แชร์

TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN
TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN
ผู้แต่ง: Firsyaka

Part 1

ผู้เขียน: Firsyaka
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-10-24 15:07:28

"Ratna! Dengarkan aku baik-baik! Aku terpaksa nikahi kamu ya! Jadi, kamu jangan kepedean merasa aku bakal mencintaimu dan memperlakukanmu seperti seorang istri pada umumnya. Pernikahan kita hanya sebatas di atas kertas, tidak lebih!" Wajah lelaki yang dua pekan lalu telah menghalalkanku begitu sinis dengan tatapan mata elang yang siap menerkam mangsanya.

Dengan buru-buru ia melepas jas hitam berikut kemeja putih yang telah dipakainya saat kerja tadi. Lalu melemparkannya sembarang di atas kasur. Dan segera berganti baju dengan baju santai.

Aku terdiam, tertunduk pilu menatap kebaya putih yang hari itu aku kenakan usai acara paling sakral di dalam hidup. Aku terpaku di sisi ranjang dengan dada yang bergetar, mengabaikan ucapannya yang tidak enak didengar.

Pantas saja selama dua pekan kami menikah, sikapnya selalu dingin dan cenderung kasar. Ya, ternyata dia menikahiku karena terpaksa. Harusnya aku menolak saja dulu.

Bukan pernikahan seperti ini yang kuharapkan. Bahkan, bermimpi pun aku tidak pernah. Aku menginginkan pernikahan dengan kehadiran ibu di sampingku, mendapat pasangan atas dasar cinta dan restu. Kini hanya penyesalan yang ada dalam hatiku.

Semestinya hari itu adalah momen bahagia yang diimpikan setiap kaum Hawa, dinikahi resmi oleh lelaki pilihannya. Namun, sayangnya itu tidak terjadi padaku. Lelaki yang bernama Febi Ariando adalah lelaki yang sudah menikahiku karena tekanan dari keadaan. Demi ingin terbebas dari jeratan hukum karena sudah menabrak ibuku hingga kritis dan sampai akhirnya tiada.

"Tidak perlu kau tangisi pernikahan ini, memangnya kamu saja yang sedih? Aku yang lebih sedih karena harus meninggalkan wanita yang aku sayang!" Langkahnya mendekat ke arahku sambil berkacak pinggang dengan sorot mata yang dalam menembus retinaku.

"Lalu kenapa kamu mau menyetujuinya? Harusnya kamu tolak saja saat papimu meminta untuk menikahiku." Aku menatap balik wajahnya yang penuh amarah.

"Pandai kamu bicara! Aku tidak bisa membantah perintah Papi, karena pasti Papi bakal marah dan tidak terima. Bisa-bisa aku dicoret dari daftar Kartu Keluarga!" Kali ini suaranya dinaikkan beberapa oktaf hingga terdengar memekakkan gendang telingaku.

Setelah itu dia keluar dari kamar dengan langkah panjang sambil membanting pintu.

*

Hari ini, genap dua bulan kami menikah. Seperti yang aku duga, tidak ada perkembangan berarti dalam hubungan kami. Bukan hanya sikap suamiku yang membuatku tersiksa. Namun, begitu juga dengan sikap ibunya.

"Ratna ... ! Ratna ... !"

Sayup-sayup terdengar suara teriakan beliau yang memanggil namaku. Aku bergegas menghampirinya, sebab tidak mau membuatnya bertambah murka. Meskipun sebenarnya tubuhku lelah, ingin istirahat barang sejenak setelah beberes rumah sejak subuh hari tadi.

Ceklek!

Tanganku membuka handel pintu kamar. Seketika saja aku terlonjak saat menatap sosok yang sudah berdiri tegak di ambang pintu dengan berkacak pinggang.

"Ratna! Kamu jangan enak-enakan di dalam ya?! Itu kerjaan di dapur masih banyak, cepat bantuin!" teriaknya dengan netra yang membola.

"I_iya, Bu," jawabku tergagap.

Lekas aku berganti baju dengan gamis biasa, setelah itu keluar menuju dapur. Dan di situ sudah ada  dua  ART yang tengah sibuk memasak dan juga Mami mertuaku yang ikut bantuin.

