TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN.#2
Sebelumnya, jangan lupa like, komen, dan subscribe cerita ini biar author tambah semangat untuk up bab terbaru.
Happy reading.🍔🍔🍔🍔
"Andi, tolong bantu aku buat nyari tiket untuk pulang ke indo yang bisa berangkat hari ini juga, aku akan minta izin pada bos untuk cuti beberapa hari," ucapku pada Andi teman seperjuanganku.
"Kenapa? Kok, dadakan. Biasa kalau mau cari tiket yang cepet sih, gampang. Tapi, harganya bisa dua kali lipat lebih mahal," sahut Andi.
"Gak papa, soalnya ini keadaannya mendesak. Ibuku masuk rumah sakit, Ndi." Aku berujar, air bening sudah memupuk di sudut pelupuk.
"Oh oke, aku punya temen agensi travel. Kayaknya bisa minta bantuin dia deh," ujar Andi
"Kalau bisa aku mau berangkat lewat jalur udara, biar lebih cepat sampai ke indo," ucapku.
"Oke, akan aku usahain pesan tiket lewat online biar kamu bisa segera berangkat hari ini juga," ucap Andi.
_____________________________
Sebelum berangkat ada beberapa surat yang harus kuurus, tentunya mengenai pekerjaan dan tanggung jawab yang terpaksa harus ditinggalkan begitu saja. Aku harus menuntaskan semuanya sebelum balik ke indo. Syukurnya, bos mau mengerti dengan keadaanku jadi aku diberikan izin untuk pulang.
Aku berangkat dari negeri tetangga (M) sekitar pukul 3 sore dari bandara, berharap agar bisa segera sampai di Indonesia. Sepanjang perjalanan aku selalu meminta pak RT memberi kabar tentang kondisi ibuku.
[Asam lambung Bu Halimah naik, makanya dia pingsan,] ujar pak RT melalui pesan.
[Pak, tolong talangi dulu biaya berobat ibu saya. Berapapun akan saya ganti, asal ibu saya bisa segera sembuh,] balasku.
[Alhamdulillah, Bu Halimah sudah agak mendingan. Masalah biaya mas Morgan jangan hawatir, kami punya uang khas untuk keadaan mendesak jika ada warga yang sakit dan butuh bantuan biaya berobat. Semua sudah lunas kami bayar, termasuk obat untuk Bu Halimah.]
[Terimakasih pak RT.]
[Jangan khawatir mas Morgan, sebentar lagi Bu Halimah sudah boleh pulang. Kata dokter Bu Halimah harus banyak-banyak istirahat dan makannya harus teratur Bu Halimah juga sudah boleh dibawa pulang sekarang.]
Aku menyimpan ponsel dengan cemas, bagaimana dengan keadaan ibuku, aku harus memastikan keadaannya dengan mata kepalaku sendiri.
_____________________
Sekitar pukul 7 malam aku sampai di bandara Indonesia, aku segera turun dan memesan taksi online. Buru-buru pulang ke rumah karena sangat mengkhawatirkan keadaan ibu, masalah Tari dan keluarganya akan kuurus nanti setelah aku memastikan bahwa ibuku sudah baik-baik saja.
Sesampainya aku di rumah, kulihat banyak sendal berjejer di depan pintu. Sepertinya banyak warga yang menjenguk ibu, aku langsung masuk tanpa mengucap salam dan mirisnya aku melihat ibu sedang makan sambil disuapi oleh Bu RT. Ya, Allah, tubuh ibuku sangat kurus dan tidak terawat seperti dulu lagi.
Airmata ini merembes, melihat jalan surgaku itu semenderita ini. Mungkinkah selama ini ia tak berani mengadu padaku tentang perlakuan Tari dan keluarganya pada ibu, padahal saat aku meninggalkan ibu pergi ia tidak sekurus ini.
"Alhamdulillah mas Morgan sudah sampai," ucap pak RT.
"Iya pak RT. Terimakasih banyak sudah perduli dengan ibuku, ini ada sedikit ucapan terimakasih dari saya," ujarku sembari memberikan sebuah amplop ke tangan pak RT.
"Tidak mas Morgan, ini sudah menjadi tanggung jawab saya sebagai RT di komplek ini. Jangan beri saya apa-apa karena saya dan para warga ikhlas dalam membantu Bu Halimah. Ngomong-ngomong di rumah sebesar ini kenapa Bu Halimah dibiarkan sendirian, beliau sudah 2 hari tidak makan," ucap pak RT membuat mataku membelalak.
"Ha? Dua hari? Apa ibu saya tidak memegang uang untuk belanja?" tanyaku.
