TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#3
POV Tari.
"Bagaimana, Tar? Apa Morgan akan mentransfer uang lagi ke, kamu?" tanya ibuku.
"Tentu saja, dengan mengandalkan nama mertuaku pasti dengan mudah dong, buat dapetin uang dari mas Morgan," jawabku sembari tersenyum, kembali meneguk minuman yang ada di dalam gelas.
"Coba tanya lagi, apa sudah dikirim oleh Morgan uangnya," ucap ibu.
Dengan semangat aku mengirim pesan lagi kepada mas Morgan, lagian pasti dia sudah mengirim uangnya. Apalagi jika menyangkut tentang ibunya, pasti dia akan secepat mungkin mengirimkan uang yang aku butuhkan.
[Gimana mas, apa uangnya sudah kamu transfer?] Aku mengklik pesan itu lalu mengirimnya pada mas Morgan.
Terlihat centang biru dua di aplikasi chatku, itu berarti mas Morgan sudah membacanya.
[Iya. Ini jaringan sedang susah,] balasnya dan aku hanya mengernyitkan dahi.
"Gimana?" tanya adikku Nasya.
"Belum masuk, katanya jaringan susah."
"Terus gimana dong, tadi kan, kakak janji mau beliin kami sepatu dan baju baru," ucap Reihan cemberut.
"Iya. Tenang aja, pasti dapet kok, asal mengatas namakan mertua kakak itu uang pasti dikirim. Kalian gak usah pikirin, mau tambah makan lagi juga boleh." Aku menepis kegelisahan dengan berpura-pura berpikir positif. Pasalnya sudah satu jam aku menunggu namun mas Morgan tak kunjung memberi kepastian padaku.
[Mas, buruan dong!] Aku memaksanya. Ia hanya membaca pesanku tapi tak dibalas.
[Kenapa gak dibalas, ibumu udah rewel banget, pengen pulang. Sementara aku belum bayar biaya makan di restoran.]
Entah apa yang dilakukan mas Morgan, dari tadi pesanku tak ada mendapat respon. Ia tak membalas namun pesanku ia baca, aku jadi kesal dengan dia.
[Mas, kamu ngapain sih? Kok, cuma di read?] Serasa habis kesabaran ini dibuatnya.
Eh, disaat kegalauanku dia malah menghilang. Aplikasi chatingnya tiba-tiba saja offline, bagaimana ini? sebentar lagi pasti akan ditagih biaya bill oleh pelayan. Aku harus bagaimana? Sementara uangku pas-pasan dan tadi aku menyuruh kedua adikku nambah makan, pasti pembayarannya juga akan bertambah.
"Bagaimana Tar, kita sudah terlalu lama di sini. Ini juga udah malem banget, sebentar lagi restoran ini pasti akan tutup," desak ibu gelisah.
"Kita bayar saja, Bu, aku yakin uangnya sudah dikirim. Mana mungkin mas Morgan membiarkan ibunya begitu saja, pasti dia sudah mengirim uangnya ke rekeningku," ucapku berusha menenangkan ibu.
"Kan, sudah ibu bilang dari bulan-bulan kemarin. Buat mbanking saja biar kamu gampang ngecek uang di ATM kamu, kamu sih, ngulur-ngulur- waktu terus, sampai sekarang gak dibikin-bikin. Sekarang keadaan mendesak seperti ini kamu malah gak tau uang buat keperluan udah ditransfer oleh Morgan atau enggak," cetus ibu mengomel.
Bisanya hanya mengomel saja, sementara kepalaku pusing memikirkan bagaimana cara membayar makanan yang sudah di lahap habis sedari tadi.
"Sudahlah, ibu tenang saja. Aku akan ke kasir dan membayar semua makanan ini, aku yakin mas Morgan pasti sudah mentransfer uangnya. Pokoknya ibu gak usah khawatir, malam ini kita akan tidur nyenyak di hotel," ucapku dengan bangga. Lalu menuju kasir dan menyerahkan kartu ATMku untuk membayar semua makanan yang tadi kami makan.
"Maaf kak, saldonya di tolak dan pembayaran masih kurang tiga ratus ribu untuk membayar semua makanan yang kakak pesan tadi." Aku membelalak saat mbak kasir bilang seperti itu.
"A-apa? Bukannya uang di ATM itu isinya sepuluh juta lebih. Yang benar saja uangnya kurang?" tanyaku, aku melirik pada ibu dan kedua adikku yang masih duduk di meja makan sembari menungguku melakukan pembayaran via debit.
"Ada masalah apa?" tanya Ibu.
Aku tertegun sembari menggigit bibir bawah, perlahan mendekati ibu dan berbisik.
"Bu, uangnya kurang tiga ratus ribu. Apa ibu punya uang?" tanyaku.
