhur, tolong ambilkan tas Vivian dan hantar kepadaku. Aku menunggumu di sini. Aku tutup panggilan ini dulu." ujar Safiyya."Aku…"Belum sempat Rizky menghabiskan kata-katanya, Safiyya telah menamatkan perbualan mereka dengan mematikan panggilan telepon."Gadis ini selalu bersikap aneh dan persis seperti anak-anak yang suka merajuk. Sebelum dia memberitahu Papa atau Vivy soal ini, lebih baik aku pergi menolongnya." kata Rizky sebelum menuju ke tempat parkir mobil.Setelah Rizky berjalan dengan cepat dan sesekali dia berlari, akhirnya dia sampai di tempat p
Bab 21: GosipSementara menunggu Rizky selesai sholat Zuhur berjamaah, Safiyya bersandar di pintu kursi penumpang mini van sambil berbicara dengan Vivian lewat panggilan telepon."Hari ini adalah hari yang sangat memalukan bagi aku, Vivy. Aku terpaksa meminta bantuan Rizky untuk mengambil tas kau yang ada dalam mobil. Jujur saja, aku tidak mau meminta bantuannya tapi aku sudah tidak kuat untuk terus berlama-lama di dalam toilet." ujar Safiyya dengan perasaan malu."Tidak mengapalah, Fiya. Kau cuma rasa malu pada hari ini saja. Lagipun, Rizky itu cuma mau menolongmu. Biarpun aku tidak menyangka bahwa dia akan membantumu seperti itu, tapi dia sudah membuktikan hal yang sebaliknya." ucap Vivian sebelum mengeluh perlahan."Vivy, sebenarnya tas kelabu ini memang milikmu? Tadi, kau bilang tasmu berwarna hitam. Tapi, Rizky memberi tas kelabu kepadaku. Apa aku yang salah mendengar ucapanmu
Bab 22: Pertunangan yang terlerai. 💔Rizky sedang fokus memandang ke arah jalan sementara Safiyya asyik melihat pemandangan lewat jendela minivan. Sedikit pun dia tidak memandang ke arah Rizky dan Rizky juga lebih tenang tanpa ada gangguan kata-kata sinis dari Safiyya.Biarpun kenyataan yang sebenarnya sangat bertentangan dengan pemikiran Rizky. Karena lelaki itulah yang sering menyakiti hati Safiyya melalui bicara mahupun perbuatan. Tiba-tiba ponsel milik Rizky berdering keras. Dengan tenang, dia menjawab panggilan telepon itu menggunakan AirPods."Halo, Hani. Ada apa, Sayang?" tanya Rizky dengan nada lembut."Riz. Malam ini kamu ada kerja gak? Jika gak ada, aku mau ketemu sama kamu. Ada hal penting yang harus kita bicarakan berdua," kata Hani dengan tenang."Malam ini aku ada waktu. Jadi, aku bisa ketemu sama kamu. Jika kamu tidak keberatan, kita bisa ketemu di restoran
Bab 23: Mabuk dalam kedukaan.Rizky sedang duduk di bar sambil meneguk minuman keras yang sudah pasti mengandungi alkohol dan bisa memabukkan si peminum. Namun, Rizky tidak peduli. Dia mahu melupakan segala masalah dan menenangkan badai kegalauan yang melanda dirinya.Rentak musik dan bunyi bising di klub malam itu sedikit pun tidak menganggu ketenangan Rizky. Lagi pula, dia sudah tidak berpijak di bumi nyata saat itu karena dia telah hanyut dalam lautan kesedihan yang menguasai diri dan akal sehatnya.Rizky meraih ponselnya dari poket seluar. Dia mencari nomor Robert dan tanpa sadar, dia terus menekan butang memanggil (call). Beberapa detik kemudian, panggilannya dijawab Robert."Halo, Bro. Kenapa kau telepon malam-malam begini? Berisik, tahu! Yah sudah, aku mau tidur. Besok saja kita ngobrol," marah Robert.Hati Robert diserang perasaan sebal karen
Bab 24: Mimpi Yang Menakutkan.Tok… Tok… Tok…Bunyi ketukan pintu kamar mengejutkan Safiyya yang sedang tidur pulas di atas kasur. Dengan malas, Safiyya meraih ponsel di atas meja bersebelahan ranjang. Dia melihat jam di skrin ponselnya."Baru jam 3 pagi. Siapa sih yang mengangguku?" Safiyya merungut sebal.Dengan langkah yang malas, Safiyya menghampiri pintu kamarnya. Tanpa berpikir panjang, dia segera membuka pintu kamarnya itu. Belum sempat dia melihat siapa gerangan orang yang berada di hadapannya saat itu, tubuhnya sudah dipeluk erat.Bukan itu sahaja, bibirnya dipagut dan dikecup rakus oleh seseorang yang tidak dikenal olehnya. Safiyya hampir kehabisan napas lalu dia coba mendorong tubuh sasa itu menjauh dari tubuhnya tetapi gagal. Pria itu semakin agresif mencium bibirnya dan menyentuh seluruh bagian tubuhnya yang tidak seharusnya disentuh oleh sesiapa melainkan
Bab 25: Masa lalu yang kelam.Hari sudah menjelang pagi. Robert juga sudah pulang kembali ke hotel. Rizky pula masih berbaring di atas kasur dan merenung langit-langit kamar tidurnya dengan tatapan kecewa. Biarpun dokter memintanya untuk beristirahat karena dia masih demam, dia tidak mampu untuk melelapkan mata walau sejenak pun sejak semalam. Tanpa Rizky sadar, matanya mengeluarkan cairan bening yang hangat lalu mengalir turun ke pipinya.Hatinya sangat sakit dan kecewa dengan keputusan Hani yang menurutnya sangat kejam dan sangat mementingkan diri sendiri. Namun, Rizky akhirnya sadar bahwa dia tidak boleh memaksa Hani untuk terus mencintainya sedangkan gadis itu telah mencintai pria lain. Dia tidak mahu Hani menderita setelah mereka menikah.Lebih baik, dia melepaskan Hani dengan lapang dada dan melindungi gadis itu dari jauh. Lagi pula, mencintai tidak semestinya memiliki. Rizky menghembus napas dengan kasar dan mengesat air mata dengan
Bab 26: Dusta yang menyakitkan."Jadi, kamu mau membatalkan acara pernikahan ini? Apa kamu yakin, Riz? Tapi kenapa? Apa kamu sama Hani bertengkar?" Soal Pak Adi Kurniawan tanpa henti.Ketika ini Rizky berada di ruang kerja Pak Adi Kurniawan. Lelaki paruh baya itu merupakan Papi Hani Alisya yang juga sahabat baik Papanya Rizky, Tuan Syahputra Wijaya. Rizky merenung anak mata Pak Adi Kurniawan dengan tatapan tenang tanpa sebarang perasaan."Tidak, Pak. Kami berdua tidak bertengkar. Cuma…" Bicara Rizky terjeda. Dia tidak tahu apa alasan yang tepat yang harus dia katakan untuk menjaga hati Pak Adi Kurniawan agar tidak tergores."Kamu tahu kan pernikahan kamu sama Hani ini sudah diatur sejak kalian berdua masih kecil?" Pak Adi Kurniawan bertanya dengan nada tegas."Saya mengerti, Pak. Tapi saya dan Hani hanya bisa berteman saja, Pak. Bapak harus mengerti bahwa tidak ada rasa cinta dalam hati kami dan kami berdua