Share

TIDAK TEGA

Author: Bawah Tanah
last update Last Updated: 2025-10-16 12:44:14

Parman hanya berdiri sambil menatap beras dalam kantong plastik itu. "Hmm... harus gimana sekarang, apa main cuci aja atau gimana ya?"

Akhirnya Parman kembali duduk di bangku bambu yang sudah reot. Belum bergerak apapun selain menatap beras yang masih dipegangnya, benar-benar saking malasnya bekerja, tidak tahu cara memasak beras. yang dia tahu hanyalah cara makannya saja seperti biasa, membuatnya saat itu hanya terdiam penuh kebingungan sambil merasakan perut semakin perih.

"Parman, kamu dari tadi ngapain aja malah bengong begitu, kenapa beras dipegang tanpa dicuci lalu dimasak, kamu ini punya otak atau tidak?" Pada akhirnya, Ibu Sarti setelah dari tadi hanya diam di kamar keluar juga, nampaknya kasihan terhadap Parman meski bagaimanapun tetap saja, naluri seorang ibu lebih kuat dari apapun.

"Ya mau bagaimana aku tidak diam aja Mak, kan bingung cara masaknya gimana, masa harus dicuci lalu ditaruh di panci gitu aja Mak?"

Mendengar jawaban itu Ibu Sarti sampai menggeleng-gelengkan kepala. "Ya ampun... Parman. Makanya setiap hari itu jangan hanya tidur makan tidur melamun, ingin kaya tapi tidak mau menggerakkan tubuh, inilah dampaknya baru mau masak aja bingung gimana mencarinya?"

Wanita paruh baya itu langsung mengambil beras dari tangan Parman. "Inilah yang selalu Mak takutkan Parman, jika kamu tidak segera merubah kelakuanmu, ibu sangat takut meninggalkan kamu dalam keadaan begini," mau tidak mau saat itu ibu Sarti sampai meneteskan air mata, sangat takut meninggal dunia dalam keadaan meninggalkan Parman dalam kemalasan seperti saat ini.

"Seharusnya kamu tahu minimal masak, walaupun malas bekerja melihat bagaimana cara memasak, bagaimana cara mencucinya, itu dulu deh sebelum mencari uang, sekarang Mak akan membantu, namun janji dulu, mulai hari esok dan seterusnya. kamu harus berusaha merubah perilakumu." ucapnya di tengah tatapannya tajam menatap Parman yang menunduk, entah sadar atau apa, yang pasti saat itu hanya diam tidak bicara apapun.

"Kamu harus berusaha mencari uang mau dengan cara apapun keahlian lakukan, tidak usah menjalankan hal besar dulu, kecil pun jalani apapun itu yang penting bisa menghidupi diri sendiri minimal, itulah yang diharapkan Mak, gimana... Apakah kamu mau menuruti kemauan Mak?" Sejenak Ibu Sarti menghentikan kata-katanya, menatap wajah Parman yang masih menunduk.

Sesudah cukup lama diam namun belum ada kata apapun keluar dari mulut Parman, wanita paruh baya itu kembali melanjutkan ucapannya. "Kalau mau menuruti kemauan Mak, untuk saat ini Mak akan memasak tidak apa-apa, bahkan kalau kamu sanggup mencari uang berapapun itu hasilnya Mak sangat senang." Lagi-lagi terdiam menatap Parman

"Tentunya, selagi hidup Mak tetap akan memasak buatmu tapi dengan syarat, kamu pun harus belajar bagaimana caranya memasak agar ketika Mak tidak mampu apapun lagi kamu bisa, jangan seperti sekarang, kamu tidak bisa ngapa-ngapain tahunya hanya makan dan makan aja, jawab pertanyaan Mak jangan diam aja kamu mau merubah sifatmu yang malas ini?"

Akhirnya setelah cukup lama hanya diam Parman bicara juga, menatap ibunya sejenak lalu menunduk lagi. "Baik Mak, tapi benar aku diperbolehkan kerja apapun sesuai kemampuanku?"

"Ya tentunya begitu Parman, masa Mak akan menyuruh kamu bekerja yang bukan keahlianmu, tentunya akan celaka, apapun itu sekecil apapun jalankan yang penting bisa menghasilkan buat menghidupi kita, jangan dulu pingin kaya sebab kalau kaya raya itu harus melihat situasi dan kondisinya."

Parman mengangguk, walaupun entah benar mengerti atau tidaknya. namun Ibu Sarti malam itu merasakan ada perbedaan dari sikap Parman, tidak seperti biasanya yang selalu mudah membantah apapun yang diutarakannya.

"Kita harus mengukur diri dulu, apakah keinginan itu layak kita kejar atau tidaknya? walaupun wajar manusia memiliki keinginan itu memang harus, tapi dengan tata cara yang benar jangan hanya keinginan saja yang besar, tapi tidak mau menggerakkan badan seperti kamu, pokoknya apapun itu pekerjaanmu yang penting dapat menghasilkan uang berapapun jalankan."