"Gak adalah, kan, ibu juga numpang makan dan tinggal sama kamu. Kalau gak ngandelin kamu darimana ibu dapat uang," ujar ibu. Ah, memang tak ada yang bisa membantu sepertinya.
"Kalau kalian berdua?" tanyaku.
"Kakak kan tahu sendiri, kalau kami ini masih anak sekolahan. Ya, mana ada pegang uang, apalagi kami gak kerja," sahut Nasya.
"Iya. Bukannya suami kakak manager di perusahaan cabang yang berada di luar negeri, masa uang segitu aja gak punya," timpal Reihan.
"Heh, kalau uangnya masuk gak mungkin aku gelagapan kayak begini!" cetusku.
"Jadi bagaimana, kak? Sisa pembayarannya apa bisa di lunasi?" tanya mbak kasir.
"Emm ... Mbak, saya titip KTP aja, ya. Kalau sudah ada uangnya pasti akan saya bayar nanti," ucapku bernegosiasi.
"Tidak bisa kak, kalau kakak tidak mampu membayar. Terpaksa kakak harus membantu untuk membereskan restoran," ucap si mbak kasir.
"Heh! Kamu mau menghina saya?" tanyaku.
"Daripada kakak gak bisa pulang," sahutnya.
"Ya, terus saya harus ngapain?" tanyaku.
Si mbak kasir tersenyum, lalu membawa kami ke dapur restoran. Di sana menumpuk piring-piring kotor yang penuh dengan minyak, dan sambal.
"M-maksudnya kami harus mencuci piring sebanyak ini?" tanyaku.
Mbak kasir mengangguk lalu tersenyum dan setelah itu dia pergi. Sia-lan memang, kenapa Morgan mengabaikan pesanku dan tidak mengirimiku uang. Awas saja, aku akan bilang kalau ibunya pingsan karena kelelahan mencuci piring di restoran bersamaku, dan semua itu gara-gara dia yang tidak mengirim uang kepada kami. Awas saja, pasti dia akan merasa bersalah nanti.
"Gayanya selangit, makan di restoran pengen mewah. Ujung-ujungnya nyuci piring karena gak mampu bayar," celetuk dua karyawati yang juga berada di dapur ini.
"Iya. Kebanyakan makan gengsi sih, gak papa capek yang penting story Hedon ye, gak?" Mereka terkekeh, membuatku terpancing emosi. Aku melempar spons piring yang penuh busa ke wajah mereka.
"Heh! Kamu gak tau ya, kalau saya ini istri seorang manager yang bekerja di luar negri. Baru jadi pelayan aja belagu banget, lihat saja, akan saya buat kalian berdua di pecat!" Ancamku.
Salah satu dari mereka geram, saat terkena lemparan spons yang kulayangkan ke wajahnya. Dadanya kembang kempis menahan amarah padaku.
"Kamu jangan kurang ajar, ya? Kamu makan nasi saya makan nasi, jadi saya gak takut." Ia mendatangiku dan langsung menjambak rambutku, di situ kami berkelahi sambil jambak-jambakan. Alhasil, tidak ada yang menang malah bajuku dan bajunya yang hampir sobek karena saling tarik menarik.
Perkelahian kami berhasil dilerai oleh dua scurity penjaga restoran ini. Lalu, kami berempat diseret ke pintu luar dan di lempar begitu saja dari pintu restoran tanpa hormat oleh dua scurity tersebut.
"Pergi kalian dari sini, sebelum saya laporkan ke polisi." Heh! Betapa memalukannya kejadian ini, baru kali ini aku diusir dari sebuah restoran oleh scurity seperti ini. Arhg ... Semua ini gara-gara Morgan, kenapa dia tidak membalas pesanku.
