Kevin adalah sahabat Pras yang paling dekat. Namun, beberapa kali ia menyatakan cinta kepadaku. Dan hari itu saat aku tengah berjalan menuju ruang laboratorium.
Tiba-tiba sebuah tangan menarikku cepat, lalu membawaku ke dalam gudang yang ada di kampus tempatku mengenyam ilmu. Seketika mataku melotot saat dia mendekap dan mencium bibirku hangat. Bagaikan ada sebuah setrum yang menjalar santai menyusuri setiap lekuk tubuhku. Pria itu terus melumat bibirku tanpa memberi jeda, sedangkan tangan kanannya meremas-remas kedua aset milikku dengan gemas. Dan sungguh aku menikmatinya.Beberapa menit kemudian, ciumannya mulai mengendur, dan menyisakan diriku yang masih ngos-ngosan. Kutatap wajahnya yang cukup ganteng bagiku saat itu."Maaf, aku lancang menciummu. Tapi sungguh aku mencintaimu, Ning," ucap pria itu. Dia adalah Kevin, sahabat Pras. Aku tersenyum lalu mengusap bibirku dengan tisu. Perlahan dia mendekatkan kembali wajahnya dan melumat bibir ini hangat. Kali ini aku tidak diam saja menerima serangan darinya. Kubalas ciumannya perlahan dan meremas juniornya yang mulai mengeras. Ini memang gila, entah mendapatkan keberanian dari mana. Sehingga aku bisa melakukan hal yang belum pernah aku lakukan sebelumnya, saat bersama Pras. Adegan itu berlangsung cukup lama, begitu santai tapi pasti. Sesaat kami terbuai oleh nafsu belaka, hingga suara seseorang berhasil menyadarkanku. Suara itu terus memanggil namaku dari jauh.Yah, Pras tengah mencariku.Segera kulepas pelukan dan membenahi diriku yang berantakan. "Pras mencariku," bisikku pada lelaki yang terus saja mencumbuku. Aku hendak keluar dari gudang dan menemui kekasihku, Pras. Namun belum sempat kaki ini melangkah lagi-lagi Kevin menarik tanganku lalu menyambar benda kenyal milikku.Kami pun kembali terbuai dalam kenikmatan yang semakin menggila."Ning, kau kah yang ada di dalam?" Suara itu terdengar tepat di depan pintu gudang.Hening. Bingung tak tau harus berbuat apa."Ning ! Sayang !" panggilnya lagi. Terdengar suara knop pintu yang diputar pelan."Aaaa ...!" teriakku pura-pura kaget.Pras langsung membekap mulutku dengan tangannya."Hush, diam. Apa-apaan sih kamu itu. Pake jerit segala," ucap kekasihku yang tengah memeluk sambil mengelus rambutku manja."Aku kaget tau ...," protesku dengan bibir mengerucut. Pras menelisik keadaanku yang sudah tak rapi lagi. Jelas aku mulai panik, takut bila pengkhianatan yang kulakukan terbongkar olehnya. Jujur meski dia bukan lelaki romantis, tapi aku sangat mencintainya. Tak ingin kehilangan? Itu pasti.Yah, mungkin aku memang egois, tapi aku juga ingin dimanja.Salahkah aku?"Kamu ngapain sih, di sini," tanya Pras kemudian."Umh, lagi nyari kardus bekas," kilahku."Untuk?" tanyanya lagi. Penasaran.
"Mau buat nyimpen buku-buku bekas." Pras menaikkan alisnya."Sudah dapat?"Aku jawab dengan anggukan, menggandeng tangannya lalu beranjak meninggalkan gudang tersebut. Kulirik sesaat ke arah tumpukan kardus di pojok ruangan, di mana Kevin bersembunyi sebelum akhirnya menutup pintu.
Dan malam itu tanpa sengaja aku dan Kevin kembali bertemu. Aku baru saja membeli makanan saat hujan mengguyur. Dan Kevin menawarkan diri untuk mengantarkan pulang. Tapi, karena jarak ke rumahku lebih jauh, kami pun mampir di rumah Kevin yang memang tidak terlalu jauh.
"Masuklah," Kevin memerintah lembut.
Kami memasuki rumah dengan tubuh basah. Air mengucur dari terusan yang dikenakannya, tubuh menggigil juga gemetar yang tidak tertahankan.
"Ada handuk di kamar mandi, kenakan itu untuk mengeringkan tubuhmu,” kata Kevin.
Aku menuruti dan langsung menuju kamar mandi. Benar apa yang Kevin katakan, ada handuk dan jubah mandi. Aku memutuskan untuk melepaskan pakaian dalam yang telah basah, dan memakai jubah mandi itu. Hujan masih deras, biar nanti aku ganti kembali saat hendak pulang ke rumah.