"Menurut penuturan Bu Halimah, dia tidak memegang uang sepeserpun. Saya lihat di dapur regulator kompor gas di rumah ini juga dicopot, mungkin saja Bu Halimah tidak bisa memasak karena tak tau cara memasang regulator kompor. Apalagi, ibu anda mempunyai riwayat penyakit dan sudah tua, mungkin untuk meminta tolong pada tetangga ibu anda juga sungkan atau memang sudah sangat lemah ingin berjalan ke luar rumah," terang pak RT.
Pilu rasanya mendengar penuturan pak RT mengenai ibuku, setiap bulan aku mengirim uang yang cukup agar Tari bisa memperlakukan ibuku dengan baik. Tapi seperti ini kejadiannya, bahkan pada saat aku sudah setuju saat dia mengangkut keluarganya pun rupanya tak ada artinya. tak terasa tinju ini terkepal kuat, ingin rasanya aku menghajar satu keluarga yang telah membohongiku itu.
"Kalau begitu, kami pamit pulang ya, mas Morgan. Lagian ini sudah malam, kami juga pada belum sholat isya. Insyaallah besok-besok kami akan datang lagi untuk menjenguk Bu Halimah," ucap pak RT dan kuiringi dengan anggukan kepala.
Melihat kondisi ibu aku tak ingin bertanya, sudah pasti ibuku sedang tidak baik-baik saja. Sekarang aku menuju dapur, ingin memasang kembali regulator gas yang dicabut oleh Tari. Namun pemandangan apa yang kulihat di sana. Piring kotor masih menumpuk di wastafel, saat membuka Magicom aku menemukan nasi basi yang sudah hampir berjamur, belum lagi bekas sisa lauk yang ada di dalam lemari, semuanya sudah berulat.
Sesak sekali mengetahui perbuatan istri yang kuanggap baik kepada ibuku, ternyata dia memperlakukan ibu dengan buruk. Setidaknya jika ingin meninggalkan ibuku, beri ia pegangan uang dan jangan buat beliau kesusahan.
Dengan perasaan nyeri aku membereskan piring yang menumpuk, mencuci Magicom dan memasak nasi untuk ibu. Aku juga memesan lauk via go food agar lebih mudah, untuk nasi kenapa kumasak sendiri? Karena aku ingin ibu makan nasi yang masih panas agar perutnya tidak mual.
Disela kesibukanku membersihkan rumah yang berantakan, terdengar suara notifikasi pesan di gawaiku. Sejenak kuhentikan aktifitas lalu meraih ponsel, takut saja jika pesan itu dari bos. Namun sayang, ternyata pesan itu m dikirim oleh Tari dan berhasil membuat darahku mendidih.
[Mas, bisa transfer uang lagi gak, sepuluh juta. Soalnya ibu kamu boros banget, tiap hari makannya mau daging di restoran. Buruan kirim uang ya, mas, biar kami bisa bayar makanan. Soalnya uangku udah pas-pasan banget, ini.] Kuremas ponsel setelah membaca pesan dari Tari, bisa-bisanya dia mengkambing hitamkan ibuku demi kesenangannya bersama keluarganya. Mungkin dia tidak tau kalau sekarang aku sedang bersama ibu di rumah.
[Iya. Tunggu saja, sebentar lagi akan mas kirim,] balasku.
Tunggu saja Tari, sampai subuh pun aku tak akan mengirim uang itu. Lihat saja, bagaimana caranya aku membalas perbuatan kalian kepada ibuku.
