Home / Rumah Tangga / TETANGGA WITH BENEFIT / Brine & Barrel 🍻

Share

Brine & Barrel 🍻

Author: DityaR
last update Last Updated: 2025-08-01 01:12:56

୨ৎ M A Y A જ⁀➴

Aku masuk ke tempat acara duka yang ternyata digelar di Bar, dan seketika suasananya berubah seperti film horor, semua orang mendadak diam.

Sebenarnya Mama sudah mengingatkanku, sih. Dia ingin banget ikut aku ke Pecang, tapi aku bilang kalau aku bisa handle sendiri.

“Kamu nggak mengerti kota kecil. Kamu enggak bakal disambut pakai karpet merah,” katanya waktu itu.

Sebenarnya, kadang aku bersyukur punya Mama yang overprotektif. Tapi kadang juga kesal. Kayaknya Papa sampai harus mengikatnya di kursi biar dia enggak menyusulku ke sini.

Aku senyum kecil, terus mataku langsung menemukan Karin, anaknya almarhum. Dari tadi dia dikelilingi orang terus, bahkan sampai sekarang. Awalnya aku pikir semua bakal minum, makan, dan cerita-cerita kenangan manis bareng Mamanya, jadi aku bisa menyelinap buat ngobrol sebentar sama Karin.

Tapi rencana tinggal rencana. Semua mata sekarang mengarah kepadaku. Jadi ya sudah, aku langsung menuju meja makanan, biar saja orang-orang mikir kalau aku cuma mau ngemil. Jadi aku ambil piring kecil. Enggak lapar, sih sebenarnya, tapi rasanya enggak sopan kalau cuma berdiri bengong kayak patung.

Aku menemukan spot di pojokan, tertutup sama sekelompok orang yang lagi membahas lomba desa entah apa. Aku duduk diam, menunggu momen yang pas.

Terus, ada cowok datang, mengisi gelasku tanpa diminta.

“Mau minum?” tawarnya.

Cowok ini cakep. Rambut pendek rapi, tapi lengannya penuh tato, senyumannya ... ya ampun, ini, sih senyum yang bisa bikin cewek-cewek lupa diri.

“Ah, enggak deh,” balasku sambil angkat tangan menolak, tapi dia malah menyodorkan gelas itu kepadaku tanpa peduli.

“Itu racikanku sendiri. Aku bakal tersinggung kalau kamu enggak nyicipin,” katanya sambil duduk, tarik bangku pakai kaki.

Aku menengok ke belakang, setengah isi ruangan lagi pada memperhatikan kita.

“Cuekin aja. Orang kampung emang suka usil dan enggak punya kerjaan,” katanya santai sambil melambai ke mereka.

Sepertinya cowok ini memang manarik perhatian orang-orang. Dan aku ingin banget jadi kebalikannya sekarang.

“Aku Danny. Danny Sunya,” katanya sambil mengulurkan tangan.

Aku pun menjabatnya. Tapi tatapannya langsung melirikku dari atas ke bawah, seperti lagi mengukur baju yang mau dibeli. Entah karena memang libido aku hilang sejak sampai di kota ini atau cowok ini sebenarnya enggak terlalu menggoda, tapi biasanya, sih aku bakal klepek-klepek. Tapi sekarang?

Biasa saja.

“Hai, Danny Sunya.” Aku sengaja engga menyebut namaku. Aku ambil langkah aman, pura-pura sibuk menyeruput Bir. “Enak juga.”

Dia berkedip, yakin kalau minumannya benar-benar enak. Biasanya, sih aku malah ilfil sama yang terlalu percaya diri begini, tapi kali ini? Masih enggak ada rasa.

Terus suasana makin ramai, dan aku mengintip lagi ke belakang. Enggak ada yang memperhatikan kita, kecuali satu cowok. Dia yang tadi ngobrol sama dua cewek di luar. Sekarang lagi bicara sama seseorang, tapi matanya beberapa kali melirik ke arah kita.

“Eh, cewek misterius,” kata Danny. “Sekedar info, sekarang lagi banyak gosip bermunculan, lho.”

“Gosip apaan?”

Dia tertawa kencang sampai orang di belakang kita menoleh. “Gosip tentang kamu. Dan aku ini sebagai duta gosip di sini, haha.”

Aku miringkan kepala. “Duta buat ngungkapin siapa aku?”

Dia tengok-tengok dulu sebelum jawab, “Iya. Tapi aku bisa juga jadi tim penyambutan pribadi kalau kamu mau.”

“Tim penyambutan?”

Danny ini sudah terbiasa kali, ya meluluhkan hati cewek cukup dengan senyuman, dan dia pikir dia bisa meluluhkanku juga.

“kamu tahu, kan konsep welcome wagon?” Aku makin bingung. Alisku makin naik. “Yaa … Itu hal biasa di Pecang. Tim penyambutan bakal datangin pendatang baru, kasih selebaran restoran, info warga, hal-hal kayak gitu,” jelasnya sambil memperhatikanku dari ujung rambut sampai tumit. “Kamu kelihatan bukan orang sini. Mungkin kamu butuh Tour Guide, cowok Pecang asli.”