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#30POV Author."Ibu! Bisa-bisanya ibu lebih mentingin uang daripada membelaku. Aku sampai ditampar tiga kali tapi ibu diam saja." Tari merampas uang yang ada di tangan ibunya di. Enak saja, ia yang sakit tapi ibunya yang menikmati."Balikin dong, Tar. Gak papa cuma sesekali doang, yang penting kita punya banyak uang. Kita bisa jalan-jalan, shoping dan ke salon, udah lama kan, kita mangkrak di rumah. Mending kita ke luar, lagian uang pinjaman dari bank juga masih banyak. Kita bisa happy-happy beberapa Minggu ini," ucap Bu Darmi sumringah membayangkan akan pergi kesana-kemari."Ya, tentu saja! Akan kubuat Morgan menyesal karena telah menceraikanku, ditambah dengan kejadian hari ini. Rasanya aku tidak terima!" Decak Tari, pipinya masih terasa kebas._____________________Beberapa hari dirawat Nasya akhirnya dibolehkan pulang, Nani pun turut serta menjaganya sampai-sampai ia rela meninggalkan empangnya pada Arif. Arif memang asisten kepercayaannya, tak pern
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#29POV Morgan."Ya, Allah! Kasian sekali anak itu." Aku melihat raut kesedihan dari wajah ibu, apalagi sekarang Nasya tengah tergelak di ruang UGD. Mungkin sebentar lagi ia akan dipindahkan ke ruang rawat biasa. Tapi, ia sekarang sedang pingsan dan aku khawatir jika dia sadar nanti dia akan syok juga trauma.Memang, aku tidak terlalu perduli dengannya. Meskipun aku tahu dia sudah berubah, karena aku tetap harus waspada pada gerak-geriknya, bisa saja kan, dia hanya berpura-pura? Tapi, saat melihat keadaannya seperti sekarang aku sangat yakin kalau gadis di dalam ruangan sana itu memang sudah berubah."Morgan, cepat urus biaya administrasinya," ucap ibu. Aku manut dan segera menuju ke lobby untuk mengurus biaya administrasi.Saat di lobby suara dering ponseku berbunyi, tertera nama mbak Nani di sana."Morgan, apa mbak harus ke sana sekarang?" tanya mbak Nani cemas."Tidak perlu, mbak. Setelah Nasya siuman aku dan ibu akan mengantarnya ke kampung, aku akan
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#29 POV Morgan. "Ya, Allah! Kasian sekali anak itu." Aku melihat raut kesedihan dari wajah ibu, apalagi sekarang Nasya tengah tergelak di ruang UGD. Mungkin sebentar lagi ia akan dipindahkan ke ruang rawat biasa. Tapi, ia sekarang sedang pingsan dan aku khawatir jika dia sadar nanti dia akan syok juga trauma. Memang, aku tidak terlalu perduli dengannya. Meskipun aku tahu dia sudah berubah, karena aku tetap harus waspada pada gerak-geriknya, bisa saja kan, dia hanya berpura-pura? Tapi, saat melihat keadaannya seperti sekarang aku sangat yakin kalau gadis di dalam ruangan sana itu memang sudah berubah. "Morgan, cepat urus biaya administrasinya," ucap ibu. Aku manut dan segera menuju ke lobby untuk mengurus biaya administrasi. Saat di lobby suara dering ponseku berbunyi, tertera nama mbak Nani di sana. "Morgan, apa mbak harus ke sana sekarang?" tanya mbak Nani cemas. "Tidak perlu, mbak. Setelah Nasya siuman aku dan ibu akan mengantarnya ke kampung, ak
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN28.POV Author."Beraninya anak itu mempermalukan ibu di depan Bu Halimah dan Morgan. Harga diri ibu terasa terhina sekarang!" Bu Darmi merutuk kesal."Sepertinya kita harus memberi dia pelajaran, Bu. Agar dia bisa kembali berpihak pada kita, jika seperti ini maka Morgan dan Bu Halimah akan merasa lebih kuat. Apalagi Nasya tau semua dengan rencana kita," sahut Tari."Sulit sekali menyingkirkan wanita tua itu, dialah satu-satunya penghalang buat kita." Bu Darmi menaikkan satu alisnya, berpikir rencana apa yang harus ia lakukan untuk menyingkirkan Bu Halimah. Dadanya masih belum puas karena belum bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan."Mana rumah itu sudah memakai cctv, kita udah gak bisa bergerak bebas lagi, Bu. Pasti apa yang kita lakukan akan terekam di dalam alat pengintai mini itu." Tari mendengkus, nafasnya terasa memburu."Jalan satu-satunya kita harus menghasut Nasya, karena sekarang mereka sudah mulai mempercayai Nasya. Kalau Nasya bisa kita r
