Home / Romansa / TAKLUK DI PELUKANNYA / BAB 1 - AWAL MULA JERATAN

Share

TAKLUK DI PELUKANNYA
TAKLUK DI PELUKANNYA
Author: awaaasky

BAB 1 - AWAL MULA JERATAN

Author: awaaasky
last update Last Updated: 2025-03-20 20:41:08

Langit senja membalut kota dengan warna keemasan yang temaram. Auryn Vale duduk di sudut ruangan sebuah pesta eksklusif, memandangi para tamu yang berdansa di tengah aula megah. Gaun hitamnya membalut tubuhnya dengan sempurna, menambah aura dingin dan misterius yang selalu dia bawa. Tapi di balik tatapannya yang tajam, dia tahu satu hal—malam ini tidak akan berakhir biasa.

“Kenapa kau hanya diam di sini?” suara rendah seorang pria membuatnya menoleh.

Auryn tidak langsung menjawab. Dia tahu siapa yang berbicara padanya tanpa harus melihat. Lucien Morant. Nama yang belakangan ini sering terdengar di telinganya, dan bukan dalam konteks yang menyenangkan.

Pria itu bersandar di tiang marmer dengan santai, mengenakan setelan hitam yang terlihat terlalu sempurna di tubuhnya. Mata abu-abu gelapnya mengamati Auryn dengan ekspresi yang sulit ditebak. Seolah dia sedang menilai sesuatu… atau mungkin seseorang.

“Apa urusanmu?” tanya Auryn, suaranya tetap tenang meskipun dalam hatinya dia menyadari sesuatu—Lucien tidak muncul di hadapannya tanpa alasan.

Lucien tersenyum miring. “Kupikir kita perlu bicara.”

Auryn mendengus pelan. “Kalau itu soal bisnis, kau salah tempat.”

“Tapi kalau itu soal kau?”

Auryn membeku. Kata-kata Lucien begitu tenang, tapi Auryn bisa merasakan sesuatu yang mengintai di baliknya. Ancaman? Ketertarikan? Atau sesuatu yang lebih dalam?

Pria ini berbahaya. Itu sudah jelas.

Tapi Auryn bukan seseorang yang mudah dibuat gentar.

“Aku tidak punya urusan denganmu, Morant,” katanya, meneguk sampanye di tangannya tanpa gentar.

“Tapi aku punya urusan denganmu.”

Auryn menatapnya lebih tajam. “Maksudmu?”

Lucien mendekat, menurunkan suaranya hingga hanya mereka berdua yang bisa mendengar. “Aku ingin kau menjadi milikku.”

Jantung Auryn berhenti sedetik.

Bukan karena kata-kata itu terdengar romantis. Tidak. Nada suara Lucien bukan nada seorang pria yang sedang menggoda wanita yang disukainya. Itu nada seseorang yang telah memutuskan sesuatu—dan tidak akan menerima jawaban selain ‘ya’.

Dia tahu, sejak malam ini, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Langit senja membalut kota dengan warna keemasan yang temaram. Auryn Vale duduk di sudut ruangan sebuah pesta eksklusif, memandangi para tamu yang berdansa di tengah aula megah. Gaun hitamnya membalut tubuhnya dengan sempurna, menambah aura dingin dan misterius yang selalu dia bawa. Tapi di balik tatapannya yang tajam, dia tahu satu hal—malam ini tidak akan berakhir biasa.

Di tangannya, segelas sampanye berputar perlahan, jemarinya yang ramping menelusuri tepian kristalnya. Beberapa pria dari kalangan elite mencuri pandang ke arahnya, tertarik tapi enggan untuk mendekat. Auryn bukan wanita yang bisa didekati sembarangan, dan mereka semua tahu itu.

Namun, satu orang tampaknya tidak terlalu peduli.

“Kenapa kau hanya diam di sini?”

Suara rendah dan berat itu menggema di telinganya. Auryn menoleh, dan tanpa perlu menebak, dia tahu siapa pemiliknya.

Lucien Morant.

Pria itu bersandar di tiang marmer dengan santai, mengenakan setelan hitam yang terlihat terlalu sempurna di tubuhnya. Mata abu-abu gelapnya mengamati Auryn dengan ekspresi yang sulit ditebak. Seolah dia sedang menilai sesuatu… atau mungkin seseorang.