“Berarti kamu orang terakhir yang pantas nyambut dia.” Cowok yang dari luar tadi mendatangi kita, menepuk pundaknya Danny. “Dia tuh aslinya bukan dari Pecang, cuma suka nyamar aja kalau lagi ada cewek!”

Aku tertawa, dan Danny memperhatikanku kayak enggak percaya kalau aku bisa terbahak-bahak.

“Kenalin nih, Aldani … Sunya,” kata Danny, dan Aldani langsung mengulurkan tangannya ke arahku.

Aku pun meraih tangan itu dan … buset, ada sensasi aneh yang naik dari lenganku. Dia senyum, dan napasku seperti langsung diambil.

Nah ini baru!

Ini sensasi yang biasa aku dapat kalau cowok cakep mendekatiku. Aku lirik Danny sebentar, bertanya-tanya, kenapa enggak ada efek ini pas sama dia, ya?

“Jadi … kalian kakak adik?”

Mereka sama-sama geleng. “Sepupu.”

Oke. Pantas saja auranya beda. Rambut Aldani lebih panjang, agak gelap dan berombak. Dia juga punya jenggot tipis yang kayaknya enak buat menggesek ... Ah, kenapa jadi mikir ke sana, sih?

“Dingin, ya,” ucapku sambil menyeruput bir.

Aldani mengangguk, ambil gelas kosong di tengah meja, terus menuangkan bir dari pitcher lain.

“Coba yang ini deh. Kamu bakal lebih suka.” Dia melangkah melewati Danny buat taruh gelas baru itu di depanku.

Danny cemberut, “Dia udah minum bir terbaik kita, bro.”

“Jadi kalian yang bikin minuman ini?” Aku angkat alis.

Mereka saling tatap, terus Aldani jawab, “Kita yang punya tempat ini.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TETANGGA WITH BENEFIT   Surat Wasiat 📝

    ୨ৎ M A Y A જ⁀➴Besok paginya, aku naik Grabcar dari salah satu Resort di Bangora, langsung ke kantor pengacara. Malas banget kalau aku harus balik dulu ke Pecang.Aku turun dari mobil, berdiri di bawah papan bertuliskan Eifel Botman, Pengacara. Begitu masuk, bel ruangan kecil itu langsung berbunyi. Di balik meja resepsionis duduk ibu-ibu paruh baya yang sepertinya sempat kulihat juga waktu pemakaman kemarin.Dia melirik ke atas, matanya langsung melebar. "Oh, halo," katanya sambil menunduk lagi. "Kamu Maya, ya?"Aku mengangguk pelan."Sebentar, ya. Aku cek dulu Pak Botman-nya udah siap apa belum." Dia senyum ramah, lalu jalan ke lorong kecil di belakangnya.Aku duduk di ruang tunggu, sambil berpikir, "Aku pingin banget ngobrol dulu sama Karin sebelum lakuin semua ini. Tapi ya udah, lah …."Perutku rasanya mual setiap kali membayangkan bagaimana reaksi dia begitu tahu kalau aku sudah di kota ini. Tapi bisa saja dia memang tahu. Atau justru enggak pernah dikasih tahu apa-apa selama in

  • TETANGGA WITH BENEFIT   Untuk Apa Menikah? ❤️‍🩹

    Aku peluk dia. Aku tahu banget rasanya. Aku pernah ada di posisi dia dulu.“Tapi percaya, deh, suatu hari nanti waktu kamu inget dia, rasanya enggak sesakit sekarang.”Dia balas pelukanku. “Makasih buat semuanya.”Aku mengangguk.“Kamu di sini, ternyata.” Alvaro masuk, menginjak kain dan benang yang berserakan di lantai.Karin senyum ke dia. “Aku di sini. Bisa anter aku pulang, ya?”Alvaro mengangguk dan langsung melingkarkan lengannya di bahu Karin. “Ayo.”“Makasih, Karin,” kataku.Dia balik badan. "Sama-sama."Alvaro lagi menjaganya soalnya kita tahu bagaimana rasanya kehilangan orang tua. Karin kehilangan dua-duanya sekaligus neneknya. Keluargaku memang menyebalkan, tapi aku enggak bisa membayangkan hidup sendirian tanpa siapa-siapa.Waktu aku hampir memasukkan kunci itu ke kantong, Danny tiba-tiba muncul di pintu. "Jadi benaran?""Apaan?""Dia ngasih kunci itu ke kamu? Dia bakal jual tempat ini ke kita?"Aku melihat-lihat ruangan ini, memikirkan seberapa banyak kita harus renovasi

