Share

DIA KEMBALI

       Waktu pun berlalu, hampir satu tahun aku tinggal bersama kedua orang tuaku. Namun, sekarang berbeda, aku tidak lagi menganggur, aku telah bekerja di salah satu swalayan terbesar di kotaku. Lumayan, selain bisa untuk membeli susu untuk Rossy, aku juga bisa terhibur oleh kesibukkanku.

"Ning, tidak kerja, Nduk?" tanya emak padaku.

"Ndak, Mak. Nining ambil cuti pengen ngajak Rossy jalan-jalan." Aku mengemasi barangku dalam tas, begitupun perlengkapan milik anakku, Rossy.

"Perginya dengan siapa, Nduk?" tanya emak penasaran.

"Tesa, Mak. Temen kerja."

"Yo wis, yang penting hati-hati di sana, jaga Rossy dengan baik," ucap emak sebelum berlalu.

     Usai mengemasi barang-barang, aku menuju teras, menunggu Tesa menjemputku. Tak lama berselang sebuah mobil berwarna hijau berhenti tepat di depan rumah, seorang wanita cantik melambaikan tangan padaku.

"Ning, ayok buruan! Keburu macet," teriaknya sembari membuka bagasi mobil.

      Aku pun berjalan mendekatinya dengan menenteng dua tas sekaligus. Selesai menata bawaanku dalam bagasi, segera kuhampiri Rossy yang tengah duduk di teras rumah.

"Ayo, Sayang! Hari ini kita jalan-jalan," ucapku pada anak semata wayangku. Gadis kecilku itu hanya tersenyum dan mengangguk lembut.

     Aku begitu bahagia, pasalnya ini adalah kali pertama aku mengajaknya pergi berlibur.

Gegas kulajukan kakiku, menuju mobil yang telah siap membawa kami menyusuri jalanan puncak.

     Namun, saat mobil hendak melaju, tiba-tiba sebuah motor berhenti tepat di depan rumahku. Motor itu dinaiki tiga orang sekaligus, berikut barang bawaan yang tak kira banyaknya di sisi kanan dan kirinya. Sejenak Aku dan Tesa saling pandang, lalu mengangkat bahu bersamaan.

      Perlahan mereka turun satu persatu dari atas motor, meletakkan barang-barang bawaan di teras rumah. Apa-apaan ini?

Siapa mereka sebenarnya?

Mengapa mereka meletakkan barang-barang mereka di rumahku?

Begitu banyak pertanyaan di benak ini, begitu pun Tesa.

      Usai membayar ojek yang mereka tumpangi, mereka pun melepas helm secara bersamaan.

Rasa kaget dan kecewa campur aduk jadi satu, beban diri juga sakit hati kembali membayangi.

"Untuk apa mereka datang ke sini?" bisikku pada Tesa.

"Apa jangan-jangan mereka hendak mengambil Rossy darimu?" Tesa mulai berasumsi.

"Ngaco kamu, kita lihat saja dulu, apa yang akan mereka lakukan."

Aku juga Tesa hanya berdiam dalam mobil, enggan turun walaupun sekedar untuk menyambut mereka.  Mencoba mengawasi, apa yang hendak mereka perbuat di rumahku.

"Assalamu'alaikum!" seru Si lelaki. Dia tak lain adalah Kevin, Si penjahat cinta.

"Waalaikum salam," sahut Emak dari dalam rumah.

Terlihat dengan jelas dari raut wajah Emak. Wanita anggun yang telah melahirkanku itu sangat kaget melihat kehadiran kedua tamu yang tak diundang.

"Ma--mau apa--."

Belum selesai Emak bicara, tiba-tiba Kevin bersujud di kaki Emak, meminta maaf seraya menangis tersedu-sedu. Entah tangisan apa yang lelaki itu keluarkan. Tangis buaya atau tangisan kadal.

Ups! Itu sama saja ya?

Aku hanya tersenyum sinis, melihat sandiwara keduanya.

"Maafkan Saya, Mak! Saya telah gagal mendidik anakku, Kevin," ucap wanita yang tak lain adalah mertuaku.

      Sementara itu Emak hanya terdiam, mungkin dia syok akan kejadian yang begitu mendadak. Sorot mata Emak kemudian tertuju pada mobil yang kunaiki, menggeleng, lalu memberi tanda agar aku segera turun.

     Cukup lama aku berpikir, enggan turun untuk menyambut mereka.

Rasa sakit ini belum lama pulih, haruskah kubiarkan goresan baru tercipta di sana?   Emak kembali menatapku dari jauh, berharap aku segera turun dan menemaninya menemui kedua orang itu. Dan akhirnya aku kuatkan hati, siapķan diri untuk ketentuan selanjutnya.

      Aku pun mulai turun dari mobil, melangkah sembari membawa Rossy yang tertidur lelap dalam gendonganku. Hatiku bimbang dan ragu. Apa tujuan mereka menemuiku?

Jujur. Hati ini masih teramat perih.

      Melihat kedatanganku, suami juga mertuaku bangkit dari duduknya dan segera menyongsong aku yang masih dengan sikap dinginku. Tanpa malu dan ragu mereka memelukku secara bergantian, membuat Rossy anakku terbangun.