Lucien bukan pria biasa. Namanya bukan hanya terkenal di dunia bisnis, tapi juga dalam lingkaran yang lebih gelap—lingkaran yang Auryn hindari sebisa mungkin.

“Apa urusanmu?” tanya Auryn, suaranya tetap tenang meskipun dalam hatinya dia menyadari sesuatu—Lucien tidak muncul di hadapannya tanpa alasan.

Lucien tersenyum miring. “Kupikir kita perlu bicara.”

Auryn mendengus pelan. “Kalau itu soal bisnis, kau salah tempat.”

“Tapi kalau itu soal kau?”

Auryn membeku sesaat. Kata-kata Lucien begitu tenang, tapi Auryn bisa merasakan sesuatu yang mengintai di baliknya. Ancaman? Ketertarikan? Atau sesuatu yang lebih dalam?

Dia menegakkan punggungnya, menatap pria itu dengan penuh perhitungan. “Aku tidak punya urusan denganmu, Morant.”

“Tapi aku punya urusan denganmu.”

Auryn menatapnya lebih tajam. “Maksudmu?”

Lucien mendekat, menurunkan suaranya hingga hanya mereka berdua yang bisa mendengar. “Aku ingin kau menjadi milikku.”

Jantung Auryn berhenti sedetik.

Bukan karena kata-kata itu terdengar romantis. Tidak. Nada suara Lucien bukan nada seorang pria yang sedang menggoda wanita yang disukainya. Itu nada seseorang yang telah memutuskan sesuatu—dan tidak akan menerima jawaban selain ‘ya’.

Tatapan mereka bertemu dalam ketegangan yang nyaris tak terlihat oleh siapa pun di sekitar mereka. Musik dansa terus berputar, tamu-tamu terus tertawa, tapi di antara mereka, hanya ada keheningan yang mendalam.

Auryn menyesap sampanye di tangannya, menyembunyikan ketidaknyamanannya di balik sikap santai. “Aku tidak ingat pernah menjadi barang yang bisa dimiliki, Morant.”

Lucien tertawa kecil, suara yang entah kenapa lebih mirip bisikan bahaya daripada sesuatu yang menyenangkan. “Oh, kau bukan barang, Auryn. Kau lebih dari itu.”

Matanya mengunci milik Auryn, membuatnya merasa seolah sedang dijebak dalam perangkap yang tak terlihat.

“Kau mungkin berpikir bisa lari dariku, tapi kita berdua tahu bahwa itu tidak akan terjadi.”

Auryn ingin membalasnya, tapi sebelum ia sempat berbicara, seorang pria lain datang menghampirinya.

“Auryn, akhirnya aku menemukanmu.”

Rene Leclair. Tunangannya.

Bibir Auryn menegang seketika. Bukan karena dia senang melihat pria itu, tapi karena dia tahu ini hanya akan memperburuk keadaan.

Rene melirik Lucien, ekspresinya berubah waspada. “Morant.”

Lucien tersenyum tipis. “Leclair.”

Auryn bisa merasakan ketegangan yang semakin mengental di antara mereka. Dua pria dari dunia yang sama, dua laki-laki yang tidak pernah akur.

Rene menyentuh pinggangnya, menariknya sedikit mendekat. “Kau baik-baik saja?”

Sebuah tindakan kepemilikan yang disengaja. Auryn menyadarinya, begitu pula Lucien.

Lucien menatap tangan Rene di pinggangnya dengan tatapan dingin sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya ke Auryn. “Kurasa kita akan bertemu lagi, Vale.”

Lalu, tanpa menunggu jawaban, pria itu berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Auryn dengan pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya.

Tapi satu hal yang pasti—ini belum selesai.

Bahkan, ini baru saja dimulai.

Langkah Lucien menghilang di tengah keramaian, tapi efeknya masih tertinggal dalam benak Auryn. Pria itu bukan hanya ancaman, dia adalah badai yang siap menghancurkan siapa pun yang menghalanginya. Auryn meneguk sisa sampanye di tangannya, mencoba mengabaikan tatapan Rene yang masih meneliti ekspresinya.

“Kau baik-baik saja?” Rene bertanya, suaranya terdengar lembut tapi tegas.

