Kira-kira pukul sebelas malam, Yu Shi disertai Cao Xun mengendap-endap menuju tembok tempat Yu Shi melihat "sang bola mata" siang tadi. Sebetulnya ia tidak ingin membawa Cao Xun turut serta, bagaimanapun ini adalah urusannya. Bila mereka sampai tertangkap prajurit, maka Cao Xun akan dihukum karena kesalahan yang tidak diperbuatnya.
"Tapi sekarang ini hanya kita berdualah yang merupakan orang Han. Kita senasib sepenanggungan satu sama lain. Kita harus saling membantu satu sama lain," ujar Cao Xun sungguh-sungguh. Melihat kesungguhan dan solidaritas Cao Xun yang begitu tulus, Yu Shi pun mengizinkannya menyertainya.
Mereka harus berjalan dengan mengendap-endap seperti maling untuk bisa menghindari penjagaan prajurit, karenanya setelah lama kemudian mereka baru dapat tiba di tempat tujuan. Suasana saat itu sunyi senyap, tak ada tanda-tanda kehadiran manusia sama sekali. Yu Shi melongok ke balik tembok. Tidak ada siapa-siapa.
Sekonyong-konyong ia merasakan ujung kerahnya disentuh halus dari belakang. Sangat terkejut, Yu Shi segera membalikkan tubuh. Ia dan Cao Xun kini terpekur menatap seseorang berdiri di hadapan mereka.
Orang itu kelihatannya sudah sangat tua, ditilik dari warna rambut serta janggut tipis-tipisnya yang telah memutih seluruhnya Yu Shi memperkirakan usianya sekitar enam puluhan atau bahkan lebih. Yu Shi yakin seratus persen orang inilah yang tadi siang mengadakan kontak mata dengannya, ia dapat dengan mudah mengingat sinar matanya - tenang, berkharisma, waspada pula bijaksana. Sorot mata seseorang yang memiliki kebijaksanaan sangat tinggi. Penampilannya sangat mengesankan, dan secara bersamaan pula membingungkan Yu Shi.
Tapi belum sempat ia membuka mulut, si orang tua melemparkan kerjapan yang maksudnya untuk melarangnya bertanya, kemudian membalikkan tubuh, menyusuri jalan-jalan setapak dengan langkah-langkah secepat dan seringan langkah kucing. Dia berjalan cepat sekali, Yu Shi dan Cao Xun sampai kesulitan mengikutinya. Perjalanan yang mereka tempuh juga sangat lama, begitu lamanya hingga Yu Shi mengira mereka bisa jadi telah keluar dari perbatasan terluar Yitmaizsk.
Tiba-tiba si pria tua menghentikan langkahnya.
"Sekarang kita sudah aman. Kita telah keluar dari Tukhestan. Ini adalah kota Cheng Shu yang juga masih merupakan wilayah Han - atau yang telah diganti namanya oleh si pengkhianat negara itu menjadi Liang."
Si pria tua tersenyum melihat kekagetan menghiasi wajah Yu Shi dan Cao Xun. Dia lalu menghampiri sebuah kereta lengkap dengan kuda yang tampaknya telah dipersiapkan sebelumnya. Dibukanya pintu kereta dan dipersilakannya kedua pemuda itu masuk.
"Akan tetapi bagaimanapun juga hal yang kita akan bicarakan ini sangatlah penting. Jauh lebih baik bila kita membicarakannya di rumahku."
Cao Xun tampak ragu-ragu untuk naik, di lain pihak Yu Shi dengan mantap memanjat naik ke dalam kereta kuda tersebut. Si pria tua tersenyum senang melihat Yu Shi sangat mempercayainya. Ia lalu mengangkat cambuknya, dan melecutkan pada si kuda pengangkut yang segera berderap maju.
Karena bagaimanapun juga, mau mati ataupun hidup, nasibku akan sama saja... aku hanyalah seorang budak yang sama remehnya dengan debu di jalanan. Sedangkan pancaran mata kakek ini menyiratkan bahwa ia bisa dipercaya, dan nampaknya ia tengah merancangkan sesuatu bagiku. Nah, sekarang akan kulihat, seperti apakah sebenarnya wujud rencananya tersebut.
