"Tanyakan pada ayahmu!" bisik Lucas penuh benci.
"A-ayahku!" imbuh Grace terbata. Tanpa memberi kesempatan bertanya lebih lanjut, Lucas langsung melumat bibir manis Grace. Menarik kedua tangan gadis itu dan mengikatnya diatas kepala dengan dasinya. "Karena aku lihat sepertinya kau membutuhkan kehangatan, maka aku akan berikan kehangatan!" "T... tidak, lepas! Kau sudah.benar-benar gila!" "Ini adalah hutang yang harus kau bayar kepada keluargaku!" Imbuhnya lagi sambil bergerak tanpa ampun di atas tubuh Grace dan membuatnya antara setengah sadar dan tidak sadar. Keesokan paginya, tubuh Grace benar-benar terasa luluh lantak. Semalam Lucas seperti kehilangan kendali atas dirinya, memakannya berkali-kali. "Brengsek!" Hardik marah Grace. Ponsel diatas nakas berdering, "Eum...!" Sapa Grace. "Kau kemana saja, mengapa sulit dihubungi!" sapa Vivian. "Vivian!" Imbuh Grace sambil meregangkan tubuhnya. "Apa kau sakit?" tanya Vivian karena mendengar suara Grace yang sedikit berbeda. Grace menghela napas sambil sedikit tertawa menstabilkan nada suaranya, "Aku baik-baik saja, kapan kau kembali?" "Baru saja, Grace! Aku sudah mendengar apa yang terjadi dengan keluargamu, apa kau baik-baik saja?" tanya Vivian lagi. "Kau tenang saja, aku baik-baik saja. Hanya saja agak lelah sedikit!" Imbuh Grace seraya berdiri dan mengambil pakaiannya yang berserakan dilantai. "Kau di mana, aku akan pergi menemuimu nanti!" janji Grace. Saat ini baru saja keluar dari hotel, Grace sudah menerima panggilan telepon lagi. "Nona Williams , ini tidak baik... tidak baik!" "Apa yang tidak baik!" imbuh Grace penasaran. "Cepat datang ke toko!" imbuh Paman Henry,manajer toko. Grace berjalan semakin cepat dan langsung menaiki taksi pertama yang melewati di depannya,"Baik, aku akan datang ke sana!" Hati Grace berdegup kencang, ini adalah toko kain yang dia dirikan susah payah dengan hasil jerih payahnya sendiri. Ingin memberikan kejutan kepada kedua orang tuanya tapi siapa sangka semesta bertentangan dengan niatnya. Setelah bangkrut, keluarga williams juga tejerat hutang dengan nilai fantastis. Semua asset tersita dan beberapa dijual. Tapi, tidak dapat membantu keluarga Williams keluar dari keterpurukan. Nyonya Williams tidak bisa menerima tekanan, pada akhirnya memilih melompat dari atas atap rumah mereka yang akan disita oleh Bank. Tuan Williams terlalu mencintai istrinya. Tidak bisa menerima kematian istrinya, menyebabkan serangan jantung akut, dan semenjak itu Tuan Williams mengalami Koma. Grace sudah mencoba meminjam uang ke semua kerabat dan kenalan. Tapi, entah mengapa tidak ada yang berani dan mau meminjaminya uang untuk pengobatan Tuan Williams. Meminta bantuan Lucas adalah pilihan terakhir yang pada akhirnya harus dia ambil. Merendahkan diri di hadapan pria dingin itu, demi menyelamatkan nyawa ayahnya. Pada saat ini Grace pun tiba di toko kain yang sudah dia kembangkan di beberapa tahun terakhir. Toko yang Grace dirikan adalah toko kain tenun yang disulam dengan empat gaya sulaman tradisional tiongkok. Sulaman Suzhou Dikenal karena kehalusan benang sutra dan pola yang sangat detail, sering menampilkan motif bunga dan burung. Sulaman Hunan Ciri khasnya adalah efek tiga