"Ratna, cepetan sini, lelet banget sih! Kamu kupasin bawang  merah dan bawang putih,  terus itu udang juga kupasin!" titahnya geram.

"I_iya, Bu," jawabku cepat dan segera aku mengikuti perintahnya.

"Kamu jangan harap bisa enak-enakan jadi menantuku, karena aku sebenarnya tidak sudi punya menantu miskin macam kamu. Entah dosa apa hingga aku bisa punya menantu sepertimu!" cebiknya dengan tatapan sinis ke arahku sambil mengacungkan telunjuknya tepat di depan mukaku.

Aku hanya bisa diam, menerima semua cacian dan mengikuti perintahnya tanpa ada niat sedikit pun untuk membantahnya. Bukan karena aku takut atau ia orang berada, tapi karena sekarang ia sudah menjadi mertuaku. Orang yang harus aku hormati layaknya orang tua sendiri.

"Oh iya, kamu buatkan minuman dulu untuk tamu-tamunya Febi dan sekalian cemilannya!" titahnya lagi.

"Iya Bu," sahutku lagi.

Aku lekas ke depan mengantarkan kopi dan cemilan untuk tamunya Mas Febi. Satu persatu aku menurunkan gelas ke atas meja.

Tanpa sengaja aku menatap sosok lelaki yang duduk di sebelah suamiku. Wajahnya mengingatkanku pada seseorang, tapi siapa ya?

Dan tanpa kuduga dia tersenyum ke arahku, membuatku membalas senyumnya sambil menganggukkan kepala. Sejenak aku tertegun sambil mengingat-ingat wajah lelaki itu yang tidak asing. Namun, tetap saja aku tidak mengingatnya.

"Woi, ngapain bengong di situ? Sudah sana pergi!" teriak suamiku membuatku tersadar dari lamunan dan bergegas kembali ke belakang.

"Feb, jangan kasar-kasar sama istrimu, kasihan dia," tegurnya mengingatkan dengan suara yang lembut. Aku masih bisa mendengarnya karena langkahku belum begitu jauh.

"Biarin sajalah, Ver! Orang istri cuma di atas kertas. Lagian salah sendiri kenapa menyetujui pernikahan ini," cebiknya kesal.

Ya, Allah. Kenapa mesti bicarakan hal itu kepada temannya? Aku jadi seperti tidak ada muka rasanya.

Aku gegas kembali ke dapur untuk membantu masak-masak. Ada beberapa jenis masakan yang akan dihidangkan, membuat orang yang ada di rumah ini agak sibuk. Dan setelah cukup lama berkutat di dapur, akhirnya semua masakan selesai.

"Ratna, kamu bawa masakan ini di atas meja makan lalu tata yang rapi! Sekalian sama piring dan juga gelasnya!" titah Ibu mertua mendikte.

"Iya, Mam," sahutku cepat.

Aku menata jamuan makan untuk tamunya Mas Febi juga beberapa teman dekatnya saja dan itu juga tidak banyak, paling lima orang. Dan juga ada tante dan omahnya Mas Febi.

Setelah semua rapi dan siap, Ibu mertua memanggil mereka dan juga Papi mertua untuk makan bersama. Dan kini mereka sudah menempati meja masing-masing. Termasuk Aleksa—adik dari suamiku.

"Ratna, kamu duduk di sebelah Febi! Sekarang kalian sudah resmi menikah, jadi tidak usah malu," atur ayah dari suamiku dengan suara yang meneduhkan. Hanya beliau yang menghargai dan sayang padaku di sini.

"Tidak perlu, Pap," jawabku sungkan. Aku masih berdiri mematung sambil menyisir pandangan ke arah mereka yang sudah pada duduk.

"Kamu jangan menolak, sekarang kamu sudah menjadi bagian dari keluarga di sini. Jadi, jangan malu lagi," sanggah Ayah mertua sedikit memaksa.

Aku mengangguk ragu sambil tersenyum kaku. Melangkah mendekat ke arah kursi kosong diantara kursi Mas Febi dan cowok itu. Semua nampak cuek terhadapku, terlebih suamiku. Tapi tidak dengan Ayah mertuaku yang begitu ramah dan baik.

