"Maaf, apakah aku memilih film yang salah?" tanya Gea gugup.
"Em, aku rasa … tidak. Berciuman itu juga hal yang lumrah, bukan?" jawab Tuan Nathan.
"Astaga, kenapa harus di perjelas!" umpat Gea dalam hati.
Hujan tiba-tiba turun malam itu. Hujannya sangat deras dan mengundang petir yang mengharuskan listrik padam.
"Yah, kenapa harus mati listrik, sih? Filmnya lagi seru jugak!" gerutu Gea.
"Mungkin karena ada petir. Sebaiknya kita tidur lebih awal saja, bagaimana?" usul Tuan Nathan.
Mau tidak mau, memang mereka harus tidur lebih awal. Kembali canggung, mereka juga naik ke ranjang dengan perlahan. Antara Tuan Nathan dan juga Gea memang sudah hampir 4 tahun selalu bersama. Namun, dengan menjadi suami istri dan harus tidur di satu ranja
"Oh iya, hari ini … aku ingin berdua saja denganmu. Mbak Rini bilang, kalau dia sedang mengajak putri kita jalan-jalan bersama dengan sahabatmu juga," ucap Tuan Nathan."Boleh, hari kita memasak saja. Bagaimana?" usul Gea."Apapun yang istriku mau. Pasti aku akan lakukan dengan sesuka hatiku!" seru Tuan Nathan mencubit hidung Gea.Semua yang diinginkan Gea, Tuan Nathan memang selalu turuti. Tuan Nathan begitu mencintainya, sehingga Gea merasa hidupnya selalu bahagia.Tahun demi tahun terlewati dengan baik. Tuan Nathan juga mengajaknya ke rumah lama di Kota. Bersama dengan kebahagiaan itu, Gea juga memberikan seorang putra yang tampan untuk Tuan Nathan.Di balik kebahagiaan tersebut, ada hal yang selama pernikahannya disembunyikan oleh G
15 Tahun berlalu,Hidup Gea dan Mutiara kian membaik ketika ia dibawa ke kota oleh Tuan Nathan. Dari pernikahan Gea dengan Tuan Nathan juga, mereka di karuniai seorang Putra bernama Ivan Ananta (15) duduk di bangku SMA kelas satu. Sementara Mutiara, tahun ini akan lulus dan akan melanjutkan kuliahnya.Mutiara tumbuh menjadi sosok gadis tombol seperti Gea pada usianya yang sama dulu. Namun, bedanya Mutiara lebih dingin hingga terkesan lebih cuek dari pada Gea dulu yang ceria dan suka bergaul.Pagi hari ketika sarapan ...."Muti, baju kamu kenapa dilipat gitu sih lengannya. Biar apa coba? Biar di bilang jagoan, gitu" tegur Gea."Maaf!" ucap Mutiara menurunkan gulungan di lengan bajunya."Ma, jangan gitu, dong. Muti kan tau ketika dia di sekolah dan di luar sekolah. Ketertiban juga pasti dilakukan oleh putri kita, bukan begitu, princess Papa?"
Sampai di sekolah, Mutiara dan Ivan berpisah di parkiran. Kelas Ivan ada di belakang maka ia pergi dulu karena takut terlambat masuk."Kak, aku duluan, ya. Ada tugas yang harus aku selesaikan pagi ini soalnya," pamit Ivan dengan senyuman manisnya."Belajar yang giat, Van!" teriak Mutiara.Sebelum ke kelas, Mutiara memastikan semuanya sudah terbawa. Meski dingin dan tak berperasaan di sekolah, Mutiara tergolong siswi yang cerdas, yang selalu bisa mengharumkan nama sekolah juga.Ia memiliki satu sahabat bernama Jesica. Jesica ini termasuk satu-satunya orang yang sabar dengan kedinginan hati Mutiara.Ada seorang teman lelakinya yang menyukai Mutiara. Murid lelaki itu juga idaman bagi para siswi di sekolah. Meski idaman semua siswi, namun tidak masuk kriteria Mutiara. Itu sebabnya, ia tidak pernah menanggapinya.Tujuan mutiara hanyalah belajar,
Ini bukan pertama kalinya bagi Mutiara dibawa keruang bimbingan. Sering kali ia keluar masuk di ruang bimbingan. Entah bagaikan dengan kepribadian Mutiara ini. Di sisi nakalnya Mutiara, ia selalu mengharumkan nama sekolah di tingkat nasional maupun kotanya saja."Muti, keluarga Reinhard tidak dapat menerima anaknya kamu pukul sampai pingsan. Sekarang, bagaimana kamu mau menjelaskan kepada kami semua?" tanya pembimbing."Jika anda ingin menghukum saya, silahkan saja, saya akan Terima konsekuensinya, kok," ujar Mutiara penuh percaya diri."Tapi jangan sampai mereka bertiga ini ... membully adik saya lagi. Ivan Ananta, murid kelas sepuluh itu juga selalu mengharumkan nama sekolah ini bersama saya, bukan? Dimana keadilan baginya?" sambungnya."Dan Ibu tau hal ini dengan jelas. Bahwa ini bukan pertama kali bagi mereka membully adik saya!" tegas Mutiara dengan mengetuk meja pembimbing.
