Dewi menoleh dan menemukan ibu mertuanya di sana. Cekikan di lehernya mengendur. Dewi menepis tangan Anton jauh-jauh. Ia memelototi suaminya itu, kemudian memalingkan wajah.
“Dewi?” tanya ibu mertuanya.
Dewi tidak menyahut. Ia menghampiri Odetta dan Romeo yang sedang bermain. Ia membereskan buku-buku dan mainan anak-anaknya itu. Bagaimana dengan baju-baju mereka? Lalu, ia harus memesan taksi agar dapat bepergian bersama keduanya dengan nyaman.
“Anton?” Ibu Mertua mencoba mencari jawaban melalui anaknya.
Dewi tidak sanggup berada di ruangan itu lebih lama. Ia mengangkat Romeo ke dalam pelukannya.
“Dewi minta cerai, Ma,” beritahu Anton.
Untuk sesaat, Ibu Mertua membeku dan tidak mengatakan apa-apa.
Dewi yang sedang menggendong Romeo, menarik tangan Odetta sebagai kode meminta anak perempuannya itu untuk mengikutinya.
“Romeo mau dibawa ke mana?” tanya Ibu Mertua.
“Maaf,
“Begitu, ya?” tanya Cherry.“Iya!” seru Nay agar sahabatnya itu yakin. Pasalnya, sosok yang tadi dilihatnya berjalan menjauhi Kafe Starlite.Mendadak, Cherry mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Uang yang Nay tidak tahu berapa jumlahnya. Sahabatnya itu menyodorkan uang tersebut kepadanya.Tentu saja Nay menolaknya, “Nggak, nggak.”“Untuk taksi. Kalau lo nggak nerima, gue nggak jadi ke Farid,” kata Cherry memberikan ultimatum.Nay tidak menginginkan itu. Ia pun menerima uang itu, lalu turun dari mobil.Begitu mobil Cherry menghilang dari pandangan, ia langsung berlari menuju tempat yang sedari tadi sudah ingin ia hampiri.“Regita,” panggil Nay sewaktu posisinya dengan sosok yang ia lihat tadi sudah dekat.***Mobil yang dikendarai oleh Cherry berhenti di lampu merah. melirik penunjuk waktu yang ada di mobilnya. Pukul 19.30. Masih ada waktu untuk menonton bioskop
Layar di depannya menyajikan film pilihan Cherry. Namun, kepala dan hatinya tidak tertuju pada cerita film tersebut. Ia gundah karena rasa penasarannya belum terpecahkan.Cherry melirik ke sebelahnya. Farid tampak fokus dengan layar di depan mereka. Ia mencoba menarik perhatian laki-laki itu dengan menggamit tangannya.Bukannya perhatian yang ia peroleh, Cherry justru mendapatkan, “Ssh,” dari Farid.Cherry yang tidak terbiasa diabaikan oleh para pria menegakkan tubuhnya. Ia bermaksud menonjolkan bagian dadanya ke arah Farid. Tapi, aksinya itu menyebabnya kepalanya menghalangi pandangan penonton di belakangnya. Tentu saja, ia pun ditegur.Merosot Cherry di kursinya. Ekor matanya melirik Farid yang tekun memperhatikan layar. Pria itu tampak tenang seperti tidak ada apapun yang mengganggu pikirannya.***Di dalam taksi, Nay melirik perempuan yang duduk di sebelahnya, lalu menundukkan kepala. Ia cukup lama berpikir sebelum menjawab,
Taksi berhenti di seuah lapangan parkir. Jadi, Nay tidak dapat melihat dengan jelas tempat yang mereka datangi tersebut. Sebaliknya, Regita tampak yakin dengan tujuan mereka malam itu. Perempuan itu membayar taksi dan segera turun. Tentu saja, Nay mengikutinya.Menyusuri langkah Regita, Nay masuk melalui pintu kecil yang menghubungkan lokasi parkir ke gedung utama. Mereka pun sampai di lobi. Ada sofa-sofa nyaman yang tersebar di berbagai tempat.“Tunggu di sana, Nay,” ujar Regita.Nay duduk di tempat yang dimaksud oleh perempuan itu. Ia memandang sekeliling karena mencari petunjuk nama gedung tempatnya berada saat itu.Tidak lama kemudian, ia melihat seorang wanita yang mengenakan seragam hitam-hitam berjalan ke arahnya. Perempuan itu tidak sendirian, melainkan dengan seorang laki-laki yang mengenakan jas rapi.“Silakan menunggu di sini, Pak. Kami akan menyiapkan kamar terbaik di hotel ini untuk Bapak,” kata sosok perempuan
Regita Amelia sudah melewati usia kepala tiga. Tepatnya, 38 tahun. Tidak seperti perempuan lainnya, tidak ada keluarga yang memaksanya untuk menikah. Bukan karena keluarganya berpikiran modern, melainkan karena Regita sudah meninggalkan rumah sejak berusia 17 tahun. Jadi, tidak ada keinginan keluarga yang harus ia turuti.Pengalaman hidupnya sesuai dengan usia yang ia miliki. Banyak. Tidak semuanya menyenangkan. Lebih seringnya, Regita harus berkutat dengan cara dan strategi untuk bertahan hidup. Bayangkan saja, apa yang harus dilakukan oleh anak berusia tujuh belas tahun untuk bertahan hidup?Namun, kerasnya pengalaman hidup Regita membuatnya menjadi pribadi yang peka dan sensitif, terutama terhadap mereka yang memiliki pengalaman hidup yang tidak menyenangkan.Ketika melihat Nay di Kafe Starlite, perhatian Regita langsung tertuju kepada gadis itu. Mata Nay terlihat kelam. Padahal, di sekeliling perempuan itu ada dua orang temannya. Dari pengamatan Regita, Nay
