Share

Pembalasan

TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#5

POV Author.

"Kenapa? Ada apa? Kenapa wajah kalian seperti kaget begitu?" tanya Bu Darmi mengernyitkan dahinya.

"B-bagaimana bisa, mas Morgan kembali ke Indonesia dalam waktu yang singkat. Sementara aku tahu betul, kalau dia orangnya super sibuk," ucap Tari gelagapan.

"Maksud kamu?" tanya Bu Darmi kepo.

"Ibu lihat saja sendiri." Nasya menyerahkan ponselnya pada ibunya.

"Ha? K-kenapa bisa jadi seperti ini? Apa kamu bilang kalau kita sengaja meninggalkan ibunya di rumah. Sampai-sampai Morgan tiba-tiba saja sudah pulang ke rumah tanpa memberi kabar padamu," ujar ibunya, ia lalu melempar ponsel Nasya ke atas kasur dengan sembarang.

"Mana mungkin aku segi-la itu, Bu. Sama aja cari mati namanya kalau aku memberitahu semua ini padanya," sahut Tari.

"Apa kalian berdua lupa memprivasi story WA kalian dari Morgan?" tanya Bu Darmi menyelidik kepada kedua anaknya yang masih berusia remaja itu.

"Kami saja tidak ada membuat story selama di sini," sangkal Nasya dan Reihan.

"Lantas, kenapa Morgan bisa pulang?" Bu Darmi mondar-mandir sambil memegangi dahinya, tiba-tiba saja kepalanya menjadi pening.

"Apa mertuamu yang mengadu?" tanya Bu Darmi.

"Tidak mungkin! Mertuaku itu udik, gak bisa main ponsel. Lagian dia saja tidak tahu nomor telepon mas Morgan, bagaimana dia bisa menelepon," sahut Tari.

"Ah, sudahlah! Kita pikirkan besok saja lagi, sekarang ibu sudah capek, lelah dan ngantuk. Ibu pengen tidur, pengen istirahat," tukas Bu Darmi demi menepis kegalauannya.

___________________________

Morgan memasuki satu demi satu kamar yang dihuni mertua dan adik iparnya, mengeluarkan 3 koper yang tersimpan di dalam lemari masing-masing. Setelahnya bersiap membongkar satu demi satu lemari yang dipakai oleh mertua dan adik iparnya.

Sembari menahan rasa kantuknya, Morgan memasukkan satu demi satu baju-baju mertua dan adik iparnya itu ke dalam koper. Memang, di dalam kamar Morgan biasanya menyimpan dua koper di dalam lemari tamu, berhubung istri beserta mertuanya pergi berlibur maka koper di dalam masing-masing lemari hanya tinggal satu.

Karena tidak muat, Morgan berusaha mencari kantong plastik di dalam rumahnya namun tak ia temukan. Ia hanya menemukan beberapa buah karung bekas beras di dalam lemari kompor. Tak ingin pikir panjang Morgan langsung membawanya ke dalam kamar tamu yang digunakan oleh mertua dan adik iparnya itu.

Lalu, Morgan memasukkan semua baju-baju mertua dan adik iparnya itu ke dalam karung. Ia bahkan menumpah kembali baju yang tadi sempat ia masukkan ke dalam koper. Begitu terhormat mereka jika dia membereskan baju-baju para benalu itu dengan rapi di dalam koper, lebih baik di gumpal saja di dalam karung.

Setelah menyelesaikan semuanya, Morgan membuka pintu rumah. Mungkin sekarang sudah pukul dini hari, ia menggendong tiga karung bekas beras yang berisi baju-baju mertua dan adik iparnya itu. Lalu ia letakkan di teras luar, besok jika mereka pulang pasti mereka akan melihat bahwa baju-baju mereka sudah Morgan keluarkan dari rumahnya. Hanya tinggal mengusir para benalu itu saja lagi.

________________________

"Hari ini kita harus cek out dari hotel." Tari menggigit jari telunjuknya sembari berpikir.

"Terus kita harus ke mana?" tanya ibunya.

"Tentu saja kita harus pulang," ucap Tari.

"Apa kamu punya uang untuk membeli tiket ke Jakarta?" tanya ibunya.

"Tentu saja tidak ada, kita harus menjual sesuatu." Tari melirik pada gelang emas yang ada di tangan ibunya.

"Gak, ibu gak setuju kalau kamu mau menjual perhiasan ini." Ibunya dengan sigap mengerti apa maksud Tari.

"Terus apa ibu mau kita luntang-lantung menjadi gembel di sini, sebentar lagi kita harus keluar dari hotel ini. Setelah itu, kita mau tinggal di mana? Uang saja sudah tidak punya, hanya itu satu-satunya jalan agar kita bisa membeli tiket untuk pulang ke rumah," ujar Tari.