Auryn menarik napas dalam, berusaha mengendalikan pikirannya. “Aku baik-baik saja.”

Tapi Rene tidak terlihat puas dengan jawabannya. “Lucien Morant bukan seseorang yang bisa dianggap remeh, Auryn.”

Auryn menoleh padanya, matanya berkilat tajam. “Aku tahu.”

Dia lebih dari sekadar tahu. Lucien bukan hanya pria berbahaya yang berdiri di puncak dunia bisnis, dia juga seseorang yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya—dan itu yang membuat Auryn waspada.

Rene masih menatapnya dengan khawatir. “Jangan biarkan dia mendekatimu.”

Auryn hampir tertawa. “Kau pikir aku bisa menghindarinya?”

Rene terdiam. Mereka berdua tahu jawabannya. Tidak ada yang bisa benar-benar menghindari Lucien Morant ketika pria itu telah memutuskan sesuatu.

Pesta terus berlanjut, tapi Auryn merasa lelah. Dia tidak ingin berada di sini lebih lama. “Aku ingin pulang.”

Rene mengangguk. “Aku akan mengantarmu.”

Auryn tidak menolak. Setidaknya, dia butuh seseorang di sisinya malam ini—meskipun dia tahu itu tidak akan menghalangi Lucien untuk mendekatinya lagi.

Malam itu, Auryn menatap bayangan dirinya di cermin. Gaun hitamnya telah berganti dengan piyama satin, tapi pikirannya masih dipenuhi dengan percakapan tadi.

Lucien ingin dia menjadi miliknya.

Itu bukan sekadar godaan atau ancaman. Itu adalah janji yang tersembunyi di balik kata-kata sederhana. Auryn tahu pria seperti Lucien tidak akan berbicara tanpa maksud.

Suara ponselnya bergetar di meja.

Sebuah pesan masuk.

Lucien Morant: Kau tidak bisa lari, Auryn. Tidurlah yang nyenyak.

Jari-jari Auryn mencengkeram ponselnya lebih erat. Bagaimana pria itu bisa tahu dia sedang gelisah?

Dia mematikan layar dan meletakkan ponselnya kembali.

Tapi hatinya tetap berdebar.

Pagi berikutnya, kantor Auryn terasa lebih sibuk dari biasanya. Dia adalah pemilik salah satu perusahaan desain interior paling ternama di kota, dan pagi ini, ada proyek besar yang harus diselesaikan.

Namun, saat dia melangkah ke ruangannya, dia menemukan sesuatu yang tidak terduga.

Di mejanya, ada sebuah kotak hitam dengan pita emas. Tidak ada catatan, tidak ada nama pengirim.

Alisnya berkerut. Dia duduk dan dengan hati-hati membuka kotak itu.

Di dalamnya, terdapat setangkai mawar merah tua. Indah, tapi ada sesuatu yang mengganggu tentang bunga itu.

Dan di bawahnya, sebuah catatan kecil.

Jangan buat aku menunggu terlalu lama.

Auryn menghela napas. Dia tahu siapa yang mengirim ini.

Lucien.

Pria itu bergerak lebih cepat dari yang dia duga.

Sekretarisnya masuk, membawa beberapa dokumen, lalu terdiam saat melihat ekspresi Auryn. “Nona Vale, apakah Anda baik-baik saja?”

Auryn mengangguk, menyembunyikan surat itu di lacinya. “Aku baik-baik saja.”

Tapi dia tahu… ini hanya awal dari sesuatu yang lebih besar.

Lucien tidak akan berhenti.

Dan dia harus bersiap menghadapi permainan ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 2 - JERATAN YANG SEMAKIN DALAM

    Auryn menghela napas, tangannya mencengkeram erat surat dari Lucien. Kata-kata pria itu terasa seperti belenggu yang melilitnya perlahan.Jangan buat aku menunggu terlalu lama.Dia memejamkan mata, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup lebih cepat dari biasanya. Seharusnya dia tidak terkejut. Lucien bukan tipe pria yang sekadar berbicara tanpa maksud. Jika dia menginginkan sesuatu, dia akan mendapatkannya, dan kini Auryn adalah targetnya.“Jangan panik,” gumamnya pada diri sendiri.Dia melipat surat itu dan menyimpannya di laci meja, tepat sebelum sekretarisnya masuk kembali.“Nona Vale, ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda.”Auryn mengangkat wajahnya. “Siapa?”Sekretarisnya tampak sedikit ragu. “Dia tidak menyebutkan nama. Tapi dia mengatakan ini penting.”Auryn mengerutkan kening. Setelah pertemuannya dengan Lucien tadi malam, dia merasa waspada terhadap siapa pun yang datang tanpa pemberitahuan.“Suruh dia masuk.”Pintu terbuka, dan seseorang yang tidak ia duga berd