Dengan sedikit malu, aku keluar dari kamar mandi, ternyata Kevin sudah berada di luar kamar mandi.
"Sudah lebih hangat?" tanyanya
"Ya," jawabku malu.
Tak lama Kevin telah selesai, aku melihat bulu-bulu kaki, tubuh tingginya dan dia juga mengenakan jubah mandi yang sama denganku.
"Aku, ada apa? Kenapa wajahmu tampak ketakutan?" tanyanya.
“Hmm ...a-aku hanya kedinginan,” jawabku
Kevin semakin mendekat, ia dapat merasakan aroma khas pria itu meski sudah terkena hujan sekali pun. Kevin menatap wajahku yang tanpa polesan lagi.
"Kamu mau menonton televisi?" Tanyanya. Aku melongo, tapi tak kuat menahan tawa. Kami pun tersenyum dan hal itu mencairkan suasana yang sedikit tegang.
"Sebentar, aku ambilkan sesuatu." Aku mengangguk dan Kevin pun pergi, tak lama ia datang dengan sebungkus coklat di tangannya.
"Kamu suka cokelat kan?” tanyanya
"Tidak terlalu sih, tapi terima kasih, ya.”
"Kalau begitu, makanlah. Hujan tadi membuatmu lapar 'kan?"
Ah, Kevin sangat tahu. Apa dia mendengar perutku yang berteriak terus menerus? Ash! aku membuka bungkus cokelat itu, menikmati sambil menonton.
Suasana malam yang hanya terdengar hujan deras, membuatku semakin gemetar, aku terus memakan cokelat sampai habis. Kevin yang melihatku menggigil langsung membungkus tanganku dengan tangan kekarnya. Memberikan kehangatan menggosok lembut tanganku
Ah! Sentuhan Kevin mulai menghangat, aku menatap wajah pria itu sesekali menarik napas panjang.
Kenapa kami harus terjebak?
Kevin menatap sendu, hingga tatapan mereka saling beradu. Jantungku sudah tidak bisa diajak kompromi. Jika Kevin tergoda, apa yang harus aku katakan? Ini adalah kali pertama bagiku, bagi Kevin?
Kevin mendekatkan bibirnya ke arah leherku. Memulai dengan kecupan-kecupan kecil di leherku hingga aku mendesah perlahan. Aku tidak mampu lari atau mengakhirinya karena jujur aku pun mulai menikmati sentuhan Kevin.
"Kamu mau 'kan? Aku akan menghangatkanmu."
Ya Tuhan.
Aku merasakan tubuhku seperti terkena lem super, tidak mampu menjawab atau menolak. Dengan sigap, merasa jika aku memberikan kekuasaan atas tubuhku Kevin langsung mengangkatku lalu merebahkan tubuh mungilku di atas kasur. Aku benar-benar menegang parah, tapi tidak bisa melepaskan pandangan terhadap Kevin.
"Jangan menegang, rilex-lah. Aku akan memperlakukanmu sebaik mungkin, katakan jika aku menyakitimu. Itu hak kamu," ucap Kevin pelan dan lembut.
Seperti apa rasanya, aku benar-benar pasrah.
Aku berusaha untuk rileks dan menikmati sentuhan demi sentuhan yang diberikan oleh Kevin disekujur tubuhku. Hingga tanpa aku sadari bahwa saat ini tubuhku telah polos tanpa sehelai benang pun. Kevin melakukannya dengan sangat hati-hati, membuka jubah mandi tersebut. Menatap keindahhan tubuhku yang sangat mulus. Aku memang selalu merawat kulitku dengan baik.
Hasrat Kevin semakin menggebu, ia melepaskan jubah mandinya dan memperlihatkan miliknya yang hebat. Kali pertama aku menatap tubuh besar, kekar dan gagah tersebut tanpa benang menutupinya. Tubuh Kevin memang sangat sempurna.
Kevin menindihku pelan. Ia tidak ingin jika aku kesakitan dan menjadi trauma di malam sentuhan mereka menyatu pertama kali.
Perlahan, Kevin kembali mengecupi teruk leherku hingga napasku tersengal. Namun , jujur aku mulai menikmati. Tangan kokoh itu menuju rambutku, melepaskan cepolannya dan membiarkan rambut basahku tergerai indah.
Kevin melumat bibirku dan meremas sepasang bukit kembar milikku itu perlahan hingga Aku melenguh nikmat. Pria itu tengah mengarahkan miliknya, menuju pusat inti tubuhku dengan sangat hati-hati. Ia tidak tahu, ini adalah pertama bagiku tapi tetap saja ia memperlakukan sangat lembut.