dimensi dengan kombinasi warna yang kaya, sering menggambarkan pemandangan dan hewan. Sulaman Sichuan Lebih berwarna dan cerah, banyak digunakan pada pakaian tradisional dan aksesoris. Sulaman Guangdong Dikenal dengan pola yang lebih tegas dan sering menggunakan benang emas atau perak. Toko Grace dikenal secara eksklusif karena biasanya hanya mengeluarkan satu sampai tiga koleksi untuk satu model teknik sulaman dan motif. Hanya saja pelanggan mengenal Paman Henry sebagai pemiliknya, bukan Grace. "Apa yang terjadi?" tanya Grace. "Keluarga Elias datang ke sini, membuat keributan. Mereka meminta mahar yang telah diberikan kepada keluarga Nona!" Jelas paman Henry. Kedua tangan Grace mengepal, Tunangan masa kecilnya itu tidak membantunya sama sekali sekarang malah menyulitkannya. Mereka menemuiku karena katanya kau sulit sekali dihubungi. "Maafkan aku Nona, aku tidak tahu jika mereka menguntitku!" Jelas Paman Henry, kepala pelayan yang setia di keluarga Williams sekaligus yang bertanggung jawab mengelola toko kain Grace. "Paman, tidak perlu khawatir. Aku akan mengurus hal ini!" Imbuh Grace. Paman Henry merasa bersimpati dengan Nonda Mudanya itu. Raut riang masa belianya kini berganti kesenduan beban orang dewasa. Dia menghela napas seraya berkata, "Ada beberapa kain sulam yang dirusak mereka." Grace tersenyum, "Tidak apa... tidak apa, aku bisa membuatnya lagi!" Paman Henry merasa lebih kasihan lagi, kain tenun sulam phoenix itu sangat indah. Grace menghabiskan waktu selama setengah tahun menyulamnnya. Dia melakukannya sangat berhati hati. Namun, dirusak begitu saja oleh keluarga Elias. Grace kembali ke Villa, dia melihat buku tabungannya. Jelas uang yang ada tersimpan di rekeningnya itu tidak akan cukup untuk mengembalikan mahar yang dipinta oleh keluarga Elias. Grace kembali menebalkan muka, dia mengambil ponselnya dan menghubungi asisten Lucas. "Alex apakah Tuan Smith akan ke Villa malam ini?" "Tidak!" jawab Alex singkat, padat, jelas. Grace menatap ke layar ponsel yang menggelap. Dia pun naik ke tempat tidur dan mulai memejamkan matanya. Tepat di tengah malam, tiba-tiba Grace kesulitan bernapas. Grace membuka kedua matanya dengan terkejut, "Lucas!" Pada saat ini Lucas sudah berada di atas tubuh Grace. Tercium bau alkohol yang kuat dari tubuh pria itu. Setelah mengecup satu kali bibir Grace, malah langsung terjatuh tidur dalam pelukan. "Oh ya Tuhan, apakah semua pria memang menyebalkan!" imbuhnya sembari mendorong tubuh Lucas. Grace membenarkan posisi tidur Lucas, lalu dia tidur di sisinya dengan tenang. Di pagi harinya mereka terbangun dengan posisi saling memeluk. Kedua mata mereka terbuka dan saling beradu sepersekian detik. Grace langsung mendorong tubuh Lucas dan duduk, "Semalam kau mabuk dan naik ke atas tempat tidurku!" Lucas mengulurkan tangannya, mengambil ujung rambut Grace dan memilin-milinnya. "Kau mencariku?" tanyanya tanpa basa basi. Grace teringat semalam dia menghubungi Alex, asistennya Lucas. "Eum... a-aku ingin meminjam uang!" Gerakan tangan Lucas terhenti, dia pun langsung bangkit berdiri turun dari ranjang, dan meninggalkan Grace yang sedang tertegun memandangi kepergiannya. Grace merebahkan dirinya