    Last Updated : 2025-03-20
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 3 - TARIK ULUR YANG BERBAHAYA

    Auryn pikir, setelah malam itu, Lucien akan berhenti mengejarnya. Tapi pria itu bukan tipe yang mundur begitu saja.Keesokan harinya, saat dia tiba di kantornya, semua mata langsung tertuju padanya.Auryn mengerutkan kening. “Ada apa?”Rekan-rekannya berbisik-bisik, beberapa mencuri pandang ke arahnya.Begitu dia sampai di mejanya, matanya langsung membelalak.Di sana, tergeletak sebuah buket mawar merah gelap—begitu indah, begitu mewah, dengan aroma yang langsung menguasai ruangannya.Tapi itu bukan hal yang membuatnya tercengang.Di samping bunga itu, ada sebuah kotak kecil berwarna hitam dengan pita emas.Auryn mengambil kartu kecil yang terselip di antara kelopak mawar.Aku tidak pernah main-main dengan sesuatu yang kuinginkan. – LDarahnya berdesir.Tanpa sadar, jemarinya bergerak membuka kotak itu.Begitu melihat isinya, napasnya tertahan.Sebuah kalung emas putih dengan liontin kecil berbentuk kunci. Elegan. Mewah. Dan jelas bukan sesuatu yang murah.Auryn menggigit bibirnya.L

    Last Updated : 2025-03-20
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 4 - LANGKAH AWAL DALAM JERATNYA

    Malam itu, Auryn duduk di depan laptopnya dengan segelas anggur merah di tangan. Layar di depannya menampilkan serangkaian dokumen yang ia coba pahami, tapi pikirannya terus kembali ke satu hal.Lucien Morant.Pria itu terlalu tenang, terlalu percaya diri, seolah tahu bahwa pada akhirnya Auryn akan luluh.Dan yang lebih menyebalkan lagi?Bagian kecil dalam dirinya mulai mempertimbangkan tawaran itu.Bekerja untuk Lucien Morant.Sial.Dia meneguk anggurnya, menekan pelipisnya dengan jemarinya yang ramping.Dia tahu bahwa keputusan ini bukan sekadar soal pekerjaan. Jika dia menerima tawaran itu, maka dia juga masuk dalam permainan Lucien.Dan Lucien bukan tipe pria yang bermain tanpa memastikan dirinya menang.Aku harus mengalahkannya di permainannya sendiri.Auryn menarik napas panjang, lalu mengambil ponselnya. Jemarinya melayang di atas layar sebelum akhirnya mengetik pesan.Auryn: Kita perlu bicara.Dia menekan tombol kirim, lalu menunggu.Tak butuh waktu lama sebelum ponselnya berg

    Last Updated : 2025-03-20
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 5 - JALAN TANPA PULANG

    Setelah malam yang panjang, Auryn menyadari satu hal—ia telah melangkah ke dalam permainan Lucien, dan pria itu tidak akan membiarkannya keluar dengan mudah.Mobil mereka melaju pelan di jalanan kota yang sepi. Lampu-lampu neon berpendar di luar jendela, menciptakan bayangan samar di wajah Lucien yang sedang mengamati Auryn."Apa yang kau pikirkan?" tanyanya tiba-tiba.Auryn menoleh, menyandarkan tubuhnya ke jok mobil dengan santai. "Aku hanya bertanya-tanya… apa kau selalu membawa wanita ke tempat seperti itu?"Lucien tersenyum kecil, tapi ada sesuatu di matanya yang tidak sepenuhnya hangat. "Tidak. Kau satu-satunya."Auryn menahan tawanya. "Kedengarannya seperti gombalan murahan.""Tidak juga. Aku tidak pernah membawa seseorang ke dalam duniaku jika aku tidak yakin mereka bisa bertahan."Auryn diam. Itu bukan sekadar ucapan biasa. Ada makna yang lebih dalam di balik kata-kata Lucien."Dan menurutmu aku bisa bertahan?" tantangnya.Lucien memiringkan kepala, menatapnya seolah sedang m