Nay keluar dari minimarket dengan membawa dua buah botol minuman. Ia memberikan salah satunya kepada Cherry yang duduk di lantai selasar minimarket itu.Nay memperhatikan sahabatnya yang meneguk minuman itu sampai tandas. Penampilan Cherry jauh dari biasanya. Tidak ada riasan di wajahnya. Padahal, Cherry selalu tampil dengan peralatan kosmetik sejak temannya itu bisa berdandan. Pakaian yang dikenakan gadis itu juga jauh dari gaya sehari-hari Cherry. Sahabatnya itu hanya mengenakan kaos polo dan celana bahan.“Mau pulang?” tanya Nay.“Nggak bisa,” kata Cherry lirih.“Oke, ikut gue.”Tanpa banyak berkata-kata, Cherry menurutinya.Nay sendiri tidak tahu hendak membawa sahabatnya itu ke mana. Ia bukan orang Jakarta. Ia juga tidak menetap di kota metropolitan itu. Bagaimana bisa ia menemukan tempat yang asyik untuk Cherry menjelaskan apa yang terjadi dengannya?Keduanya berjalan kaki dalam diam. Nay yang
Nay terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya itu. Kalimat itu mirip yang dikatakan oleh Cherry dulu. Di tempat yang sama pula, ujarnya dalam hati seraya melihat sekelilingnya.“Nggak perlu takut. Meskipun malam hari, ada saja wisatawan yang datang ke sini, untuk tur museum malam hari,” ucap Regita.Apa yang dikatakan oleh perempuan itu betul. Di sebelah kiri, ada beberapa orang yang berjalan beriringan mengikuti instruksi satu orang yang Nay duga adalah pemandu tur tersebut.“Jadi, tempat ini?” tanya Regita.Nay sendiri tidak tahu. Jangan salah sangka. Bukannya ia tidak hapal lokasi tempatnya berada saat itu. Ia hanya tidak mengerti mengapa ia membawa perempuan yang baru dikenalnya itu ke sini.“Gue pernah ke sini bersama Cherry.”Alih-alih mempertanyakan tujuannya datang ke tempat itu, Regita berkata, “Pasti momen itu spesial banget, ya.”Nay mengangguk. Tampak jelas kalau be
Cherry membuka pintu rumahnya yang sudah ia tinggali selama hampir empat tahun itu. Rumahnya kecil saja. Ruang-ruangnya berukuran mungil dan sederhana. Namun, semua itu sudah mencukupi kebutuhannya. Tapi, apakah hidup seperti ini yang ia mau? Terbersit pertanyaan itu dalam benaknya.Cherry melemparkan tasnya asal-asalan ke atas sofa ruang tamu. Ia melirik baju atasannya yang sebagian sudah terbuka. Itu membuatnya teringat kepada Farid. Langkahnya cepat menuju tempat tidur. Cermin setinggi badan menjadi sasarannya.Dengan saksama, Cherry memeriksa pantulannya di kaca. Tubuhnya cukup tinggi untuk standard perempuan Indonesia. Meskipun tidak memenuhi kriteria seorang peragawati, tidak juga mengintimidasi kaum laki-laki. Rambutnya sengaja dipanjangkan karena ia tahu kaum pria kebanyakan menyukai yang seperti itu. Lekuk badannya juga tidak malu-maluin, Lemaknya menempel di bagian-bagian yang tepat, terutama pada dadanya. Tidak ada pria yang tidak tergoda dengan aset yang ia
Pada kanvas, terlukis sebuah gambar yang sangat indah. Lukisannya berupa sosok perempuan yang seolah-olah tidak nyata. Namun, sosok itu tampak begitu suci dan damai. Warna-warna yang mengelilingi sosok itu begitu beragam. Nay bahkan tidak pernah mengenali jenis warna yang terlukis di sana.“Wow,” celetuk Nay tanpa sadar.“Suka?” tanya Regita yang telah berdiri di samping Nay, sama-sama menatap lukisan di hadapan mereka.Nay serta-merta mengangguk.“Tapi belum selesai,” kata Regita.Nay menoleh ke arah wanita itu. “Lo yang lukis?” tanyanya.Sekarang, giliran Regita yang mengangguk.Nay masih menatap wanita itu, ini kali dengan penuh kekaguman.“Bagi anak kecil yang nggak mengerti jahatnya dunia, satu-satunya pelarian aku waktu itu yaaah lewat menggambar.”Kata-kata Nay membuatnya menundukkan kepala. Apa yang paling sedih dari seorang anak yang dilahirkan ke dunia