lagi, memandangi langit-langit kamarnya. "Apa yang harus aku lakukan!" pikirnya sambil meletakan tangannya di kening. Pada saat ini Vivian menghubunginya, "Hei apa kau ingat Tuan Ma?" , kenapa?" tanya Grace. "Dia ingin memesan kain sulam lagi. Apa toko langgananmu ada persedian kain?" tanya Vivian "Ya mungkin ada beberapa!" jawab Grace. "Nah, jangan lupa bawa semuanya ya ke hotel Imperial," imbuh Vivian lagi Grace pun langsung tersenyum, dia pun mengkalkulasi jika kain sulamnya terjual semua, ditambah dengan uang yang ada di rekeningnya. Itu masih belum cukup untuk mengembalikan mahar.Jari-jari tangan Diana terlihat seperti sedang melayang di atas keyboard, karena kecepatan mengetiknya. Kali ini Tuannya bersedia memanggilnya kembali, tentu saja dia harus membuktikan diri jika dia masih memiliki kemampuan yang tinggi untuk mempermudah segala urusan Tuannya.“Jika nama ini benar-benar penting, aku rasa‘Orion’ bukan sekadar nama acak. Bisa jadi kode, bisa jadi nama operasi... atau seseorang.” Pikir Diana dengan masih terlihat serius menatap layar laptopnya tanpa berkedip.““Koordinat terakhir,” gumam Diana. “Ini di luar jangkauan sistem satelit sipil biasa. Siapa pun mereka, mereka tak ingin ditemukan.” Pikirnya lagi semakin merasa tertantang. Meski ada rasa tak nyaman menggelitik tengkuknya,Diana mengetik cepat, mencoba menelusuri lebih jauh, rekam jejak, keberadaan, koneksi dengan ‘Orion’. Tapi sistemnya mulai terganggu.“I-ini… ada yang mencoba masuk ke jaringanku,” ucapnya panik. “Seseorang tahu aku sedang mencoba membuka data ini!” pikirnya sambil memicingkan m
Alex melajukan mobilnya dengan masih melantukan doa puja puji untuk para dewa dan para leluhurnya. Tuannya itu sangat pendendam, jadi dia enggan membayangkan konsekuensinya jika sampai Tuannya itu menaruh dendam kepadanya.Berkendara beberapa saat, dia pun tiba di salah satu kedai kopi. Di sudut kota yang tak terlalu ramai, tersembunyi di balik deretan toko tua, berdiri sebuah kedai kopi kecil bernama "Kopi Senja" Dari luar, tak ada yang istimewa, hanya papan kayu dengan tulisan tangan, pintu kaca dengan tirai rami separuh tertutup, dan aroma kopi yang menguar hangat ke trotoar. Tapi begitu melangkah masuk, dunia seolah melambat.Interiornya hangat dan menenangkan. Dindingnya dilapisi bata merah yang tak sepenuhnya disembunyikan, berpadu dengan rak-rak kayu berisi buku-buku tua dan tanaman hijau menjuntai dari langit-langit. Lampu gantung berwarna kuning redup menciptakan cahaya temaram yang menenangkan, sementara musik jazz lembut mengalun dari speaker tersembunyi. Sofa empuk terseba
Di kediaman Smith, Grace belum bisa tidur. Dia terlihat seperti sedang menunggu kepulangan Lucas. Gadis itu menajamkan pendengarannya, sedikit ada ribut-ribut diluar kamarnya. Dia pun segera turun dari ranjang, lalu sedikit mengintip dari lantai dua.Lucas terlihat baru saja tiba. Namun dengan wajah yang sedikit tidak sedap di pandang. Grace lebih heran lagi, ketika melihat Alex ada di kediaman Smith. “Wuah, sangat setia sekali, ini sudah jam berapa, dia masih saja bekerja dengan Tuannya!”Grace melihat Alex dan Tuannya itu menghilang di koridor yang menuju ke ruang kerja Lucas. Merasa penasaran, Grace turun ke bawah. Belajar dari peringatan pertama dan kedua, dia tidak bertanya apa-apa pada siapapun.Grace membuka pintu, berjalan ke teras, sedikit tercengan melihat mobil mahal Lucas rupanya jadi sedikit buruk meski tetap kekar. Ada beberapa ranting daun yang ikut terbawa pulang oleh pria itu. “Sebenarnya dia dari mana!” pikir Grace sambil memetik daun yang ada di ranting.Di dala
