Pintu depan tiba-tiba terbuka, membuat Aryo dan Tesa terkejut.
Segera mereka melepaskan pelukan."Mas!" Tesa terbengong kala mendapati sosok lelaki dengan memakai masker berdiri tegak di depan pintu.Lelaki itu mendekat, memegang tangan Tesa lalu menariknya keluar. "Huh, dasar Sasmitho. Dari dulu perangainya tidak pernah berubah," gerutu Aryo kala Tesa melenggang pergi bersama lelaki itu.Apa? Sasmitho? Jadi lelaki itu adalah Sasmitho. Menyadari hal itu aku segera berbalik menyusul Tesa.Sesampainya di parkiran. Nampak Tesa sudah melajukan mobilnya menjauh."Hah, Aku kalah cepat dengan mereka." Kuatur napasku yang tak beraturan. Akibat berlari dari gudang ke parkiran.Aku pun kembali menggeluti pekerjaan yang sedari tadi sudah menungguku. Pergantian sif kerja."Hi ... Sayang. Lihat siapa yang Mama ajak," seruku pada Rossy yang tengah asik
"Happy anniversary yang ketiga, Sayang." Ucapan selamat dari Pras terdengar seperti petir di telingaku.Sembilu menyayat hati, membuat hatiku gamang. Hancur berkeping-keping.Haruskah aku tersenyum atau bahkan menangis? Entahlah, semua membuatku semakin tak berdaya. Sungguh aku merasa diriku terlihat hina di depannya. Di saat kekasihku menyiapkan semua kejutan ini, aku malah menyiapkan batu untuk menyakiti hatinya. Sungguh kejam diriku. Belum hilang rasa haru yang menyesakkan hati, Pras kembali memberi kejutan baru.Pria itu merogoh sakunya dan memberikan selembar kertas dan sebuah kunci mobil. Dengan ukiran nama yang indah di sana, HONDA. “I-ini apa lagi, Pras?” tanyaku dengan suara bergetar menahan tangis. Aku sudah tidak bisa menahan luapan hati."Kenapa, Sayang? Apa ada yang salah? Bukannya ini yang kamu mimpikan selama ini?" tanya Pras dengan senyum
Kevin adalah sahabat Pras yang paling dekat. Namun, beberapa kali ia menyatakan cinta kepadaku. Dan hari itu saat aku tengah berjalan menuju ruang laboratorium.Tiba-tiba sebuah tangan menarikku cepat, lalu membawaku ke dalam gudang yang ada di kampus tempatku mengenyam ilmu. Seketika mataku melotot saat dia mendekap dan mencium bibirku hangat. Bagaikan ada sebuah setrum yang menjalar santai menyusuri setiap lekuk tubuhku. Pria itu terus melumat bibirku tanpa memberi jeda, sedangkan tangan kanannya meremas-remas kedua aset milikku dengan gemas. Dan sungguh aku menikmatinya.Beberapa menit kemudian, ciumannya mulai mengendur, dan menyisakan diriku yang masih ngos-ngosan. Kutatap wajahnya yang cukup ganteng bagiku saat itu."Maaf, aku lancang menciummu. Tapi sungguh aku mencintaimu, Ning," ucap pria itu. Dia adalah Kevin, sahabat Pras. Aku tersenyum l
Hari pun berganti, waktu berlalu dengan begitu cepatnya. Hubungan gelap antara aku dan Kevin terjalin begitu rapi dan indah. Tanpa Pras ketahui, hingga detik di mana terjadi perubahan pada tubuhku. Di situ aku tau bahwa sirkulasi bulananku telah lama berlalu.Panik. Segera aku mencari tes kehamilan di apotik terdekat."Kevin, tolong temui aku di tempat biasa." Segera kustarter motor matic kesayangan menuju cafe yang biasa kami kunjungi. Setengah jam kemudian sampai juga di tempat yang kutuju. Kulihat dari jauh Kevin melambaikan tangan. Cepat kuparkirkan motorku kemudian menghampirinya."Hai, Sayang!" Dia meraih tanganku lalu mencium pipi kanan dan kiriku."Santai, Sayang. Coba jelaskan apa yang membuatmu menemuiku secara mendadak gini," ucapnya lagi.Tanpa menjawab pertanyaan darinya, aku merogoh tas dan memberikan benda pipih kecil seperti li
