Mam-pus. Gara-gara berdebat dengan Aira, aku sampai lupa kalau teman-temanku akan datang ke rumah. Aku belum menyediakan jamuan apa-apa."O-oke, Brow!""Jangan lupa teh merahnya. Biar lebih asyik ngobrolnya. Selena juga ikut lho.""Apa?!" Aku menutup mulut karena nada terlalu keras. Aira yang dari tadi cuek langsung menoleh dengan tatapan tajam. Aku pun memunggunginya, tapi tetap bisa kilihat dari sudut mata kalau Aira penasaran. "Kenapa Selena harus ikut? Aku dan istriku sedang tak baik-baik saja. Kamu malah mengajak dia. Kamu mau rumah tanggaku berakhir sekarang juga?" lirih suaraku. Kupastikan Aira tak bisa mendengar."Maaf, Brow. Dia memaksa. Aku bisa apa?"Aku meremas rambutku yang semakin terasa panas."Sebentar lagi kita sampai," seru Zaki.Panggilan diakhiri.Aku membalik badan. Aira berdiri tegap di belakangku dengan tangan dilipat sejajar dada."Sayang, tolong bantu aku kali ini saja. Temanku mau ke rumah." Aku menangkupkan kedua tangan sejajar dada dengan tangan memelas. B
POV MERTUAMeski cuma sebentar, aku merasa senang karena bisa bertemu dengan putri semata wayangku. Aku bisa melepas kerinduan padanya. Tapi, ada sedikit keganjalan dalam hati ketika mengingat Aira sempat mengeluh ingin pisah dari suaminya.Mudah-mudahan apa yang dikeluhkan oleh putriku bisa segera menemui titik terang. Jangan sampai ikatan pernikahan yang mereka jalankan kandas begitu saja. Setiap pernikahan memiliki ujian sendiri-sendiri. Bisa dari pasangan, orang tua, atau saudara. Dan putriku saat ini diuji dengan pasangannya.Mobil sudah memasuki aspal yang sudah cukup rusak, berlubang sana-sini. Ini artinya sebentar lagi akan masuk ke perkampunganku. Kulihat kanan-kiri jalan hanya ada pohon jati dan ilalang. Berbeda jauh keadaannya dari kota yang baru saja kuinjak. "Wah, Bu Aminah sudah pulang!"Tetangga menyapaku ketika mobil bak melintas di depan rumah pemilik warung.Aku hanya mengulas senyum pada wanita-wanita seumuranku itu. Mereka memang tidak ada kerjaan lain selain me
Meski naik mobil, tetap saja tubuhku yang sudah tua merasa letih dalam perjalanan. Aku duduk di kursi teras sebelum membuka pintu.Kubuka tas dan kuambil beberapa kue yang sengaja dibelikan Aira ketika jalan-jalan. Kue berbentuk bulat dengan isian daging itu akan kubagikan pada tetangga yang menyusul ke rumah. Rata-rata orang yang memang dekat denganku."Ini oleh-oleh dari Aira. Di bagi ya!" seruku. Mereka yang berjumlah empat orang membagikan pada cucu-cucu balitanya."Enak, Yu. Baru kali ini aku mencicipi roti isi daging.""Bener, Bu Aminah. Rotinya lembut, tapi padet. Makan sedikit langsung kenyang."Aku mengulas senyum. "Alhamdulilah kalau pada suka.""Bu Aminah belum menjawab. Bagaimana rasanya tinggal di rumah menantu yang kaya? Pasti meja makannya mewah, terus kamar tidurnya luas seperti di tipi-tipi," tanya Bu Tuti kegirangan. Dia menepuk lenganku karena terlalu bersemangat. Wanita bertubuh gempal itu memang sering menimpuk orang dengan telapak tangannya yang tebal."Iya, Bu T
POV KEVIN"Gil@ kamu, Vin! Mau nge-prank ya! Asin banget." Dadaku langsung sesak. Kurang ajar Aira. Dia benar-benar mau mengajak perang."Maaf, maaf. Mungkin aku tadi salah ambil. Kupikir gula, ternyata garam. Tunggu sebentar."Baru saja mau berdiri dan melabrak Aira, ternyata wanita yang kerap kali membuat kepalaku bersungut-sungut itu datang dengan tampilan yang sangat berbeda. Bahkan aku tak pernah melihat dirinya dadan cantik seperti yang kulihat saat ini."Lho, kenapa pada bengong? Minumannya kok cuma dianggurin?" Aira berlenggok-lenggok melewati pandangan Selena dan duduk di sampingku menggeser posisi wanita satu-satunya dalam tim kami."Maaf, Mbak. Tolong agak bergeser. Lagi pula tak pantas seorang wanita duduk berdekatan dengan pria yang sudah punya istri. Nanti jadi fitnah. Lebih parahnya dikira pelak@r." Aira memicingkan mata pada Selena. Lalu bergelayut di lenganku. "Salah minum apa istriku tiba-tiba seperti uler keket," batinku. Karena sikapnya, aku jadi lupa mau marah