  • TETANGGA WITH BENEFIT   Toko Jahit Mirrela 💐

    ୨ৎ A L D A N I જ⁀➴“Jangan-jangan kamu bikin dia kabur, ya?” Danny menghampiriku saat aku lagi memperhatikan si cewek pirang jalan keluar dari Bar. Dia sempat berhenti dekat Karin, kayaknya mau bicara sesuatu, tapi terus jalan lagi.Derrin langsung menyelip di antara aku dan Danny. “Katanya sih, acara berkabung tuh tempat semua rahasia kelam seseorang pada kebongkar.”Aku angkat tangan, malas banget dengar ocehannya Derrin sekarang.“Udah-udah, lihat tuh, dia kayaknya mau nyebrang jalan,” kata Danny sambil mengambilkan gelas. “Jelas-jelas ada yang aneh dari dia.”“Kenapa? Dia bilang sesuatu?” tanya Derrin.“Enggak. Tapi dia lebih milih Aldani daripada aku. Jelas itu udah tanda-tanda aneh banget,” kata Danny sambil geleng-geleng kepala.Aku tertawa dan dorong bahunya. “Kamu tahu kan, aku lebih jago ngegombal daripada kamu.”“Gombal apaan? Kamu aja enggak punya kenalan cewek satu pun di Pecang.”Tiba-tiba Alzian, adikku, masuk ke Bar pakai seragam Outdoor Tambangnya. Dia langsung mengha

  • TETANGGA WITH BENEFIT   Kita Tidak Sendiri 💔

    Aku lihat sekeliling. Tempat ini cocok banget sih sama vibe mereka. Ada tong-tong besar di balik kaca, meja-meja kayu gelap yang besar, TV-TV berjejer di atas Bar yang memutar pertandingan bola. Dan di tengah ada plang besar dari baja bertuliskan Brine & Barrel.“Tempatnya keren. Cuma … aku bukan pecinta bir, sih. Jadi enggak tahu aku bisa menilai atau enggak.”Danny menyodorkan Aldani ke arahku.“Coba aja kamu minum dikit terus bilang ke Aldani kalau bir aku lebih enak.”Senyum plus kedipan mata Danny itu kayak senjata maut. Pasti sudah sering bikin cewek klepek-klepek sampai ke ranjang.Aldani balas, “Kita dapet cuan dari dua-duanya, bro. Jadi ini gak gitu juga.”Aku mencicipi bir dari Aldani, terus langsung telan. Mereka berdua menunggu aku berkomentar.“Enak kok. Dua-duanya enak.”“Kalau kamu harus ngabisin satu gelas, kamu pilih yang mana?”“Hmm .…” Jujur aku lebih milih nge-review bir mereka daripada harus menjelaskan siapa aku sebenarnya.“Kayaknya aku lebih suka yang rasanya e

  • TETANGGA WITH BENEFIT   Brine & Barrel 🍻

    ୨ৎ M A Y A જ⁀➴Aku masuk ke tempat acara duka yang ternyata digelar di Bar, dan seketika suasananya berubah seperti film horor, semua orang mendadak diam.Sebenarnya Mama sudah mengingatkanku, sih. Dia ingin banget ikut aku ke Pecang, tapi aku bilang kalau aku bisa handle sendiri.“Kamu nggak mengerti kota kecil. Kamu enggak bakal disambut pakai karpet merah,” katanya waktu itu.Sebenarnya, kadang aku bersyukur punya Mama yang overprotektif. Tapi kadang juga kesal. Kayaknya Papa sampai harus mengikatnya di kursi biar dia enggak menyusulku ke sini.Aku senyum kecil, terus mataku langsung menemukan Karin, anaknya almarhum. Dari tadi dia dikelilingi orang terus, bahkan sampai sekarang. Awalnya aku pikir semua bakal minum, makan, dan cerita-cerita kenangan manis bareng Mamanya, jadi aku bisa menyelinap buat ngobrol sebentar sama Karin.Tapi rencana tinggal rencana. Semua mata sekarang mengarah kepadaku. Jadi ya sudah, aku langsung menuju meja makanan, biar saja orang-orang mikir kalau aku

  • TETANGGA WITH BENEFIT   Cewek Misterius 🕊️

    Aku lagi jalan balik ke Bar, mataku tiba-tiba menemukan cewek pirang duduk di bangku taman dekat caffe, Mellow Mug. Gayanya rapi banget, pakai celana hitam sama heels hitam, seperti habis datang dari pemakaman.Gak terlihat atasannya, karena tertutup jaket hitam. Mungkin dia salah satu tamu, lagi menunggu orang lain datang. Ada yang familiar dari mukanya, tapi aku enggak bisa menebak itu siapa. Mungkin kalau dia mengangkat sedikit matanya dari HP, aku bisa lebih yakin.“Itu dia,” kata Derrin. Aku menengok ke belakang dan melihat dua adik tiriku, Derrin sama Donna, berdiri di depan Bar.“Siapa memangnya?”Donna ngangkat bahu. “Dia ada di pemakaman tadi.”Aku jalan mendekat. “Makanya aku ngerasa kenal. Dia orang sini ya?”Ingat, Pecang itu kota kecil. Kalau kalian enggak kenal orangnya, minimal kalian bakal pernah lihat mukanya. Karena lagi bukan musim liburan, lihat orang asing bakal jarang banget, kecuali dari kota tetangga seperti Bangora. Tapi kalau dia ada di pemakaman, berarti dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status