Share

Melihat Status Mengejutkan

TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#4

Sebelumnya jangan lupa like, komen dan subcribe agar author tambah semangat saat up bab terbaru.

Happy reading๐Ÿ”๐Ÿ”๐Ÿ”

POV author.

"Bagaimana ini, kita balik ke hotel menggunakan apa?" tanya ibunya Tari, Darmi, sembari berkacak pinggang dengan nafas ngos-ngosan.

"Iya. Mana baju basah, bau sambel sama sabun lagi." Nasya mengibas-ngibaskan bajunya.

"Ya, terpaksa jalan kaki. Lagian ini sudah malam banget, kita gak bisa berbuat apa-apa," ucap Tari.

"Ha, jalan kaki. Dari sini ke hotel itu lumayan jauh Lo, hampir satu kilo meter," ucap Reihan membelalakkan matanya.

"Terus kamu mau naik apa? Memangnya kamu punya uang, aku saja sudah bokek sekarang. Mau bayar pake apa kalau naik taksi, pake bulu hidungmu?" tanya Tari bengis.

"Sudah, jangan banyak cincong. Kalau gak mau jalan kaki tidur saja di sini sampai besok, biar diseret lagi sama scurity tempat ini," ujar Tari menepiskan tangannya.

Terpaksa satu keluarga itu pulang ke hotel dengan berjalan kaki, di tengah hingar bingarnya kebisingan kota di malam hari mereka menyusuri pinggiran jalananan kota. Pendar sinar lampu di sisi jalanan trotoar menjadi saksi kesialan mereka di malam ini.

__________________________

"Sumpah capek banget, kakiku sampai keram karena harus jalan satu kilo meter ke sini. Mana perih banget lagi gara-gara pakai high heels," ucap Tari melepaskan kedua sepatu high heelsnya.

"Badan ibu juga pegel-pegel, graaa! ... Kayaknya ibu juga masuk angin," timpal ibunya.

"Perutku juga berasa kayak kembung, semua ini gara-gara kamu tau gak, mbak. Seandainya kamu itu nggak belagu ngajakin makan di restoran mahal, pasti kita gak akan kayak gini," cetus Nasya.

"Halah! Yang paling banyak makan juga kalian berdua, kenpa malah nyalahin aku. Semua ini gara-gara mas Morgan, kenapa dia gak juga transfer uang kepadaku." Tari merutuk dengan ekspresi kesalnya.

__________________________

Morgan menatap layar ponselnya, membiarkan pesan yang masuk secara beruntun dari tadi terbuka. Ia memang sengaja membuat Tari menunggu dan berharap kalau dia bakalan mengirimkan uang sepuluh juta itu padanya, ia ingin Tari tau bagaimana rasanya dibohongi oleh seseorang yang sangat ia percayai.

"Morgan, kok, belum tidur?" tanya Bu Halimah, tubuhnya yang ringkih ia paksakan untuk bangun.

"Ini sudah hampir jam sebelas malam," lanjut ibunya.

"Belum ngantuk, Bu. Ibu istirahat saja, sini biar Morgan pijitin," ucap Morgan, menahan tubuh ibunya untuk bangun dan menyuruhnya kembali berbaring.

Perlahan Morgan memijat punggung ibunya dengan pelan, airmatanya menetes tatkala teringat dengan ibunya yang ditinggalkan sendirian di rumah ini oleh Tari, mertua serta kedua adik iparnya. Teringat lagi saat-saat mereka melakukan panggilan Vidio, mereka seakan memperlakukan ibunya dengan baik dan seolah sangat sayang pada ibunya. Lalu mengapa ia percaya? Karena saat di dalam panggilan Vidio ibunya selalu tersenyum, apalagi saat dirangkul oleh Tari. Tak disangka, rupanya senyum yang ibunya kembangkan selama ini adalah senyum kepalsuan. Alias kamuflase dari keluarga mertuanya, Morgan menerka sepertinya ibunya dipaksa untuk bersikap bahagia di hadapannya.

"Kenapa ibu tidak jujur?" tanya Morgan.

Ibunya menoleh, kerlingan mata tua itu seolah berkaca-kaca. Sepertinya ia begitu tertekan selama ini.

"Jujur apa? Ibu baik-baik saja," sahut ibunya.

"Ibu jangan berbohong! Ibu jangan menutupi kesalahan Tari dan keluarganya. Morgan tau, mereka pasti memperlakukan ibu dengan buruk," ucap Morgan.

"Siapa yang bilang begitu?" tanya ibunya lirih.