Sepertinya istriku ingin mengajakku hidup susah. Masak cuma membeli makanan habis lebih dari satu juta. Jumlah segitu bisa dipakai makan sebulan.Sembari menunggu orderan datang, kami pun membahas kerjaan. Aira masih duduk di sampingku sembari main ponsel. Aku tidak bisa menyuruhnya pergi. Karena dia pasti ngambek dan memberi celah Zaki untuk menghiburnya.Menit kemudian orderan datang. Rata-rata makanan dalam porsi besar. Seperti seefood yang dalam porsi berisi kepiting, udang, cumi, dan berbagai jenis kerang. Dia enak, aku rugi banyak.Aira pun membawa makanan itu ke meja makan dan memindahkannya ke berbagai mangkok dan piring."Makanan sudah siap ...!" serunya istriku. Zaki begitu antusias. Dia langsung berdiri dan menuju meja makan paling awal."Wah, mantab, Brow!"Semua temanku sangat menikmati hidangan. Mereka makan dengan lahap. "Vin, kok nggak makan? Puasa?" tanya Angga.Bagaimana aku bisa makan? Kalau otakku terus terbayang harga makanan yang selangit ini. Lama-lama saldoku
Pasca acara selesai. Meja makan seperti kapal pecah. Piring kotor dengan berbagai sisa-sisa tulang, cangkang, berserakan. Bahkan bekas kuah yang menempel di meja sudah seperti lukisan abstrak.Kuperhatikan Aira sedang video call dengan seseorang di dekat daun jendela. Terlihat serius sekali."Teleponan sama siapa?" tanyaku ketika dia berjalan ke arahku."Ibu.""Ada apa lagi? Ibu kesasar atau kecelakaan?""Kamu ya, Mas! Kalau ngomong nggak dipikir dulu. Kamu mendoakan ibuku kecelakaan?""Aku cuma bertanya. Ini siapa yang mau membersihkan?""Ini acara siapa?" Aira bertanya balik. Lalu berjalan menjauhiku."Kamu mau kemana?""Mencari hidayah!" sahutnya tanpa menoleh.Aku bisa saja membentak atau menyuruh Aira membereskan semua ini. Tapi, aku terlanjur menandatangi surat perjanjian itu.Aku mencoba menghubungi ibu mertua. Siapa tahu di kampung halamannya ada yang membutuhkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga. "Hallo, Kevin. Ini Bu Tuti. Masih ingat kan, emak gemoy yang mengambilkanm
"Bagaimana rasanya punya suami yang pelit? Menderita sekali kan? Sudah kubilang, mundur saja. Kevin menikahimu karena kamu gadis kampung yang mudah dikibuli. Hatinya cuma milikku," ujar Selena--mantan kekasihku. Selena memang pernah bicara padaku kalau dia masih mencintaiku. Tapi, aku juga sudah menegaskan kalau aku sudah beristri dan perasaanku padanya saat ini tak lebih hanya sebagai teman. Tapi, aku tak menyangka kalau dia sudah sejauh ini mencampuri rumah tanggaku."Aku menikah dengan Mas Kevin bukan karena hartanya. Kalau demi harta, aku sekarang tidak duduk di sini, Mbak. Pasti sudah pisah dan balik kampung. Mbak perlu tahu satu hal. Bahkan aku sudah minta Mas Kevin untuk melepasku. Tapi dia tak mau melakukan itu. Mbak Selena tahu itu artinya apa? Kita sudah jodoh. Kami menikah karena Allah dan menjalani rumah tangga dalam lindungannya.""Aira ... Aira. Kamu terlalu sombong. Lihat saja, dia akan meninggalkanmu tanpa memberikan sedikitpun harta gono-gini. Karena yang akan mengua
"Mas, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu mendorongku?!" teriak Aira. Bahkan aku tidak sadar jika telah mendorong tubuh kecil itu.Tanganku tiba-tiba saja merasa jijik ketika melihat foto tanpa busana di layar ponsel dengan wajah istriku."Diam kamu! Aku baru tahu kalau kamu tak lebih dari wanita murahan.""Tutup mulutmu, Mas! Atas dasar apa kamu menuduhku seperti itu, hah? Apa Mas lupa siapa yang mengambil kesucianku? Apa Mas lupa siapa yang merobek selaput daraku?" Aira bangun dari ranjang, manatapku cukup intens. Lalu melayangkan tangannya dan mendarat di pipiku. Perih sekali. "Bagaimana rasanya, Mas? Apa matamu sudah terbuka?""Apa maksdumu? Lihat ini!" Kuarahkan layar ponselku padanya."Lihat baik-baik foto itu. Apa Mas tidak dapat membedakan bentuk tubuhku dengan foto tersebut?"Apa iya? Aku pun memperhatikan lagi foto yang dikirim orang tak dikenal itu.."Kebangetan kalau nggak tahu tubuh istrinya," umpatnya. Mata Aira merah."Sebentar. Tapi ini wajahmu kan? Kamu nggak bisa men