Si pria tua memacu kudanya dengan kecepatan penuh sehingga mereka telah sampai di rumah kediaman si pria tua tak lama kemudian. Rumah kediaman yang walaupun kecil dan tidak mewah, namun menampakkan keasrian dan kedamaian layaknya sebuah rumah.
Seseorang tampak berdiri di depan pintu masuk - seorang wanita tua. Yu Shi menebak wanita ini semestinya adalah istri si pria tua. Wajahnya sama tuanya, serta sama bijaksana dengan si pria. Pula tutur katanya terdengar sangat lembut. "Syukurlah, kau pulang dengan selamat. Aku sudah sangat mengkhawatirkanmu semenjak tadi."
Si pria tua tersenyum kecil. "Kau sudah menyiapkan segalanya dengan baik, bukan?"
"Tentu saja. Apalagi mengingat kau akan datang dengan membawa tamu kehormatan," si wanita berujar seraya memandang Yu Shi. Lalu, ia membungkuk, seakan tengah memberi penghormatan.
"Hormat kepada Yang Mulia. Anda nampaknya telah melalui kehidupan yang sangat berat."
Mau tak mau Yu Shi terperangah.
"Kita bicarakan soal itu nanti saja, setelah berada di dalam," si pria tua yang segera melihat munculnya ketidaknyamanan buru-buru menarik isteri dan tamu-tamunya masuk ke dalam rumah.
"Baik. Di sini sudah sangat aman - atau lumayan aman, bila kau mengkhawatirkan mata-mata si pengkhianat," si pria tua menambahkan begitu menangkap pandangan sang isteri. Saat itu mereka sudah tiba di ruang keluarga yang cukup luas. Si orangtua mempersilakan kedua tamunya duduk di kursi panjang yang terletak di ujung ruangan, ia sendiri dan isterinya memilih tempat duduk yang persis berseberangan dengan mereka.
"Saya adalah Li Run Xiang, yang dulu pernah menjabat sebagai perdana menteri pada masa pemerintahan Kaisar Shang Xing, Ayah Anda. Apakah Yang Mulia masih mengingat saya?"
Yu Shi berusaha mengingat-ingat nama itu dan menghubungkannya dengan si pria tua. "Anda Perdana Menteri Li?" Ia ingat sekarang, Tuan Li Run Xiang adalah sepupu kakeknya yang juga menjabat sebagai Perdana Menteri - sebelum ia difitnah oleh Perdana Menteri Liang yang merebut kursi perdana menteri darinya - dan akhirnya toh merebut takhta kaisar juga. "Mengapa begitu berbeda?" Tapi kalau begitu, tidak heran jika dia mengenali identitasku. Sekarang yang masih membuatku heran, bagaimana caranya sampai ia bisa berhasil menemukanku.
"Si pengkhianat menyembunyikan perihal hukuman keluarga Anda dari kami, para pejabat negara. Bahkan sebetulnya ia juga ingin ikut menghukum buang saya. Beruntunglah, Menteri Yang menyelamatkan saya dengan mempengaruhi kaisar baru untuk tidak mengeluarkan saya dari pemerintahan. Saya masih memiliki tempat di istana walaupun kecil dan dibatasi, tapi setidaknya saya memiliki kesempatan untuk membantu Anda masuk ke dalam pemerintahan."
"Tuan Perdana Menteri... Anda ingin memasukkan saya ke dalam pemerintahan?..." Yu Shi mengernyitkan alis. "Saya ini seorang pesakitan!..."
"Bagaimanapun juga, Andalah pewaris takhta Naga yang sesungguhnya. Bukan si pengkhianat, atau siapapun juga. Tidak selain Anda." Tuan Li menatap Yu Shi lekat-lekat. "Si pengkhianat sama sekali tidak pantas menjadi kaisar. Ia berkoar-koar akan mengembalikan keamanan dan stabilitas politik, tapi apa yang diperbuatnya malah jauh lebih kacau. Bayangkan, ia malah melepaskan Yeong-Shan dan Pheu Kam sekarang..."