Saat itu tangan Ibu Sarti sambil menepuk-nepuk pundak Putra kesayangannya, walaupun perbuatannya selalu membuatnya kesal. namun sebagai ibu mau bagaimanapun tetap sayang, apalagi hanya memiliki anak satu-satunya yang menjadi harapan baik di masa depan.

"Dan sekarang Mak ingin tahu, memangnya pekerjaan apa yang kamu bisa lakukan? Sebab selama ini Mak belum melihat kamu bekerja, tentunya kalau harus mencangkul, membersihkan kebun orang belum tentu kamu sanggup, walaupun harus bisa. tapi Mak tidak akan memaksa itu dulu, yang Mak harapkan itu gerakan tubuhmu, mau apapun pekerjaanmu jalankan."

Parman kembali menatap ibunya sambil bicara yang membuat wanita paruh baya itu mengerutkan kening. "Mungkin aku hanya bisa memancing ikan di kali atau di sungai-sungai besar Mak, siapa tahu aku mendapatkan ikan banyak, kan bisa dijual."

Setelah cukup lama terdiam seperti berpikir baik dan buruknya, akhirnya wanita paruh baya itu tersenyum lebar. "Nah... inilah yang Mak harapkan, pokoknya apapun yang kamu sanggup lakukan, tidak salah jika memang kamu bisa memancing dan menghasilkan ikan banyak pastinya ikan-ikan tersebut bisa dijual." Tentu saja Parman saat itu tertawa kecil, saat itu terlihat kebingungannya tiba-tiba sirna dalam sekejap.

"Kalau bisa mendapat ikan banyak, kamu bisa mendapatkan uang dan bisa membeli beras, kalau begitu mulai besok silakan lakukan Mak akan mendoakan, mudah-mudahan apapun yang kamu kerjakan lancar dan sekarang mari kita masak." Wanita paruh baya itu langsung bangkit dari duduknya.

"Kamu pun harus belajar cara memasak agar tidak kebingungan lagi ketika tidak ada siapapun lagi selain kamu, tentunya kamu bisa memasak sendiri, apalagi kamu sudah melihat kondisi Mak yang sudah renta begini, entah berapa lama lagi memiliki tenaga seperti saat ini, kalau Mak sakit secara tiba-tiba terus kamu belum mampu ngapa-ngapain kan bingung," Parman mengangguk. "Jadi, jangan menuruti rasa malasmu lagi, lakukan dan kerjakan apapun itu semampu mu."

"Baik Mak... Terimakasih Mak talah menjadi orang tua yang sangat baik untukku, aku benar-benar mohon maaf Mak, selama ini aku selalu membuat Mak kesal," Ibu Sarti semakin bahagia saja, nyata saat ini setelah sekian lama dilanda kebingungan harus dengan cara apa merubah kelakuan Parman, malam itu secara tiba-tiba ada perubahan yang signifikan.

"Aku janji, mulai hari esok dan seterusnya akan berusaha mencari nafkah dengan cara memancing, hanya itu yang bisa aku lakukan. tapi mudah-mudahan dengan cara itu pun, mampu membuat perubahan jauh baik kehidupan kita."

"Mak sudah memaafkan semua kesalahanmu Parman, walaupun Mak setiap hari marah-marah itu bukan dikarenakan benci, tapi saking sayangnya terhadapmu." Parman mengangguk.

"Mak tidak mau kehidupanmu di masa depan suram, itu saja Parman dan tentunya saja, Mak akan mendoakan apapun jalan yang kamu kerjakan, mudah-mudahan dipermudah oleh yang maha kuasa. Sekarang mari kita masak agar perut kita segera terisi."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERNYATA ISTRI PEMBAWA HOKI ITU (TIREN)   MEMBUKTIKAN JANJI

    "Ya Mak, ayo aku pun ingin belajar sini berasnya aku cuci Mak, tapi kasih tahu bagaimana cara mencucinya." Ibu Sarti mengangguk langsung menyerahkan beras tersebut ke Parman, kemudian Parman cuci di baskom kecil dengan arahan ibunya. Setelah itu, Parman segera menyalakan api di tungku tak lama beras pun sudah mulai dimasak, malam itu betul-betul Parman belajar tata cara masak dari awal hingga akhir. 5 menit kemudian mereka telah makan bersama walaupun hanya dengan ikan asin dan timun, namun tidak menghilangkan rasa nikmat yang mereka rasakan dan tentu saja, kini dibarengi rasa bahagia yang luar biasa tidak seperti sebelumnya, ibu Sarti selalu dibuat pusing oleh Parman. Keesokan harinya Parman segera membeli kail pancing bersama benangnya, kalau joran ya buat sendiri dari bambu. begitu selesai segera pamitan terhadap ibunya ingin memulai pekerjaan yang ingin dijalaninya setiap harinya sesuai janjinya terhadap ibunya. "Silakan Mak doakan, semoga kamu berhasil walaupun dengan cara