    Last Updated : 2025-03-21
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 6 - LANGKAH MENUJU JERAT

    Pagi itu, Auryn bangun lebih awal dari biasanya. Matanya terasa berat akibat kurang tidur, tapi pikirannya tetap tajam. Semalaman ia berpikir tentang tawaran Lucien—tentang betapa berbahayanya permainan ini dan bagaimana sekali melangkah, ia tidak akan bisa mundur.Di tangannya, ponselnya masih menampilkan pesan terakhir dari Lucien."Pikirkan baik-baik, sayang. Dunia ini lebih menyenangkan jika kau ada di dalamnya."Auryn mengehela napas, lalu meletakkan ponselnya di atas meja. Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke dapur untuk membuat kopi.Tapi saat ia membuka kulkas, sesuatu yang kecil namun mencolok menarik perhatiannya.Sebuah amplop merah.Auryn mengernyit. Ia tidak ingat meletakkan amplop itu di sana. Dengan ragu, ia mengambilnya, lalu membuka isinya.Hanya ada satu lembar kertas di dalamnya, bertuliskan pesan singkat dalam huruf miring yang rapi:"Jangan menerima tawarannya. Kau tidak tahu apa yang sedang kau hadapi."Auryn merasa jantungnya berdegup lebih cepat.Siapa yan

    Last Updated : 2025-03-22
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 7 - JERAT YANG SEMAKIN MENINGKAT

    Auryn tahu sejak awal bahwa Lucien bukan pria biasa.Ada sesuatu dalam caranya berbicara, dalam tatapan matanya yang tajam dan penuh perhitungan.Sejak pagi itu, hidupnya berubah total.Bukan hanya karena Lucien mulai mengatur segalanya, tapi karena dirinya sendiri juga mulai terperangkap dalam pesona berbahaya pria itu.Sialnya, ia tidak bisa menyangkal bahwa ada bagian dalam dirinya yang menikmati ini.Namun, di balik semua itu, ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang di luar sana sedang mengawasinya.Malam sebelumnya, amplop merah itu adalah bukti bahwa ia sedang diincar.Tapi oleh siapa?Dan yang lebih penting, kenapa?SIANG ITU – KANTOR PUSAT MORANT GROUPAuryn menatap pantulan dirinya di lift kaca yang membawa dirinya ke lantai tertinggi gedung Morant Group.Sejak tadi pagi, seorang pria bertubuh kekar yang mengenakan jas hitam selalu mengikutinya.Pengawal pribadi.Lucien benar-benar serius dengan kata-katanya.Ketika pintu lift terbuka, ia disambut oleh seorang sekreta

    Last Updated : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 8 - JATUH LEBIH DALAM

    Malam itu, Auryn duduk di apartemennya dengan tatapan kosong.Pikirannya masih dipenuhi kejadian di gedung Morant Group tadi siang.Lucien tidak hanya mengawasinya—pria itu memastikan bahwa ia tidak bisa pergi kemana-mana tanpa sepengetahuannya.Dan yang lebih mengganggu, Auryn mulai bertanya-tanya…Seberapa jauh Lucien akan pergi untuk mengklaimnya?Seberapa dalam pria itu sudah menanamkan dirinya dalam hidupnya?Dan yang lebih buruk—kenapa ia tidak merasa takut seperti seharusnya?Bukankah ia seharusnya marah?Seharusnya merasa terkekang?Tapi entah kenapa, justru ada rasa lain yang lebih mendominasi.Perasaan bahwa ia… aman.Auryn menggeleng cepat.Tidak. Ia tidak boleh terjebak dalam permainan ini.Ia harus tetap menjaga batas.Tapi batas apa yang masih tersisa, ketika Lucien sudah menghapus semuanya?KEESOKAN HARINYA – DI DEPAN APARTEMEN AURYNAuryn baru saja hendak keluar ketika ponselnya bergetar.Pesan masuk dari Lucien."Aku di depan."Auryn mendengus.Tentu saja.Pria itu se