"Apa?!?" Yu Shi begitu kaget hingga terlonjak berdiri.
Tuan Li menggelengkan kepala, tampak putus asa. "Dan masih banyak lagi kekacauan yang dibuatnya. Bagaimanapun juga, kita harus menyingkirkannya! Dan Andalah... Pangeran Yu Shi... Andalah satu-satunya harapan bagi kami. Anda harus menurunkannya dari takhta, dan mengembalikan kejayaan Han Yang Agung seperti saat kakek Anda, Kaisar Wen Xing, berkuasa dulu."
Yu Shi tergugu. "Itu gagasan yang sangat luar biasa... dan sangat berbahaya. Aku..."
Nyonya Li dapat melihat keraguan di balik sorot mata Yu Shi. "Yang Mulia, suami saya telah mengerahkan segenap kekuatannya untuk nencapai hari ini. Tahukah Anda berapa lama waktu yang diperlukannya untuk dapat lepas dari pengawasan kaisar baru dan pergi menemukan Anda? Delapan tahun! Atau bahkan lebih! Begitu sulitnya kami menempuh kehidupan, namun kami optimis perjuangan kami ini tidak akan menghasilkan kesia-siaan. Dan kami mohon, Anda sebagai harapan suami saya janganlah malah mematahkan harapan itu sendiri. Anda boleh yakin, bila suami saya mengatakan ia optimis akan rencananya, maka rencana itu akan terwujud menjadi nyata. Dan Anda juga boleh percaya akan kemampuannya..."
"Saya sangat percaya akan kemampuan Tuan Perdana Menteri. Saya sendiri sudah melihat kebijaksanaannya dalam menjalankan pemerintahan. Tetapi..." Yu Shi menarik nafas. "Saya tidak mau bermimpi."
"Tentu saja sekarang ini kita jangan bermimpi dulu," sergah Tuan Li. "Aku juga tidak mengatakan besok Anda akan segera dilantik menjadi kaisar. Ini perihal serius yang harus disusun dengan waktu panjang dan lama yang membutuhkan kesabaran dan tekad kuat." Ia memandang Yu Shi dengan tajam. "Yang sekarang ingin aku ketahui adalah; maukah, dan mampukah Anda, bertahan dan berjuang untuk hal yang mungkin akan mengancam keselamatan Anda?"
Tanpa ragu Yu Shi mengangguk. "Jikalau hal itu bisa mengembalikan kejayaan Han Yang Agung, aku akan memperjuangkannya meskipun taruhannya adalah nyawaku!"
Tuan Li tersenyum, sangat lebar. "Terima kasih banyak atas kesediaan Anda..." Ia berpaling ke arah Cao Xun yang keberadaannya lamat-lamat telah dilupakan oleh seluruh ruangan. "Dan kau..."
Yu Shi segera tersadar akan Cao Xun. "Oh iya. Saya lupa memperkenalkan, ini Cao Xun, juga merupakan pesakitan yang dibuang dari Han. Hanya kami berdualah orang Han di Yitmaiszk sehingga kami sangat akrab dan kami berdua sudah seperti saudara kandung."
"Tuan Cao Xun, bagaimana denganmu? Kau bersedia, ikut dalam rencana kami ini?" Tuan Li menatapnya dengan sorot mata yang seakan berkata kau sudah kubebaskan dan kini nyawamu berada dalam genggamanku.
"Tentu saja, Tuan Li. Yu Shi sudah seperti saudara kandungku sendiri. Aku akan dengan senang hati membantu saudara kandungku sendiri." Cao Xun berujar mantap. "Hanya saja aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan bagi kalian. Aku toh hanya seorang mantan budak yang bedanya kini sudah lepas..."
"Begitu juga aku, Kakak Xun," Yu Shi menimpali.