"Sayang, Aku rindu kalian berdua." Kevin mengecupku juga Rossy secara bergantian.

"Mama juga kangen, Sayang!" sahut mertuaku seraya menarik tubuh Kevin lalu bergantian memelukku.

       Aku hanya mengukir senyum termanisku dengan kepahitan hati. Setelah mereka puas memberondongku dengan ciuman dan pelukan, aku melambaikan tangan pada Tesa. Memberi isyarat bahwa aku tidak jadi ikut liburan dengannya.

     Tesa mengangguk lalu mengangkat jempol tangannya sebelum pergi meninggalkan rumah kami. Dan perlahan kujatuhkan bobotku di samping Emak. Terlihat dengan jelas wajah mereka berseri, namun tak jua meninggalkan kesan malu yang berusaha mereka tutupi.

"Emh, anu ... ini Saya butuh tumpa--." Ucapan Kevin terhenti seketika, saat mamanya menyenggol anak lelakinya.

"Maksud Kevin itu, kedatangan kami kemari tidak lain untuk memperbaiki hubungan mereka berdua." Mertuaku menjelaskan semuanya panjang lebar.

Dari kepergian Kevin hingga alasan penolakannya yang tidak masuk akal.

"Begitulah, Nak. Mohon terima anak mama kembali ya, Sayang! Beri dia kesempatan." Kali ini mertuaku memohon seraya duduk di bawah kakiku.

      Aku yang masih bimbang langsung menatap Emak meminta pertimbangan darinya. Dan kulihat beliau mengangguk lalu menyentuh pundakku lembut.

"Baiklah, Ma. Nanti aku pikirkan lagi," ucapku seraya mengangkat tubuhnya untuk bangkit.

"Terima kasih, Sayang." Mertuaku bangkit lalu memelukku.

"Lihat istrimu Nining! Dia baik dan penyayang," puji mertuaku.

      Aku mencoba mengontrol hati yang carut marut. Tak tau harus sedih ataukah bahagia. Semua hadir secara tiba-tiba, di saat aku mulai bisa melupakan dan menata hidupku lagi.

"Ning, hantar mereka ke kamar tamu! Biar Rossy, Emak yang jaga," perintah emak kemudian. Walaupun terasa berat, tapi perintah emak tidak boleh kuabaikan.

"Mari!" Dengan berat hati kutunjukkan kamar mereka masing-masing.

     Usai menghantarkan mertua, aku lanjut menuju kamar tamu berikutnya untuk Kevin beristirahat.

Namun, tiba-tiba langkahku tertahan saat Kevin menarik tanganku hingga kami terjatuh di atas ranjang. Kilat dia mengecup bibirku.

      Perlawanan kulakukan sebisaku, tapi semakin aku gigih menolaknya semakin kuat dia merengkuh tubuhku. Nafasku yang tak beraturan tidak pula dia hiraukan.

Kevin dengan cepat mengganti posisi, kini dia tepat berada di atas tubuhku.

"Le--lepaskan!" Aku memohon agar dia bisa merubah keinginannya saat ini.

"Jangan harap Aku akan melepaskanmu, Ning. Sekarang kamu terlihat lebih menggoda," jawabnya dengan bibir terus mengecup leherku.

     Jujur. Aku semakin terbuai dengan permainannya. Hampir lima tahun lamanya kami terpisah, dan Aku sungguh merindukan semua sentuhan itu. Sentuhan yang dulu selalu dia curahkan hanya untukku.

      Mungkin karena sudah lama kami tidak bertemu membuat permainan ini terasa berbeda. Jantungku terasa bergetar hebat, begitu pun rasa yang menguasai diri ini.

Rasa yang sama, waktu pertama kali kami bercinta.

      Puas bermain di area wajahku, kini Kevin menuntun tanganku untuk menyentuh juniornya yang mulai mengeras. Sementara tangannya menyusup masuk ke dalam kaos yang kupakai dan mulai meremas payudaraku.

       Kemudian dibukanya pakaianku dan menghisap aset milikku secara bergantian. Tubuhku seketika menggelinjang kala tangannya memainkan area klitoris milikku.  Kujambak rambut Kevin seraya menekan kuat kepalanya ke dadaku. Napas kami saling memburu mengimbangi adegan panas yang tengah terjadi.

     Napsu membutakan segalanya, membuat kami lupa tentang status yang perlu diperbarui lagi. Nikmatnya membawaku terbang jauh, hingga mudah melupakan lara yang telah tercipta karena dia.

      Tanpa terasa kami sudah tidak memakai apapun. Kevin menatap tubuhku penuh garah, seakan ingin memangsaku hidup-hidup. Berulang kali dia menelan salivanya sendiri. Kemudian Kevin mengarahkan miliknya ke inti tubuhku.

      Terasa geli di sekitar area sensitiveku, meski miliknya hanya melesat di antara pahaku. Ya, dia mengurungkan niatnya karena tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar.

Terlihat raut kecewa dari wajahnya. Dengan geram Kevin menyambar handuk yang tak jauh dari ranjang lalu membuka pintu. Sementara Aku hanya melihatnya sekilas dari balik selimut.

Aneh, siapa dia?

Kenapa mereka seperti tengah berciuman?

Mungkinkah???

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status