    Last Updated : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 9 - JATUH LEBIH DALAM

    Auryn masih memandangi pesan di ponselnya."Kunci pintumu dengan benar malam ini. Aku tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan."Jari-jarinya mengetuk layar, ragu apakah harus membalas atau mengabaikannya.Lucien benar-benar mengganggu pikirannya.Bukan hanya karena pria itu selalu mengendalikan segalanya, tapi karena Auryn tahu... ada bagian dalam dirinya yang mulai menerima perlindungan itu.Dan itu berbahaya.Sangat berbahaya.Ia menghela napas panjang, menatap pintu balkon yang sedikit terbuka. Angin malam bertiup masuk, membawa aroma samar hujan yang akan turun.Haruskah ia benar-benar mengikuti perintah pria itu?Ia menutup matanya sebentar, lalu berdiri, berjalan ke pintu apartemennya, dan memastikan semua terkunci.Bukan karena ia takut.Tapi karena firasatnya mengatakan Lucien tidak akan mengiriminya pesan itu tanpa alasan.Setelahnya, ia berjalan ke ranjangnya dan mencoba tidur.Namun, bahkan setelah satu jam berlalu, kelopak matanya tetap terbuka.SEMENTARA ITU, DI TE

    Last Updated : 2025-03-25

Latest chapter

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 25

    Langit malam seperti menyimpan sejuta rahasia, sama seperti dada Auryn yang kini bergemuruh. Hatinya penuh tanda tanya—tentang liontin mawar, tentang pesan-pesan yang ia temukan di balik surat lama, dan tentang Lucien… pria yang begitu ia benci sekaligus ia rindukan dalam satu tarikan napas.Langkahnya cepat menyusuri lorong rumah tua itu. Udara dingin menyelimuti tubuhnya, tapi hatinya terbakar oleh rasa penasaran. Ia ingat betul, di balik rak buku perpustakaan tua, ada ruang tersembunyi yang dulu pernah dibicarakan ibunya. Ruang rahasia yang tak pernah boleh dibuka. Tapi malam ini, semuanya akan dibongkar.Tangannya gemetar saat mendorong rak itu. Dengan sedikit tenaga, rak kayu itu bergeser perlahan, menyingkap dinding abu-abu yang penuh debu. Ia mengetuknya pelan, lalu terdengar bunyi ‘klik’. Sebuah pintu rahasia terbuka.Dan di dalamnya…“Ini…” Auryn menelan ludahnya. Ruangan kecil itu dipenuhi foto-foto, catatan tangan, dan peta-peta tua. Semuanya berpusat pada satu nama: Lucien

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 24

    Langit malam memayungi kota seperti jubah hitam tak berbintang, dan di balik gelapnya, suara langkah kaki menyusuri lorong sempit gedung tua di pinggiran distrik yang sudah lama ditinggalkan. Auryn menggenggam ponselnya erat, matanya menatap layar yang baru saja menampilkan pesan tak dikenal: “Jangan percaya siapa pun. Bahkan Lucien.”Pesan itu muncul hanya dua menit setelah ia meninggalkan rumah persembunyian mereka. Awalnya ia kira itu peringatan kosong, tapi ketika ia menyadari seseorang mengikutinya sejak keluar dari taksi, degup jantungnya langsung menggila.Ia bersembunyi di balik tembok, menahan napas. Langkah itu berhenti. Lalu menghilang.Tak ingin membuang waktu, Auryn segera masuk ke dalam gedung tua yang disebut-sebut sebagai tempat penyimpanan berkas lama dari organisasi tempat ayah angkatnya bekerja dulu—berkas yang mungkin menyimpan alasan kenapa pria itu diculik, dan siapa Raynard sebenarnya.Senter kecil di tangannya menyusuri barisan rak berdebu. Bau lembap dan jamur