Aku mulai menyendokkan nasi ke piringku dan mengambil sedikit udang balado dan rendang. Saat mau minum, tiba-tiba gelasku jatuh ke lantai hingga menimbulkan bunyi yang nyaring karena beradu dengan granit. Entah karena tidak fokus atau grogi hingga gelas itu terlepas begitu saja dari tanganku, pecah berantakan di lantai.

Sontak membuat semua orang menoleh ke arahku, terlebih Mami mertua dengan menatapku nyalang.

"Ratna! Kamu itu apa-apaan sih, maen pecahin gelas seenaknya! Barang-barang di sini itu mahal tau, kamu tidak mungkin bisa membelinya karena kamu cuma anak orang miskin!" bentak Ibu dari suamiku dengan menatapku sinis.

Mami menoyor kepalaku dengan mulut mencebik hingga semua orang menatapku.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (1)
goodnovel comment avatar
Firsyaka
Kereeen banget
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 79

    Hari-hari setelah melahirkanAku, Ratna, terbaring di ranjang rumahku yang terasa lebih hangat dari sebelumnya. Rasanya tubuhku masih sangat lelah setelah proses melahirkan yang begitu panjang dan menguras tenaga. Namun, ada sesuatu yang membuatku merasa lebih hidup dari sebelumnya—sebuah kebahagiaan yang tak bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata. Putra pertama kami, Amran Zakir Pratama, kini ada di dunia ini, dengan wajah yang begitu mirip dengan suamiku. Rasanya sulit untuk mempercayai bahwa aku, Ratna, kini menjadi seorang ibu.Dari tempat tidurku, aku bisa melihat Very, suamiku, yang duduk di sampingku dengan senyum bangga terpancar di wajahnya. Matanya penuh dengan kasih sayang, dan setiap kali ia menatapku, aku merasa seperti menjadi pusat dunia ini.“Sayang, kamu nggak capek kan?” tanya Very lembut, tangannya mengelus lembut rambutku yang acak-acakan. Ia selalu begitu perhatian, dan saat itu aku merasa betul-betul dimanjakan.Aku tersenyum lemah, meski masih kelelahan. “Sedi

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 78

    Malam yang MengusikAku sedang duduk di sofa ruang keluarga, menonton acara favorit di TV sambil menikmati sisa malam yang tenang. Very, suamiku, duduk di sebelahku sambil memainkan ponselnya. Bi Sukma, asisten rumah tangga kami, baru saja selesai merapikan dapur. Di luar, suasana sunyi, hanya suara jangkrik yang samar terdengar.Namun, ketenangan itu terusik ketika suara bel pintu berbunyi. Very mengangkat kepala, menatapku sejenak sebelum akhirnya bangkit dengan malas.“Aku yang buka,” katanya sambil melangkah menuju pintu.Aku mengangguk sambil mengalihkan pandangan kembali ke TV. Tak lama, aku mendengar suara familiar dari arah pintu."Febi? Malam-malam begini, ada apa?" tanya Very dengan nada heran.Aku melirik sekilas. Febi, sahabat Very, berdiri di depan pintu dengan wajah yang tampak kusut."Gue lagi suntuk banget di rumah, Ver," kata Febi setelah melangkah masuk. "Amel lagi sensitif, bawaannya marah-marah terus. Gue nggak tahu mau ngomong sama siapa, jadi gue ke sini aja."Ve

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 77

    Aku melangkah keluar dari kamar tidur, menyusuri lantai marmer yang dingin menuju ruang tengah. Rumah ini terasa begitu luas, terlalu besar untuk hanya aku tempati bersama Mas Veri. Tapi aku tak bisa memungkiri, aku mencintai setiap sudutnya. Cahaya matahari pagi masuk menembus jendela besar yang menghadap taman belakang, memberikan nuansa hangat pada ruangan.“Ratna, mau sarapan apa hari ini, Nak?” suara lembut Bi Sukma terdengar dari dapur.Aku tersenyum dan melangkah mendekat. Bi Sukma sudah sibuk dengan apron merah mudanya, memotong buah di meja dapur. Kehadirannya di sini membuatku merasa lebih nyaman, seolah aku punya ibu kedua yang selalu siap menemani.“Apa aja yang ringan, Bi. Aku nggak terlalu lapar. Toast sama teh aja, ya,” jawabku sambil mengambil kursi di meja makan.Bi Sukma tersenyum lembut, wajahnya penuh kehangatan. “Baik, Nak. Veri nggak bilang mau makan di rumah?”Aku menggeleng. “Kayaknya enggak. Biasanya dia makan siang di kantor.”Bi Sukma mengangguk. “Syukurlah