Pulang sekolah, Mutiara memarkirkan motornya di abang-abang yang jualan siomay di pinggir jalan. Ia tak ingin langsung pulang, sebab ia tahu jika nanti Mamanya akan memarahinya.Di samping itu, ia juga ingin sekali ngadem pikiran dibawah rindangnya pohon di pinggir jalan itu."Sebaiknya aku isi amunisi dulu. Supaya aku kuat menghadapi badai, ketika negara Api menyerang," gumamnya."Bang, siomay dan batagornya masing-masing satu porsi ya. Makan di sini!""Siap. Duduk dulu, Neng." ucap Abang-abang siomay memberikan bangku kepada Mutiara.Menunggu sesaat sampai makanan yang ia pesan jadi. Dengan lahapnya, Mutiara memakan siomay dengan cepat. Terlintas si pikirannya tentang murid baru di sekolah yang bernama Rico itu.
"Jadi, Mutiara itu anaknya, Tuan Ale? Pantas saja, mirip sekali wajah dan perilakunya," gumam Aldi dalam hati."Lalu, Vella …?" tanya Aldi kepada Gea.Tuan Nathan pamit. Beliau hendak masuk ke ruangan Ivan dan memberi waktu untuk istrinya berbicara berdua dengan Aldi. Tuan Nathan sadar diri, jika hubungan mereka sudah terbentuk sebelum hadirnya dirinya. Jadi, ia memilih untuk pergi.Setelah Tuan Nathan pergi, Gea bercerita pada kenyataan yang ada. Dimana ia menjelaskan tentang siapa Mutiara sebenarnya, dan juga keberadaan akan Bella. Aldi terkejut, ia merasa tidak percaya jika dirinya memiliki seorang putri dengan mantan kekasihnya terdahulu."Tunggu, aku … memiliki seorang putri? Bagaimana bisa, Ge? Waktu itu, Nenek mengatakan bahwa anakku meninggal karena sakit,"
"Jujur, aku sayang banget sama Papa," celetuk Mutiara. "Papa ini, Papa idaman bagi semua putri di dunia ini. Aku"Dulu, saat Papa pertama kali melihatmu menangis … Papa gedong kamu seperti ini, dengan tubuh yang masih licin seperti belut," ucap Tuan Nathan memperagakan ketika dirinya me menggendong Mutiara."Papa peluk kamu, cium kamu. Oh iya, waktu kamu masih kecil, pernah sakit parah, 'kan? Dan itu hanya Papa yang bisa membuat kamu sembuh, ingat nggak?" sambung Tuan Nathan mengusap kepala putrinya."Ingat banget, Pa. Pokoknya, Papa ini … Papa paling best sedunia,I Love You, Papaku." ucap Mutiara memeluk Tuan Nathan.Bagaimana tidak bahagia? Mutiara tergolong beruntung memiliki Ayah sambung seperti Tuan Nathan. Mungkin, Tuan Nathan bukanlah Papa Kandungnya, tapi
"Sialan, mau kemana gue malam-malam gini. Mana gue laper pula!" gumam Mutiara dalam hati."Huft, tau gini gue nggak pergi dari rumah. Emang yang namanya penyesalan itu datang belakangan. Iya lah, kalau datang awal namanya pendaftaran dong." keluhnya.Kemudian, ia memberhentikan motornya di pinggir jalan, mengamati sekitar tempat tersebut dan berharap segera mendapatkan kosan di tempat itu."Mana ada kosan di daerah seperti ini. Apa mungkin, gue numpang tidur di rumah orang aja kali, ya?" gumamnya kebingungan.Masih kebingungan, Mutiara pun duduk di pinggir jalan sambil memegangi perutnya. Rupanya, ia kelaparan karena makanan yang dibungkus tidak sempat ia bawa.Dari kejauhan, Mutiara melihat ada seorang dua wanita yang hendak menjadi korban penjambretan, dugaannya. Sebab, Ibunya dari salah satu wanita itu terus saja berteriak meminta tolong, namun tidak ada yang