  • TERNYATA ISTRI PEMBAWA HOKI ITU (TIREN)   TIDAK TEGA

    Parman hanya berdiri sambil menatap beras dalam kantong plastik itu. "Hmm... harus gimana sekarang, apa main cuci aja atau gimana ya?" Akhirnya Parman kembali duduk di bangku bambu yang sudah reot. Belum bergerak apapun selain menatap beras yang masih dipegangnya, benar-benar saking malasnya bekerja, tidak tahu cara memasak beras. yang dia tahu hanyalah cara makannya saja seperti biasa, membuatnya saat itu hanya terdiam penuh kebingungan sambil merasakan perut semakin perih. "Parman, kamu dari tadi ngapain aja malah bengong begitu, kenapa beras dipegang tanpa dicuci lalu dimasak, kamu ini punya otak atau tidak?" Pada akhirnya, Ibu Sarti setelah dari tadi hanya diam di kamar keluar juga, nampaknya kasihan terhadap Parman meski bagaimanapun tetap saja, naluri seorang ibu lebih kuat dari apapun. "Ya mau bagaimana aku tidak diam aja Mak, kan bingung cara masaknya gimana, masa harus dicuci lalu ditaruh di panci gitu aja Mak?" Mendengar jawaban itu Ibu Sarti sampai menggeleng-gel

  • TERNYATA ISTRI PEMBAWA HOKI ITU (TIREN)   BINGUNG CARA MASAK

    "Hah... Diam aja di sini tidak mungkin, sekarang kalau pulang tidak membawa apa-apa Mak pasti marah, selain itu perut sudah mulai keroncongan, harus makan apa jika tetap diam di sini? sudah masak belum ya Mak?" Parman memegangi perutnya yang terasa sudah meminta diisi. "Huh terpaksa kayaknya walaupun sedikit aku harus mendapatkan kayu bakar." Parman saat itu mengeluarkan korek api dari dalam saku celana, ia nyalakan berusaha mencari daun dan ranting kering, mau membuat api unggun kecil agar bisa menerangi tempat tersebut, supaya bisa mencari kayu bakar untuk ia bawa pulang. "Untung aja di depanku banyak ranting kering kayaknya cukup nih buat masak malam ini." Gumamnya sambil mengeluarkan golok dari sarungnya, kemudian mulai mengambil satu persatu ranting kayu yang sudah pada kering itu. Entah apa yang dipikirkan Parman saat ini, dalam kondisi sudah malam begini tentunya seperti apa kondisi ibunya di rumah, setelah menanti kepulangannya dari sore hingga malam tiba belum kunju

  • TERNYATA ISTRI PEMBAWA HOKI ITU (TIREN)   KEMARAHAN IBU SARTI

    "Mas, jangan bengong aja dong. Apakah kamu lupa terhadapku?" Wanita itu kembali memanggilnya, senyumannya kian menggoda. "Memangnya siapa kamu? Aku belum mengenal kamu." Ucap Parman sambil melangkahkan kaki mendekat ke arah wanita cantik itu yang tengah berdiri begitu santai di atas batu besar yang ada di tengah kali. "Ah jangan begitu Mas, kenapa kamu jadi seperti ini, bukankah kamu sudah berjanji ingin menikahiku?" "Kapan aku berjanji ingin menikahimu? Jangankan berjanji untuk menikahi mengenal namamu pun, belum." Jawab Parman, kembali langkahnya terhenti. "Ih sayang, kenapa malah diam? Terus dong ke sini aku merindukanmu." Entah ada kekuatan apa, kaki Parman yang sebelumnya berhenti kembali melangkah. Namun begitu sampai di pinggir kali, tiba-tiba kakinya terpeleset, tubuhnya basah kuyup tercebur ke kali yang dirasakannya, sekaligus terbangun dari mimpinya, ternyata sesungguhnya ia disiram air satu gayung oleh ibunya yang telah kembali dari kali. "Parman!

  • TERNYATA ISTRI PEMBAWA HOKI ITU (TIREN)   SANG PEMALAS INGIN KAYA

    "Parman, kamu lagi apa?" Tanya seorang ibu yang lagi berdiri sambil menggendong bakul nasi yang terisi piring dan cangkir kotor, ibu tersebut nampaknya ingin mencucinya di kali, tempat masyarakat kampung itu mandi, mencuci pakaian, piring dan lain-lain. "Seperti biasa, Mak, aku lagi terbang ke bulan terus aku petik bulan itu, nanti di sini kita jual kan bisa kaya kali kita, Mak." Jawab Pemuda yang bernama Parman, anak ibu paruh baya tersebut. "Ya ampun. Parman-Parman... Kamu ini bicara apa? lagi mimpi apa sudah sedeng kamu Parman. Sudah! Daripada kamu melamun yang gak jelas begitu tolong cariin kayu bakar, Mak mau masak sudah tidak ada kayu bakar di rumah." Ujar ibu tersebut sambil menggeleng-gelengkan kepala. Setelah mendengar ucapan anaknya, semakin lama khayalan anaknya semakin tidak jelas. Bahkan terkadang ibunya, yang bernama Sarti selalu mengelus-ngelus dada. Setelah mendengar dan melihat kelakuan anaknya seperti saat itu. Parman. Selalu berpikir ingin kaya-raya, tetapi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status