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 23

    Lucien berdiri di ambang pintu rumah tua itu, tubuhnya kaku dan matanya menatap lurus ke dalam. Napasnya tertahan ketika suara-suara dari masa lalu seakan bergaung di setiap sudut ruangan. Tempat itu adalah kenangan, luka, dan rahasia. Auryn menyentuh lengannya pelan, menyadarkannya dari kekosongan sesaat yang menyergap."Kamu siap?" suara Auryn lembut, namun penuh ketegasan.Lucien mengangguk perlahan. "Kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi."Mereka melangkah masuk, dan lantai kayu berderit di bawah kaki mereka. Udara di dalam rumah begitu lembap dan bau debu menyengat. Di ruang tamu, masih tergantung sebuah lukisan keluarga tua yang retak bagian kacanya. Di bawah lukisan itu, sebuah piano tua tertutup kain lusuh. Lucien menyibak kain itu dan membuka tutup piano. Jemarinya menyentuh tuts piano, lalu memainkan satu nada lirih.Suara itu menggema, dan dari lantai atas terdengar suara langkah kaki. Spontan keduanya menegang."Itu bukan hantu, kan?" bisik Auryn, setengah bercanda n

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 22

    Malam itu, kota masih dibalut dingin yang menusuk tulang. Di balik jendela apartemen mewah yang lampunya sengaja diredupkan, Auryn berdiri memandangi kerlip lampu kota dengan mata kosong. Kepalanya dipenuhi suara-suara dari masa lalu, teriakan-teriakan yang terkubur di ingatan, dan wajah-wajah yang pernah menyakitinya. Semua itu kembali muncul saat dia tak sengaja menemukan foto lama di laci meja kerja Lucien.Foto itu... bukan sembarang foto. Itu adalah foto ibunya, jauh sebelum tragedi yang menimpa keluarganya. Tapi yang membuat Auryn terpaku bukan hanya wajah ibunya—melainkan sosok pria di sebelahnya. Pria itu bukan ayah kandungnya."Kenapa foto ini ada di sini?" gumamnya pelan.Tak butuh waktu lama bagi Auryn untuk menghubungi kontak yang tersimpan dalam ingatannya: Kairo. Seseorang dari masa lalu yang dulu sempat mengawasi keluarganya diam-diam. Seorang informan bayaran yang tahu lebih banyak dari yang seharusnya."Kita perlu bicara," ujar Auryn melalui sambungan telepon. Suarany

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 21 - LUKA MAWAR

    Malam itu hujan mengguyur deras, seperti ikut menangis bersama luka yang makin dalam di hati Auryn. Di kamar kecil yang hanya diterangi lampu temaram, ia terduduk di lantai dengan tubuh menggigil. Bukan karena dingin semata, tapi karena kebenaran yang baru saja terungkap. Lucien—satu-satunya tempatnya berpulang—ternyata menyimpan rahasia besar.Pesan suara dari ponsel itu berulang kali diputar Auryn. Suara perempuan lain, menyebut nama Lucien dengan nada manja dan memohon agar dia tidak meninggalkan rumah mereka yang telah mereka bangun bersama. Suara tangis itu membuat Auryn merasa seolah seluruh dunia menjatuhkan beban di dadanya. 'Rumah mereka?' kalimat itu berputar-putar di kepala Auryn.Lucien tidak ada di apartemen saat itu. Entah ke mana dia pergi. Tapi yang jelas, Auryn tidak bisa tinggal diam. Dia butuh jawaban.Dengan langkah berat, Auryn keluar ke jalan. Hujan membasahi tubuhnya, tapi ia tak peduli. Ia mencari Lucien, mengunjungi semua tempat yang pernah mereka datangi bers

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 20 - API YANG MEMBARA

    Malam itu, hutan di sekitar rumah tua terasa lebih dingin dari biasanya. Angin berbisik di antara ranting, membawa aroma tanah basah dan bahaya yang mengintai. Auryn berjongkok di sudut gelap, matanya tajam mengawasi pintu depan. Tangan kanannya memegang pistol dengan erat, sementara tangan kirinya terus menggenggam liontin kecil yang selalu dia pakai—sebuah pengingat kecil tentang alasan kenapa dia harus bertahan. Lucien tak jauh darinya, berdiri di belakang tembok retak dengan senjata siap tembak. Napas mereka tenang, penuh konsentrasi. Mereka sudah menyiapkan segala kemungkinan. Semuanya. Tiba-tiba, ada suara derit pelan dari jendela samping. Auryn menahan napas. Dia menoleh sekilas ke arah Lucien, yang mengangguk kecil sebagai sinyal: musuh sudah datang. Langkah kaki mendekat. Perlahan. Hati Auryn berdebar kencang, bukan karena takut—tapi karena adrenalin. Ini saatnya. Ini akhir dari semua pengejaran dan ketakutan itu. Bayangan hitam muncul di jendela. Sesosok pria bertop