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#30POV Author."Ibu! Bisa-bisanya ibu lebih mentingin uang daripada membelaku. Aku sampai ditampar tiga kali tapi ibu diam saja." Tari merampas uang yang ada di tangan ibunya di. Enak saja, ia yang sakit tapi ibunya yang menikmati."Balikin dong, Tar. Gak papa cuma sesekali doang, yang penting kita punya banyak uang. Kita bisa jalan-jalan, shoping dan ke salon, udah lama kan, kita mangkrak di rumah. Mending kita ke luar, lagian uang pinjaman dari bank juga masih banyak. Kita bisa happy-happy beberapa Minggu ini," ucap Bu Darmi sumringah membayangkan akan pergi kesana-kemari."Ya, tentu saja! Akan kubuat Morgan menyesal karena telah menceraikanku, ditambah dengan kejadian hari ini. Rasanya aku tidak terima!" Decak Tari, pipinya masih terasa kebas._____________________Beberapa hari dirawat Nasya akhirnya dibolehkan pulang, Nani pun turut serta menjaganya sampai-sampai ia rela meninggalkan empangnya pada Arif. Arif memang asisten kepercayaannya, tak pern
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#29POV Morgan."Ya, Allah! Kasian sekali anak itu." Aku melihat raut kesedihan dari wajah ibu, apalagi sekarang Nasya tengah tergelak di ruang UGD. Mungkin sebentar lagi ia akan dipindahkan ke ruang rawat biasa. Tapi, ia sekarang sedang pingsan dan aku khawatir jika dia sadar nanti dia akan syok juga trauma.Memang, aku tidak terlalu perduli dengannya. Meskipun aku tahu dia sudah berubah, karena aku tetap harus waspada pada gerak-geriknya, bisa saja kan, dia hanya berpura-pura? Tapi, saat melihat keadaannya seperti sekarang aku sangat yakin kalau gadis di dalam ruangan sana itu memang sudah berubah."Morgan, cepat urus biaya administrasinya," ucap ibu. Aku manut dan segera menuju ke lobby untuk mengurus biaya administrasi.Saat di lobby suara dering ponseku berbunyi, tertera nama mbak Nani di sana."Morgan, apa mbak harus ke sana sekarang?" tanya mbak Nani cemas."Tidak perlu, mbak. Setelah Nasya siuman aku dan ibu akan mengantarnya ke kampung, aku akan
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#29 POV Morgan. "Ya, Allah! Kasian sekali anak itu." Aku melihat raut kesedihan dari wajah ibu, apalagi sekarang Nasya tengah tergelak di ruang UGD. Mungkin sebentar lagi ia akan dipindahkan ke ruang rawat biasa. Tapi, ia sekarang sedang pingsan dan aku khawatir jika dia sadar nanti dia akan syok juga trauma. Memang, aku tidak terlalu perduli dengannya. Meskipun aku tahu dia sudah berubah, karena aku tetap harus waspada pada gerak-geriknya, bisa saja kan, dia hanya berpura-pura? Tapi, saat melihat keadaannya seperti sekarang aku sangat yakin kalau gadis di dalam ruangan sana itu memang sudah berubah. "Morgan, cepat urus biaya administrasinya," ucap ibu. Aku manut dan segera menuju ke lobby untuk mengurus biaya administrasi. Saat di lobby suara dering ponseku berbunyi, tertera nama mbak Nani di sana. "Morgan, apa mbak harus ke sana sekarang?" tanya mbak Nani cemas. "Tidak perlu, mbak. Setelah Nasya siuman aku dan ibu akan mengantarnya ke kampung, ak
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN28.POV Author."Beraninya anak itu mempermalukan ibu di depan Bu Halimah dan Morgan. Harga diri ibu terasa terhina sekarang!" Bu Darmi merutuk kesal."Sepertinya kita harus memberi dia pelajaran, Bu. Agar dia bisa kembali berpihak pada kita, jika seperti ini maka Morgan dan Bu Halimah akan merasa lebih kuat. Apalagi Nasya tau semua dengan rencana kita," sahut Tari."Sulit sekali menyingkirkan wanita tua itu, dialah satu-satunya penghalang buat kita." Bu Darmi menaikkan satu alisnya, berpikir rencana apa yang harus ia lakukan untuk menyingkirkan Bu Halimah. Dadanya masih belum puas karena belum bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan."Mana rumah itu sudah memakai cctv, kita udah gak bisa bergerak bebas lagi, Bu. Pasti apa yang kita lakukan akan terekam di dalam alat pengintai mini itu." Tari mendengkus, nafasnya terasa memburu."Jalan satu-satunya kita harus menghasut Nasya, karena sekarang mereka sudah mulai mempercayai Nasya. Kalau Nasya bisa kita r