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#27POV author."Beraninya kamu mencekal tangan ibumu sendiri, ha?!" Bu Darmi berteriak menepis cekalan Nasya dan menyentaknya kasar."Aku harus berani, demi sebuah kebenaran," sahut Nasya menantang."Tau apa kamu dengan kebenaran? Memangnya kamu Tuhan?" tanya Tari."Setidaknya aku tau betapa busuknya ibu dan Kak Tari, betapa jahatnya kalian selama ini. Aku tau kalian dari luar hingga dalamnya, kalian itu tidak lebih seperti bina-tang yang mengkhianati majikannya sendiri," tutur Nasya membuat dada Bu Darmi terhenyak."Kurang ajar kamu, kenapa tiba-tiba kamu membela wanit tua in? Oh ... Atau jangan-jangan sekarang kamu mulai bermuka dua, iya?!" tanya Bu Darmi melotot."Aku tidak membela, aku hanya berada dipihak yang seharusnya, orang baik seperti Bu Halimah tidak pantas mendapat perlakuan buruk dari orang-orang tak tahu terimakasih seperti kalian berdua," ujar Nasya, Bu Darmi sangat murka mendengar ucapan anak yang telah ia lahirkan itu."Seharusnya kamu
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#26POV Author."Siapa yang cari muka? Kalau tidak tau masalahnya jangan mengada-ada!" Nasya sedikit kesal dengan omongan Arif, kenal enggak, tapi sudah menjudge-nya yang tidak-tidak."Baru masuk kerja sudah dapat tempat yang enak, apalagi kalau kamu itu gak suka cari muka?" tanyanya ketus."Kamu itu sudah menikah bukan? Ngapain kamu datang ke mari? Bukannya di Jakarta itu banyak pekerjaan? Apalagi wanita bersuami sepertimu, ngapain harus capek-capek kerja, ke kampung pula! Kamu sengaja bukan, ingin menyingkirkanku?" Arif mencetus tanpa berpikir dulu."M-menikah? Mbak Nani bilang seperti itu? Dan siapa juga yang ingin menyingkirkanmu, memang apa urusanku denganmu. Kenal saja baru, lantas apa sebabnya jika aku ingin menyingkirkanmu?" tanya Nasya, sedikit terkejut."Ya, dia juga bilang kalau kamu sedang hamil. Maka dari itu kamu diperlakukan sangat spesial bukan? Tapi, yang namanya pekerjaan tetaplah pekerjaan. Mau kamu hamil atau tidak, jangan kamu jadika
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#25POV Author."Mbak Nani bilang, dia yang akan menjemput," ucap Morgan.Nasya meneguk salivanya, ia masih ragu-ragu dengan keputusannya, setaunya Nani tidak menyukai keluarganya. Lalu ia harus bagaimana? Bertahan di kota pun belum tentu ia mampu. Ia juga sudah melamar kerja ke warung-warung dan restoran serta supermarket, namun tak ada yang menerima karena keadaannya sedang hamil sekarang."Kamu harus siap-siap. Di mana kamu menaruh barang-barang dan pakaianmu?" tanya Bu Halimah."Barang dan bajuku di curi sama pemulung, Bu. Aku sudah tak punya apa-apa lagi sekarang," ujar Nasya. Pantas saja gadis ini sangat kucel tadinya, untung saja ada beberapa lembar baju Tari yang tertinggal sehingga ia bisa memakainya sekarang."Kalau begitu biar ibu belikan beberapa lembar untukmu, di rumah ini juga ada banyak koper kamu bisa memasukkan bajumu ke dalamnya," ucap Bu Halimah tulus._______________________"Assalamualaikum, bibiii." Nani mengucap salam, lalu merent
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#24POV author."Reihan!" teriak Tari membekap mulutnya.Hah! Dada Bu Darmi terasa sempit, melihat anak bungsunya terbujur kaku di tali gantungan. Entah apa yang dipikirkan oleh anak belia yang baru saja memasuki usia remaja itu, sehingga ia memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.Akankah dia sadar setelah menyaksikan seorang remaja yang beberapa belas tahun lalu ia lahirkan mati begitu saja tanpa ada alasan yang jelas. Entah polemik apa yang disimpan oleh Reihan sehingga ia nekat mengakhiri hidupnya dengan cara se-tragis iniMata Tari mulai memanas dan berembun, ia perlahan mundur dengan dada yang sesak, meminta bantuan pada tetangga dan RT setempat agar mayat Reihan bisa di evakuasi.Pun polisi tak ketinggalan, kamar Reihan di pasang palang kuning-hitam sebagai batas penghalang untuk orang-orang yang mencoba menerobos masuk.Bu Darmi tak bisa berkata-kata, ia tak mampu berbicara sepatah bahasa. Bibirnya kelu dan tubuhnya membeku, ha
TERNYATA IBUKU TAK LIBURAN#23POV Author."Si-al! Badan kita jadi bau seperti ini, besar juga nyali wanita tua itu sekarang," decak Bu Darmi sembari mengibaskan bajunya yang basah."Mana ada sampahnya lagi, busuk!" Tari merasa geli dengan tubuhnya sendiri."Buruan pesan taxi online, mending kita pulang sekarang," titah Bu Darmi.Tari merogoh ponselnya, membuka aplikasi taxi online lalu memesannya. Mereka berdiri di tepi jalan sambil panas-panasan, banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka, heran saja? Pakaiannya bagus, tas branded dan makeup tebal yang mulai luntur membuat para pejalan kaki bertanya-tanya apakah mereka masih waras? karena keluar dengan tubuh sebau dan sekotor itu.Selang beberapa puluh menit akhirnya taxi online-pun datang, mereka membuka pintu mobil lalu masuk."Jalan, pak!" titah Tari.Sopir taxi online terdiam, ia menutup hidungnya dan menatap ke belakang setelah itu ia membuka pintu mobil dan turun ke jalan. Lalu, membuka pintu mobil belakang."Keluar kalian!