Di dalam kamar, Grace menatap lampu kristal yang menggantung di kamarnya, Mencoba menghitung kilau cahaya yang keluar dari kaca-kaca kristal. Dia menghela napas karena berpikir itu adalah hal yang mustahil. Sama mustahilnya dengan dia bisa melepaskan diri dari Lucas Smith.Lucas Smith bukan sekadar nama dalam jajaran orang terkaya dunia, Dia adalah simbol dari kekuasaan, strategi, dan insting bisnis yang nyaris tak terbendung. Lucas menapaki tangga kejayaan bukan dengan warisan, melainkan dengan visi tajam dan keberanian mengambil risiko yang melampaui generasinya.Di tangannya Grup Smith menjelma menjadi konglomerasi multinasional yang menggurita di sektor energi, teknologi, infrastruktur, hingga pertahanan digital. Perusahaannya tidak hanya membentuk pasar. Dia mengendalikannya.Lucas dikenal di ruang dewan sebagai pria yang tidak pernah menunjukkan emosinya. Ketika para pesaingnya sibuk mengatur strategi jangka pendek, Lucas sudah tiga langkah di depan, memborong saham-saham krusia
Lucas bersandar di kursi sambil menyilangkan tangannya, lalu berkata, “Apa kau pikir aku sudah bangkrut!”Grace tersentak, melihat wajah Lucas, barulah dia teringat jika saat ini dia sedang makan dengan salah satu taipan paling kaya, berkuasa. “Ah… itu… eum oke, aku akan pesan!” imbuhnya seraya mengambil buku menu.Tidak berpikir banyak lagi, Grace malah menunjuk menu yang paling mahal. Trinitas de Lune — Hidangan Tiga Alam oleh Chef Eloise Moreau. Begitu si pelayan melihat menu yang dipilih oleh Grace, dia langsung berdecak senang dan langsung memuji Grace, “Wah, pilihan yang tepat sekali!”Grace menatap si pelayan, melemparkan wajah yang menyiratkan pertanyaan. Pelayan menangkap sirat wajah itu lalu berkata, “Menu ini hanya dikeluarkan 6 kali dalam setahun, jadi Nona! Kau sangat beruntung bisa merasakan menu Istimewa kami!”“Kami tidak pernah memberitahukan kapan jadwal menu ini akan kami keluarkan. Dan, Jika sudah keluar, maka hanya satu hari saja, esok tidak akan kami keluarkan la
“M-maaf aku memakai bajumu tanpa ijin, aku akan mencucinya dengan bersih nanti!” Lucas melepaskan jaket panjangnya, dan melemparkannya ke lantai. Grace terpaku melihat jaket itu, Alex langsung berdehem. “Nona sebaiknya kau pakai jaket itu!” Alex tidak berani mengambil dan memakaikannya, Grace membungkuk lalu mengambil jaket itu. Dengan Cepat, Alex langsung mendongak, jika terlambat sedikit saja, bisa-bisa dia tiba-tiba akan terjun bebas dari Gedung Smith. Senyum samar menjejak di wajah Lucas, melihat asistennnya cukup tahu diri. Grace pun melangkah masuk ke dalam lift sembari merapikan rambutnya ke belakang. Rahang pria itu mengeras, ketika wangi rambut Grace menyeruak ke penciumannya. Aura ketegangan terasa sangat kentara di lift yang hanya berisi tiga orang itu. Dalam hati Alex dan Grace memiliki harapan yang sama, agar pintu lift segera terbuka. ‘Ding’ pintu lift itu pun akhirnya terbuka, Alex sedikit menghela napas, lalu segera berjalan cepat menuju ke mobil. Dengan cepat dia