"Iya, jual saja Bu, lagian nanti ibu bisa beli lagi. Kan, mas Morgan kaya," sahut Reihan pada ibunya.

"Hooh, tinggal kita baik-baiki saja ibunya. Pasti dia akan luluh." Nasya menimpali.

"Baiklah! Asal kamu ganti dengan yang lebih besar," ucap ibunya tersenyum sembari melepaskan perhiasan berupa gelang itu dari tangannya.

"Kira-kira ini ada gak, sepuluh juta?" Tari menenteng gelang emas itu.

"Ibu saja belinya lima belas juta, sekarang pasti sudah naik," ujar ibunya.

"Kalau begitu mari kita cek out sekarang."

_______________________

Satu keluarga itu cek out dari hotel, kemudian mereka beranjak menuju toko perhiasan. Lalu, menjual perhiasan yang tadi sempat mereka perdebatkan. Setelah mendapat uang mereka ingin kebandara untuk membeli tiket dan pulang ke Jakarta.

"Itu kan, uangnya banyak. Gimana kalau kita shopping dulu?" Nasya berujar.

"Jangan sia-siain lah waktu kesempatan buat refreshing di sini, masa ia gak ada jalan-jalan ke mall. Beli baju sama sepatu harga ratusan ribu juga jadilah," sambung Nasya.

"Bener juga, kita ini kan, liburan. Kenapa malah kayak maling yang sedang dikejar-kejar warga," timpal ibunya.

"T-tapi."

"Udahlah gak perlu pake tapi-tapian. Ntar uang ini pasti keganti juga, kan, setelah kita berhasil ngebaikin ibunya Morgan. Tinggal kita beliin oleh-oleh pasti semuanya beres, kamu dan Morgan pasti gak akan ada masalah! Dan orang tua itu, akan ibu pastikan dia gak akan bisa mengadu apapun," ucap Bu Darmi pada Tari.

"Yasudah, aku ngikut saja. Tapi ingat, ntar siang kita harus udah balik," ujar Tari.

Kemauan mereka seakan terpuaskan, mereka keluar dari pusat perbelanjaan dengan banyak tentengan. Seakan tanpa masalah mereka berbahagia seperti tanpa beban, setelah itu mereka beranjak menuju bandara dan membeli tiket untuk pulang ke jakarta.

Tepat sekitar pukul dua siang mereka lepas landas, dua jam setelah meluncur mereka sampai di bandara Jakarta.

Taksi onlinpun di pesan, mereka berempat pulang ke rumah tanpa malu. Di mobil juga sudah merancang berbagai alasan agar Morgan bisa mempercayai mereka. Lalu, apakah Morgan akan mempercayai omongan keluarga benalu tersebut?

Sesampainya di depan halaman rumah, mereka turun dengan berusaha menarik bibir mereka selebar mungkin. Menghela nafas lalu menetralkan kegugupan, Tari yakin, Morgan tak akan berbuat di luar dugaan mereka. Karena, setau Morgan ia sangat menyayangi ibu mertuanya itu.

Namun alangkah mengejutkan, saat satu keluarga itu melihat beberapa karung beras terletak di depan teras rumah. Semuanya mengernyit, bertanya-tanya apa isi di dalam karung beras itu.

"Isinya kok, kayak pakaian, ya?" Bu Darmi menyelidik, dan membuka tali yang mengikat pada ujung karung beras itu.

"Iya. Coba dilihat dulu, Bu," ucap Nasya.

Dengan antusias dan rasa penasaran akhirnya mereka membuka ikatan tali untuk melihat apa isi di dalam karung beras itu, mata mereka membulat sempurna tatkala melihat pakaian mereka bergumpal di dalam sana.

"Loh, ini kan, pakaian ibu," ujar Darmi membolak-balikkan sebuah baju.

"Iya. Ini juga baju-bajuku," sahut Nasya.

"Sama. Kenapa baju-baju kita ada di dalam karung beras ini? Siapa yang meletakkannya?" Reihan bertanya-tanya.

"Apakah Morgan? Atau mertuamu yang tidak tahu diri itu," cetus Bu Darmi memasukkan kembali bajunya ke dalam karung beras dengan kasar.

"Cepat buka pintu rumah kamu Tar, kita harus memberi perhitungan pada mertuamu itu," titah Bu Darmi.

Tari manut, ia mengeluarkan kunci rumah yang ia simpan di dalam tasnya. 

"Loh, pintunya dikunci dari dalam. Bagaimana kita bisa masuk?" Tari memutar-mutar handle pintu.

"Hah! Kalau begitu gedor saja."

______________________________

Huaaa ... Gimana dengan pembalasan Morgan, Mak? Bikin puas, kan?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Desa Kroya
itu lah duninya semoga kita dijahukan dari orang" yg seperti itu dan kita hrus panday" cari teman
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status