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#27POV author."Beraninya kamu mencekal tangan ibumu sendiri, ha?!" Bu Darmi berteriak menepis cekalan Nasya dan menyentaknya kasar."Aku harus berani, demi sebuah kebenaran," sahut Nasya menantang."Tau apa kamu dengan kebenaran? Memangnya kamu Tuhan?" tanya Tari."Setidaknya aku tau betapa busuknya ibu dan Kak Tari, betapa jahatnya kalian selama ini. Aku tau kalian dari luar hingga dalamnya, kalian itu tidak lebih seperti bina-tang yang mengkhianati majikannya sendiri," tutur Nasya membuat dada Bu Darmi terhenyak."Kurang ajar kamu, kenapa tiba-tiba kamu membela wanit tua in? Oh ... Atau jangan-jangan sekarang kamu mulai bermuka dua, iya?!" tanya Bu Darmi melotot."Aku tidak membela, aku hanya berada dipihak yang seharusnya, orang baik seperti Bu Halimah tidak pantas mendapat perlakuan buruk dari orang-orang tak tahu terimakasih seperti kalian berdua," ujar Nasya, Bu Darmi sangat murka mendengar ucapan anak yang telah ia lahirkan itu."Seharusnya kamu
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#26POV Author."Siapa yang cari muka? Kalau tidak tau masalahnya jangan mengada-ada!" Nasya sedikit kesal dengan omongan Arif, kenal enggak, tapi sudah menjudge-nya yang tidak-tidak."Baru masuk kerja sudah dapat tempat yang enak, apalagi kalau kamu itu gak suka cari muka?" tanyanya ketus."Kamu itu sudah menikah bukan? Ngapain kamu datang ke mari? Bukannya di Jakarta itu banyak pekerjaan? Apalagi wanita bersuami sepertimu, ngapain harus capek-capek kerja, ke kampung pula! Kamu sengaja bukan, ingin menyingkirkanku?" Arif mencetus tanpa berpikir dulu."M-menikah? Mbak Nani bilang seperti itu? Dan siapa juga yang ingin menyingkirkanmu, memang apa urusanku denganmu. Kenal saja baru, lantas apa sebabnya jika aku ingin menyingkirkanmu?" tanya Nasya, sedikit terkejut."Ya, dia juga bilang kalau kamu sedang hamil. Maka dari itu kamu diperlakukan sangat spesial bukan? Tapi, yang namanya pekerjaan tetaplah pekerjaan. Mau kamu hamil atau tidak, jangan kamu jadika
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#25POV Author."Mbak Nani bilang, dia yang akan menjemput," ucap Morgan.Nasya meneguk salivanya, ia masih ragu-ragu dengan keputusannya, setaunya Nani tidak menyukai keluarganya. Lalu ia harus bagaimana? Bertahan di kota pun belum tentu ia mampu. Ia juga sudah melamar kerja ke warung-warung dan restoran serta supermarket, namun tak ada yang menerima karena keadaannya sedang hamil sekarang."Kamu harus siap-siap. Di mana kamu menaruh barang-barang dan pakaianmu?" tanya Bu Halimah."Barang dan bajuku di curi sama pemulung, Bu. Aku sudah tak punya apa-apa lagi sekarang," ujar Nasya. Pantas saja gadis ini sangat kucel tadinya, untung saja ada beberapa lembar baju Tari yang tertinggal sehingga ia bisa memakainya sekarang."Kalau begitu biar ibu belikan beberapa lembar untukmu, di rumah ini juga ada banyak koper kamu bisa memasukkan bajumu ke dalamnya," ucap Bu Halimah tulus._______________________"Assalamualaikum, bibiii." Nani mengucap salam, lalu merent
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#24POV author."Reihan!" teriak Tari membekap mulutnya.Hah! Dada Bu Darmi terasa sempit, melihat anak bungsunya terbujur kaku di tali gantungan. Entah apa yang dipikirkan oleh anak belia yang baru saja memasuki usia remaja itu, sehingga ia memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.Akankah dia sadar setelah menyaksikan seorang remaja yang beberapa belas tahun lalu ia lahirkan mati begitu saja tanpa ada alasan yang jelas. Entah polemik apa yang disimpan oleh Reihan sehingga ia nekat mengakhiri hidupnya dengan cara se-tragis iniMata Tari mulai memanas dan berembun, ia perlahan mundur dengan dada yang sesak, meminta bantuan pada tetangga dan RT setempat agar mayat Reihan bisa di evakuasi.Pun polisi tak ketinggalan, kamar Reihan di pasang palang kuning-hitam sebagai batas penghalang untuk orang-orang yang mencoba menerobos masuk.Bu Darmi tak bisa berkata-kata, ia tak mampu berbicara sepatah bahasa. Bibirnya kelu dan tubuhnya membeku, ha
TERNYATA IBUKU TAK LIBURAN#23POV Author."Si-al! Badan kita jadi bau seperti ini, besar juga nyali wanita tua itu sekarang," decak Bu Darmi sembari mengibaskan bajunya yang basah."Mana ada sampahnya lagi, busuk!" Tari merasa geli dengan tubuhnya sendiri."Buruan pesan taxi online, mending kita pulang sekarang," titah Bu Darmi.Tari merogoh ponselnya, membuka aplikasi taxi online lalu memesannya. Mereka berdiri di tepi jalan sambil panas-panasan, banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka, heran saja? Pakaiannya bagus, tas branded dan makeup tebal yang mulai luntur membuat para pejalan kaki bertanya-tanya apakah mereka masih waras? karena keluar dengan tubuh sebau dan sekotor itu.Selang beberapa puluh menit akhirnya taxi online-pun datang, mereka membuka pintu mobil lalu masuk."Jalan, pak!" titah Tari.Sopir taxi online terdiam, ia menutup hidungnya dan menatap ke belakang setelah itu ia membuka pintu mobil dan turun ke jalan. Lalu, membuka pintu mobil belakang."Keluar kalian!