Perlahan dengan sedikit memaksa masuk barulah ia berhasil menyatukan tubuh kami. Air mataku menetes seketika. Namun, Kevin menghapusnya perlahan sambil menatap penuh ketulusan.
"Sakit? Katakan, jika aku menyakitimu." Tanya Kevin parau.
Aku mengangguk polos sambil menggigit bibirperlahan. Kevin membelai rambutku dan memulainya dengan perlahan-lahan sampai ia melihatku mulai menikmati permainan hangat kami. Dan, saat mencapai puncaknya dan ritme mengencang spontan aku memeluk Kevin dengan kuat dan membiarkan Kevin mengeluarkan semua di dalam rahimku. Kevin mengecup dahiku dengan lembut.
Dan setelah semua terjadi aku hanya bisa menyesalinya. Apa yang seharusnya aku berikan kepada suamiku kelak hilanglah sudah.
“Ba-bagaimana jika aku hamil?” tanyaku lirih. Kevin melumat kembali bibirku dengan lembut lalu mencium keningku.
“Aku akan bertanggung jawab.”
Hari pun berganti, waktu berlalu dengan begitu cepatnya. Hubungan gelap antara aku dan Kevin terjalin begitu rapi dan indah. Tanpa Pras ketahui, hingga detik di mana terjadi perubahan pada tubuhku. Di situ aku tau bahwa sirkulasi bulananku telah lama berlalu.Panik. Segera aku mencari tes kehamilan di apotik terdekat."Kevin, tolong temui aku di tempat biasa." Segera kustarter motor matic kesayangan menuju cafe yang biasa kami kunjungi. Setengah jam kemudian sampai juga di tempat yang kutuju. Kulihat dari jauh Kevin melambaikan tangan. Cepat kuparkirkan motorku kemudian menghampirinya."Hai, Sayang!" Dia meraih tanganku lalu mencium pipi kanan dan kiriku."Santai, Sayang. Coba jelaskan apa yang membuatmu menemuiku secara mendadak gini," ucapnya lagi.Tanpa menjawab pertanyaan darinya, aku merogoh tas dan memberikan benda pipih kecil seperti li
Pasca melahirkan anak pertamaku, aku bingung harus dengan apa membayar biaya persalinan. Kutatap wajah emak yang sayu, beliau balik menatapku penuh iba. Sejenak kemudian aku menangis dalam dekapan tubuh emak yang mulai renta. Tangannya mengusap pundakku lembut, menghangatkan."Mak, jual saja TV yang ada di kontrakan!" ucapku seraya mengurai pelukan, menatap wajah Emak pilu."Mana cukup uangnya buat bayar bu bidan." Emak menatapku penuh arti."Semoga saja cukup, Mak." Ku usap air mata di pipi dan melangkah menuju kamar mandi. Ingatanku melayang ke masa lalu di mana kedua orangtuaku ingin menjodohkan diriku."Nduk, Bapak sama emakmu sepakat untuk menjodohkanmu dengan anak Pak Dahlan."Aku terkejut mendengar pernyataan bapak yang tiba-tiba."Tapi, Pak. Nining kan udah besar, Nining ndak mau sama orang yang belum Nining kenal," jawabku seraya bangkit hendak me
Waktu pun berlalu, hampir satu tahun aku tinggal bersama kedua orang tuaku. Namun, sekarang berbeda, aku tidak lagi menganggur, aku telah bekerja di salah satu swalayan terbesar di kotaku. Lumayan, selain bisa untuk membeli susu untuk Rossy, aku juga bisa terhibur oleh kesibukkanku."Ning, tidak kerja, Nduk?" tanya emak padaku."Ndak, Mak. Nining ambil cuti pengen ngajak Rossy jalan-jalan." Aku mengemasi barangku dalam tas, begitupun perlengkapan milik anakku, Rossy."Perginya dengan siapa, Nduk?" tanya emak penasaran."Tesa, Mak. Temen kerja.""Yo wis, yang penting hati-hati di sana, jaga Rossy dengan baik," ucap emak sebelum berlalu. Usai mengemasi barang-barang, aku menuju teras, menunggu Tesa menjemputku. Tak lama berselang sebuah mobil berwarna hijau berhenti tepat di depan rumah, seorang wanita cantik melambaikan tangan padaku."Ning, ayok buruan! Keburu macet," teriaknya sembari me