"Morgan hanya menebak, contoh besarnya sudah jelas! Mereka tega meninggalkan ibu sendirian tanpa uang dan dalam keadaan sakit, meninggalkan piring kotor yang menumpuk di wastafel, nasi basi, regulator tabung gas dicopot dan lauk yang sudah tidak layak. Jikalau tabung gas dicopot bagaimana caranya ibu mau memasak, setidaknya ibu bisa merebus mie instan jika kompor menyala. Apalagi mereka tau, kalau ibu itu berasal dari kampung dan tidak mengerti dengan alat elektronik. Lalu, kenapa mereka tega melakukan hal itu. Terlebih lagi Tari berbohong padaku, dia bilang ibulah yang ingin pergi liburan karena terlalu bosan di rumah. Nyatanya, pak RT malah menemukan ibu dalam keadaan pingsan. Morgan tidak bisa terima ini semua, mereka harus mendapat balasan yang setimpal," terang Morgan panjang lebar.

Wanita renta itu menangis, sudah lama ia ingin sekali menumpahkan tangisnya. Namun, ia tidak mampu melakukan itu karena takut kepada menantunya. Apalagi ia hanya sendiri di rumah ini, sementara Tari berombongan bersama keluarganya.

"Ibu tidak apa-apa, ibu baik-baik saja. Jangan bertengkar hanya karena ibu," ujar ibunya lirih, membuat dada Morgan sesak.

Morgan hanya diam, ia memilih untuk melanjutkan memijit tubuh ibunya.

"Iya, Bu. Sekarang ibu istirahat saja, ibu jangan banyak pikiran. Masalah Morgan dan Tari akan Morgan selesaikan nanti," ucap Morgan.

__________________________

[Angkat teleponku, Mas. Kenapa kamu cuekin chatku padahal kamu online.] Tari kembali mengirim pesan pada Morgan, alis Morgan bertaut saat membaca pesan itu.

[Tega kamu biarin kami gak bisa bayar makanan, dan pulang ke hotel harus jalan kaki. Kamu tau gak, ibumu hampir pingsan karena harus berjalan sejauh satu kilo meter. Gak kasian kamu, sama ibumu?] Tari merutuk, namun Morgan menanggapinya dengan jijik. Masih bisa Tari menjual nama Bu Halimah demi kepentingannya.

[Angkat, mas. Kapan kamu akan transfer uangnya, aku nungguin kamu transfer uang sampai berjam-jam tapi kenapa gak masuk-masuk. Terpaksa kami harus mencuci piring di dapur restoran baru boleh pulang ke hotel, kamu jahat banget ya, mas. Nggak bisa ngerti keadaan kami, apalagi keadaan ibumu yang udah tua ini.] Tari terus mengetik pesan pada layar ponselnya dan spam chat pada Morgan.

Sebisa mungkin Morgan tidak terpancing untuk membalas pesan dari Tari, ia sengaja membiarkan pesan itu terbaca agar hati Tari semakin jengkel padanya. Ya, biar Tari tau gimana sakitnya hati Morgan saat Tari membiarkan ibunya terkapar tak berdaya sendirian di dalam rumah.

[Kamu sengaja bikin aku marah, mas? Sengaja kamu gak balas chat aku? Apa kamu mau melihat ibumu menderita di sini, gak makan dan gak punya pegangan uang. Ibu kamu itu banyak maunya, mau ke sana, mau ke sini, mau makan ini, mau makan itu. Sementara aku udah gak punya pegangan uang sepeserpun, aku gak mau tau ya, mas. Pokoknya kamu harus transfer uang sepuluh juta ke rekeningku sekarang!] Tari memberi penegasan pada pesannya.

Dengan santai Morgan meraih ponselnya, mengambil foto selfie-nya yang sedang duduk di samping ibunya yang berbaring di atas kasur dan sudah tertidur pulas. Kemudian ia memasukkan satu foto pada story di aplikasi hijaunya dengan caption.

(Selamat terlelap bidadari surgaku, semoga deritamu di hari yang lalu akan berubah menjadi kebahagiaan di hari esok.)

"Heh! Sebel! Kenapa Morgan ngacangin chatku," rutuk Tari.

"Kak, ini. Mas Morgan, sepertinya sudah pulang ke rumah," ucap Nasya sembari menyodorkan ponselnya pada Tari.

Tari membekap mulutnya kuat dengan mata yang membelalak saat melihat story Morgan di aplikasi hijaunya Nasya.

"Hah! Gak mungkin! Bagaimana Morgan bisa berada di rumah?" Tari terduduk lemas dan syok, tubuhnya menjadi gemetaran sekarang.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
nurdianis
tari terciduk..
goodnovel comment avatar
Desa Kroya
suka bangat dengn certa y ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status