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   Bab 19 - BAYANG BAYANG TAK MAU PERGI

    Auryn terjaga dengan nafas terengah-engah. Tubuhnya berkeringat dingin meski AC di kamar hotel mewah itu menyala penuh. Dalam mimpi barusan, dia kembali melihat sosok itu—sosok dari masa lalu yang seharusnya sudah hancur bersama waktu. Tapi tidak. Kenyataannya, bayangan itu hidup, bernapas, dan kini mengejarnya tanpa ampun.Lucien yang tidur di sofa segera bangkit begitu mendengar suara resah Auryn. Dia langsung menghampiri, duduk di tepi ranjang, wajahnya cemas."Auryn... mimpi buruk lagi?" bisiknya, jemarinya menyentuh lembut pipi Auryn.Auryn mengangguk lemah. Dia menatap Lucien seolah mencari sandaran, dan tanpa banyak bicara, Lucien langsung menariknya ke dalam pelukan hangatnya."Aku di sini, nggak akan kemana-mana," gumamnya, mengecup puncak kepala Auryn.Sekuat apa pun Auryn mencoba tampak kuat, malam-malam seperti ini mengingatkannya bahwa dia tetap manusia biasa. Bahwa ada luka yang bahkan waktu pun tak sanggup sembuhkan."Aku benci ini," lirih Auryn, suaranya nyaris tenggel

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 18 - JEBAKAN DI BALIK KETULUSAN

    Ketika malam mulai turun, hujan mengguyur pelataran apartemen tempat Auryn tinggal. Rintik-rintiknya seperti melodi pahit yang berbisik pada jendela, menciptakan suasana muram yang kontras dengan kecemasan yang membakar di dalam dadanya. Ia duduk di dekat jendela, memeluk lututnya sambil menatap kilat yang sesekali menyambar langit gelap. Kata-kata terakhir Lucien terus terngiang—tentang perlindungan, tentang bahaya yang akan datang, dan tentang seseorang dari masa lalu yang kembali mengintai mereka.Ponselnya berdering.“Hallo?”“Ry, ini aku, Rara.”Suara sahabatnya terdengar tergesa-gesa, penuh napas tercekat. “Kamu harus keluar dari sana sekarang juga.”Auryn mengernyit. “Kenapa? Apa yang terjadi?”“Ada yang membuntuti kamu. Aku enggak tahu siapa, tapi sejak kamu meninggalkan cafe siang tadi, ada orang yang ngikutin kamu. Dia juga mampir ke tempat aku. Aku takut, Ry. Dia tanya-tanya tentang kamu.”Auryn langsung berdiri, mengambil tas kecil dan menyalakan semua lampu ruangan. Dadan

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 17 - HUJAN KENANGAN DAN LUKA LAMA

    Malam itu, hujan turun deras membasahi kota. Suara rintik-rintik air yang menabrak jendela terdengar seperti denting waktu yang terus menyeret kenangan-kenangan lama ke permukaan. Auryn berdiri di balik tirai kamar, menatap kosong ke arah luar. Pikirannya kacau. Sejak kejadian di kantor kemarin, segalanya terasa makin runyam.Lucien tidak menghubunginya. Tidak sepatah kata pun. Padahal mereka baru saja saling membuka diri. Baru saja mencoba jujur tentang apa yang mereka rasakan.Auryn mengepalkan tangannya. "Kalau kamu cuma main-main, kenapa harus sejauh ini, Lucien?"Suara notifikasi ponsel memecah keheningan. Pesan masuk dari nomor tak dikenal."Kamu pikir Lucien benar-benar mencintaimu? Dia cuma menjalankan misi."Tubuh Auryn langsung tegang. Siapa ini? Jantungnya berdegup kencang. Ia balas pesan itu dengan tangan gemetar."Siapa kamu?"Tidak ada balasan.Ponselnya berdering. Masih dari nomor yang sama. Auryn menjawabnya dengan hati-hati.“Halo?”“Halo, Yura kecil…” suara berat dan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status