Sesaat kemudian, kulihat Kevin berjalan keluar mengikuti orang yang telah memanggilnya. Tentunya masih dengan keadaan setengah telanjang. Tak tau dia pergi ke mana, aku pun segera membersihkan diri dan memakai kembali baju yang tadi kukenakan. Kulihat di luar, kosong, tidak ada seorang pun di sana. Apakah Kevin menemui mamanya? Atau? Pikiranku terus berkelana hingga sebuah panggilan ditujukan padaku. "Ning, sini, Nduk! Bapak mu mau bicara," panggil Emak seraya melambaikan tangan. Aku pun gegas menuju ruang keluarga, tapi seketika langkahku terhenti mana kala kudengar suara desahan dari kamar tamu. Segera kutajamkan pendengaranku pada daun pintu. Namun, tiba-tiba ada seseorang yang menarik daun telingaku. "A--aaww!" Emak menjewerku seraya manggut-manggut. "Bagus ya! Siapa yang ngajarin?" tanya Emak dengan tangan masih menjewerku. "Lepas, Mak! Sakit," pin
Hari ini pertama kalinya aku meninggalkan anakku Rossy bersama ayah juga neneknya.Rasa khawatir pasti ada, tapi harus kuketepikan semua itu. Aku harus memulai hidup baru, dan memberi kepercayaan untuk suamiku. Bagaimanapun Kevin adalah ayah biologist anakku Rossy.Usai menghabiskan sarapan bersama mereka, aku pun bersiap-siap untuk bekerja."Mas, Aku pergi kerja dulu, ya?" Aku menjabat tangan suamiku lalu menciumnya dengan takzim. Kemudian kuhampiri Rossy yang tengah duduk bermain boneka bersama mertua di ruang tengah lalu berpamitan dengannya, "Sayang, Mama pergi kerja dulu, ya? Rossy baik-baik di rumah sama ayah dan nenek. Jangan nakal, ok!" Usai berpamitan aku pun berangkat bekerja dengan menaiki mob
"Nining ...!" Aku menoleh ke arah suara yang sangat familiar tersebut.Nampak emak tersenyum seraya merentangkan kedua tangannya.Kuurungkan niatku yang menggebu, mengabaikan rasa penasaran yang besar akan kamar tamuku.Segera berhambur ke pelukan emak yang sudah menungguku dari tadi."Kenapa gak bilang to, Mak kalau mau datang. Kan bisa Nining jemput," ucapku seraya mengendurkan pelukan."Kenapa musti dijemput, kan Emak bisa datang sendiri," sahut Bapak dengan menenteng beberapa plastik berukuran besar."Apalagi itu, Pak." Aku menghampiri Bapak, meraih tangannya lalu menciumnya dengan takzim."Ini ada sedikit oleh-oleh, hasil dari kebun belakang rumah.""Rumah kok sepi, Ning. Kevin sama mertuamu kemana?" timpal Emak setelah menjatuhkan bobotnya di lantai."Entahlah, dari pagi mereka belum kelihatan. Mungkin pergi ke t
"Hi, Sayang ...!" Seketika aku langsung menoleh ke arah suara, kaget.Nampak Tesa berjalan ke arahku sembari memegangi perutnya yang mulai membuncit. Sontak kutarik kembali tangan ini yang siap menjambak rambut lelakiku."Hi, Tes. Kok tumben ke sini, kagak masuk kerja lu?" Tesa menggeleng sambil memamerkan senyuman termanisnya. Kevin yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya langsung menekan tombol merah dan menyimpan benda pipih berwarna hitam itu ke sakunya."Ha--hai, Tesa. Lama tidak melihatmu. Kamu terlihat cantik hari ini," goda Kevin dengan tatapan tanpa berkedip."Thank,s Vin. Kamu pun nampak gagah dengan menggunakan celana renang itu." What? Apa-apaan ini. Mereka dengan gamblang saling lempar pujian, tanpa menghiraukan aku yang kegerahan
"Lagi ngapain kalian?" tanya mertuaku saat muncul dengan menggunakan kostum, siap mengikuti kelas yoga yang diadakan di komplek ini. Dia bingung dengan posisi kami saat ini. Yah, kami duduk berpangkuan, sementara junior milik Kevin masih bersarang manja pada organ intimku."Lagi yayang-yayangan, Ma," jawab Kevin seraya menahan hasrat."Ma, tolong bangunin Rossy bentar, Nining keburu berangkat kerja," pinta Kevin kemudian saat mamahnya hendak mendekat. Mama pun berlalu dengan mulut yang mengerucut, kesal.Saat mertuaku sudah tidak terlihat lagi, dengan cepat Kevin kembali menggoyangkan tubuhnya hingga permainan kami mencapai klimaks. Di tempat kerja.Hari ini aku memulai kerja tanpa semangat, tidak seperti biasanya.Badanku terasa capek semua.