Pasca melahirkan anak pertamaku, aku bingung harus dengan apa membayar biaya persalinan. Kutatap wajah emak yang sayu, beliau balik menatapku penuh iba. Sejenak kemudian aku menangis dalam dekapan tubuh emak yang mulai renta. Tangannya mengusap pundakku lembut, menghangatkan."Mak, jual saja TV yang ada di kontrakan!" ucapku seraya mengurai pelukan, menatap wajah Emak pilu."Mana cukup uangnya buat bayar bu bidan." Emak menatapku penuh arti."Semoga saja cukup, Mak." Ku usap air mata di pipi dan melangkah menuju kamar mandi. Ingatanku melayang ke masa lalu di mana kedua orangtuaku ingin menjodohkan diriku."Nduk, Bapak sama emakmu sepakat untuk menjodohkanmu dengan anak Pak Dahlan."Aku terkejut mendengar pernyataan bapak yang tiba-tiba."Tapi, Pak. Nining kan udah besar, Nining ndak mau sama orang yang belum Nining kenal," jawabku seraya bangkit hendak me
Waktu pun berlalu, hampir satu tahun aku tinggal bersama kedua orang tuaku. Namun, sekarang berbeda, aku tidak lagi menganggur, aku telah bekerja di salah satu swalayan terbesar di kotaku. Lumayan, selain bisa untuk membeli susu untuk Rossy, aku juga bisa terhibur oleh kesibukkanku."Ning, tidak kerja, Nduk?" tanya emak padaku."Ndak, Mak. Nining ambil cuti pengen ngajak Rossy jalan-jalan." Aku mengemasi barangku dalam tas, begitupun perlengkapan milik anakku, Rossy."Perginya dengan siapa, Nduk?" tanya emak penasaran."Tesa, Mak. Temen kerja.""Yo wis, yang penting hati-hati di sana, jaga Rossy dengan baik," ucap emak sebelum berlalu. Usai mengemasi barang-barang, aku menuju teras, menunggu Tesa menjemputku. Tak lama berselang sebuah mobil berwarna hijau berhenti tepat di depan rumah, seorang wanita cantik melambaikan tangan padaku."Ning, ayok buruan! Keburu macet," teriaknya sembari me
Sesaat kemudian, kulihat Kevin berjalan keluar mengikuti orang yang telah memanggilnya. Tentunya masih dengan keadaan setengah telanjang. Tak tau dia pergi ke mana, aku pun segera membersihkan diri dan memakai kembali baju yang tadi kukenakan. Kulihat di luar, kosong, tidak ada seorang pun di sana. Apakah Kevin menemui mamanya? Atau? Pikiranku terus berkelana hingga sebuah panggilan ditujukan padaku. "Ning, sini, Nduk! Bapak mu mau bicara," panggil Emak seraya melambaikan tangan. Aku pun gegas menuju ruang keluarga, tapi seketika langkahku terhenti mana kala kudengar suara desahan dari kamar tamu. Segera kutajamkan pendengaranku pada daun pintu. Namun, tiba-tiba ada seseorang yang menarik daun telingaku. "A--aaww!" Emak menjewerku seraya manggut-manggut. "Bagus ya! Siapa yang ngajarin?" tanya Emak dengan tangan masih menjewerku. "Lepas, Mak! Sakit," pin
Hari ini pertama kalinya aku meninggalkan anakku Rossy bersama ayah juga neneknya.Rasa khawatir pasti ada, tapi harus kuketepikan semua itu. Aku harus memulai hidup baru, dan memberi kepercayaan untuk suamiku. Bagaimanapun Kevin adalah ayah biologist anakku Rossy.Usai menghabiskan sarapan bersama mereka, aku pun bersiap-siap untuk bekerja."Mas, Aku pergi kerja dulu, ya?" Aku menjabat tangan suamiku lalu menciumnya dengan takzim. Kemudian kuhampiri Rossy yang tengah duduk bermain boneka bersama mertua di ruang tengah lalu berpamitan dengannya, "Sayang, Mama pergi kerja dulu, ya? Rossy baik-baik di rumah sama ayah dan nenek. Jangan nakal, ok!" Usai berpamitan aku pun berangkat bekerja dengan menaiki mob
"Nining ...!" Aku menoleh ke arah suara yang sangat familiar tersebut.Nampak emak tersenyum seraya merentangkan kedua tangannya.Kuurungkan niatku yang menggebu, mengabaikan rasa penasaran yang besar akan kamar tamuku.Segera berhambur ke pelukan emak yang sudah menungguku dari tadi."Kenapa gak bilang to, Mak kalau mau datang. Kan bisa Nining jemput," ucapku seraya mengendurkan pelukan."Kenapa musti dijemput, kan Emak bisa datang sendiri," sahut Bapak dengan menenteng beberapa plastik berukuran besar."Apalagi itu, Pak." Aku menghampiri Bapak, meraih tangannya lalu menciumnya dengan takzim."Ini ada sedikit oleh-oleh, hasil dari kebun belakang rumah.""Rumah kok sepi, Ning. Kevin sama mertuamu kemana?" timpal Emak setelah menjatuhkan bobotnya di lantai."Entahlah, dari pagi mereka belum kelihatan. Mungkin pergi ke t