Alex langsung menarik dokter itu untuk keluar. Tapi, sebelum keluar dokter itu malah masih sempat berkata, “Jangan lupa olesi di leher dan tulang selangkamu, agar lukanya tidak berbekas!”Grace memegang lehernya sambil mengangguk. Sementara itu, Lucas tengah berdiri, sedang memberinya tatapan ingin membunuh, Dia paling tidak suka miliknya dipegang oleh orang lain, terlebih lagi ketika dia memikirkan bahwa dia adalah pria pertama gadis itu, egonya tetap ingin terus begitu, pria pertama dan pria satu-satunya yang menyentuh Grace.Lucas melangkah mendekati Grace, bersimpuh di depannya seraya mengambil salep dari tangan gadis itu. Mengamati sesaat, lalu mulai mengoleskan salep itu ke leher dan tulang selangka Grace.Tangan Lucas bergerak dengan perlahan, hati-hati mengoleskan salep bening ke luka cakar yang membentang dari leher hingga tulang selangka Grace. Kulitnya hangat di bawah sentuhan, meski masih tampak memerah dan perih. Lucas menelan ludah, berusaha keras mengabaikan gemetar
“Nona, jaga ucapanmu!” kata Alex memberi peringatan kepada Scarlet.Ibu Seymour berdiri dengan sopan di depan Alex, “Apa kau benar-benar wali Nona Williams?”Kepala dan hati Alex berdenyut, dia memang terbiasa mengurus segala urusan Tuannya, tapi berursan dengan sekolah seketika saja membuat kepalanya pening. Grace langsung berdiri dan mewakili menjawab.“Mohon maaf Eum… dia… dia adalah pacar-ku !” jawab Grace sambil merangkul lengan Alex.“Oh ya ampun, alamat akan disambar petir aku ini!” imbuh Alex dalam hati ingin menangis darah.Semua yang mengenal Lucas pasti tahu, pria itu tidak suka jika ada orang yang menyentuh atau mengklaim miliknya. Grace malah melanjutkan perkataannya, “Karena aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi, jadi untuk saat ini tidak apa kan jika dia yang menjadi waliku!”Alex menghela napas, pada saat ini ingin rasanya dia membenturkan kepalanya karena mendengar perkataan Grace tadi. Ibu Hamish dan Ibu Seymour saling berpandangan lalu mereka sedikit mengangguk.Gr
Ellias membawa Winona untuk duduk di sofa, tak berapa lama Nyonya Winter tiba. “Bu!” panggil manja Vivian.“Oh ya ampun, mengapa ada memar di mana-mana!” imbuh Nyonya Winter memelas.Semua wali sudah datang, hanya tinggal Grace seorang. Dengan nada keibuan Nyonya Winter pun berkata, “Aku yang mewakili untuk Nona Williams, kita sudah bisa memulai sedang etika ini!”Ibu Seymour mengetahui keadaan orang tua Grace hanya saja tadi dia sudah memanggil wali yang baru dicantumkan di informsi siswa. Merasa mungkin tidak akan datang, maka diputuskan sidang etika pun di mulai.Ruang sidang etik di lantai dua gedung rektorat telah dipenuhi oleh para pelaku dan para wali. Desahan gugup terlihat sangat jelas. Dinding ruangannya berwarna abu terang, dihiasi foto-foto para pendiri kampus dan kutipan moral tentang etika dan profesionalisme.Di sisi kanan ruangan, deretan kursi kayu panjang telah terisi oleh empat mahasiswa : Grace, Vivian, Scarlet, dan Winona. Mereka duduk berjejer, tak lagi terlihat