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 76

    Hari ini adalah hari besar untukku dan suamiku. Setelah menabung bertahun-tahun dan kerja kerasnya sebagai seorang CEO, kami akhirnya bisa pindah ke rumah baru. Rumah megah di kawasan elit, lengkap dengan halaman luas dan interior serba mewah. Aku memandangi pintu besar di depanku dengan campuran rasa bahagia dan gugup. Rasanya seperti mimpi.“Ratna, ayo masuk,” panggil Mas Very, membuyarkan lamunanku.Aku tersenyum dan melangkah masuk, disambut oleh keramaian suara keluarga dan rekan-rekan Mas Very yang ikut membantu hari ini. Semua barang sudah tertata rapi, seperti yang sudah kami rencanakan sebelumnya. Bahkan aroma harum bunga segar dari vas di ruang tamu sudah mengisi ruangan.Acara syukuran dimulai dengan doa yang dipandu oleh Pak Kyai setempat. Suaranya lembut dan penuh khidmat, memohonkan kedamaian dan keselamatan untuk rumah ini dan semua yang tinggal di dalamnya. Aku mengatupkan kedua tanganku di atas perutku yang sudah membesar, merasakan tendangan lembut dari bayi kami."

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 75

    “Kerja terus malam-malam begini, Mas?” tanyaku sambil melirik ponselnya.Mas Very hanya tersenyum sekilas. "Iya, ada laporan yang harus kukirim."Namun, ponselnya tiba-tiba bergetar. Di layar, aku sempat melihat nama Arina muncul sebelum dia buru-buru mengangkatnya. Jantungku berdegup lebih cepat. Siapa dia? Kenapa menelepon suamiku selarut ini?Aku mencoba memasang wajah biasa saja, tapi sulit. Rasa cemburu menjalar pelan-pelan di hatiku. Kuamati cara Mas Very berbicara—nada suaranya rendah, seolah tidak ingin aku mendengar.Setelah dia selesai, aku langsung menyelidik, "Arina? Siapa itu, Mas?"Mas Very menatapku dengan tenang, lalu tertawa kecil sambil mengacak rambutku. "Sayang, jangan cemburu, dong. Itu Arina, karyawati di kantor. Dia cuma mau memastikan soal dokumen untuk besok."Aku tidak yakin. "Tapi, kenapa harus malam-malam begini? Kan, bisa besok pagi di kantor."Melihat ekspresiku yang berubah, Mas Very segera memelukku erat. "Sayangku, kamu lagi bawa dede bayi, ya, jadi se

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 74

    Aku duduk di sofa ruang tamu, menatap jam di tanganku yang berdetak lambat. Sudah lima belas menit sejak aku mengirim pesan kepada Mas Very. Aku tahu dia pasti sedang bergegas pulang, apalagi sejak aku memasuki trimester terakhir kehamilan. Mas Very selalu khawatir dan memastikan aku tidak terlalu banyak beraktivitas.Pintu depan terbuka perlahan, dan aku mendengar langkah kaki yang sangat kukenal. "Ratna?" panggilnya dengan suara lembut."Aku di sini," jawabku, mencoba terdengar biasa saja meskipun dadaku terasa sesak karena capek.Mas Very langsung menghampiri, duduk di sampingku sambil memperhatikan wajahku yang mungkin terlihat tegang. "Kenapa? Kamu kelihatan aneh," tanyanya, menggenggam tanganku dengan erat. "Kamu capek?"Aku menggeleng pelan, memutuskan untuk jujur. "Tadi Febi ngajak ketemu."Alisnya langsung bertaut. "Febi? Mantan suami kamu?" Nada suaranya berubah, terdengar waspada sekaligus cemburu."Dia bilang sesuatu yang ... bikin aku bingung." Aku menunduk, menghindari t

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status