"Lamat-lamat, kalian akan mengetahui sendiri jati diri kalian, dan misi kalian di muka bumi ini." Tuan Li memandang keluar jendela, memandang langit malam yang dihiasi kerlipan ribuan bintang. Ia menatap beberapa bintang dengan pendaran cahaya paling terang dan mencolok.
Konstelasi bintang mulai berubah. Semoga ini merupakan pertanda baik, batin Tuan Li harap-harap cemas.
Yu Shi menoleh ke arah Rong Xun. Sahabatnya mengangguk kecil. Walaupun tidak terucapkan kata-kata, namun pandangannya telah mengucapkan ribuan kata yang tak terungkap dengan teramat jelas. Yu Shi menengadahkan wajahnya, menegakkan tubuhnya, dan keluar dari tempat persembunyiannya, berjalan tepat menuju Tuan Li dan Feng Lan yang tak ayal sangat terkejut melihat kedatangannya. Feng Lan sampai terbelalak lebar. Sementara Tuan Li berdehem, dan pelan-pelan meninggalkan tempat mereka tanpa suara. Keadaan menjadi sangat hening. Mereka berdua hanya saling berhadapan tanpa berucap sepatah katapun. Sinar bulan berkedip, cahayanya menjadi lebih terang semenjak awan bergeser menjauhinya. Yu Shi mendehem. "Putri Feng Lan... aku telah mendengar seluruh percakapanmu dengan Guru Li..." Muncul semburat merah menghiasi pipi Feng Lan. "Ak
"Guru! Ini bukan soal dendam pribadi! Mereka adalah tawanan negara!" Rong Xun memotong. "Aku tidak sedang bicara padamu!" Rong Xun tergugu. "Tetapi kepadamu, Yu Shi. Walaupun kau kaisar, namun kau tetaplah muridku. Karenanya aku harus membimbingmu." Yu Shi hanya diam membisu. "Kakekmu adalah seorang yang terus menyimpan amarah masa lalu dan penderitaan yang tak bisa ia ungkapkan. Karenanyalah, ia bertindak sadis dan semena-mena terhadap orang lain. Karena ia tidak bisa memaafkan dunia dan masa lalunya. Tapi, walaupun ia telah meraih banyak kesuksesan, apakah ia bahagia? Tidak, ia selalu menderita. Makanya ia sangat menyesali mengapa tak daridulu ia membuang semua dendam dan amarahnya, dan saat ia ingin melakukannya, kematian telah menunggunya. Yu Shi, tahukah kau? Kau yang sekarang sama dengan kakekmu! Kau dikuasai amarah dan dendam! Padahal kakekmu mengharapkan keturunannya menjadi
Di pihak lain, di dalam sel. Ternyata Xiu Lan telah masuk ke sana. Setelah seharian ia berpikir, hanya ia sendiri yang menjalani hidup bahagia dan tenteram sementara keluarganya yang lain akan menjalani hukuman mati, ia merasa sangat resah. Ternyata Xiu Lan merupakan anak yang baik, hanya perilakunya saja yang memang kurang matang, namun hatinya sungguh baik. Ia pun menyusup masuk ke dalam sel, dan menuntut untuk ikut menjalani eksekusi bersama. Ying Lan sampai menangis terharu dan memeluknya erat-erat. "Kakak, jangan menangis. Kau membuatku sedih," kata Xiu Lan. Ying Lan mengusap airmatanya. "Kalau saja aku tahu akan jadi begini, aku akan baik-baik terhadapmu!..." Saat itulah Feng Lan tiba. Ia juga tercegang melihat keberadaan Xiu Lan. Di pihak lain, orang-orang dalam sel juga sama tercegangnya saat melihatnya. "Feng Lan, kau juga sama seperti kami?..." Ying Lan bertanya tak percaya
Mereka kini berjalan menyusuri istana, aula istana, lorong-lorong, taman dalam... dan mereka semuanya diam, hening. Feng Lan meremas jari-jari tangannya. Perjalanan yang mereka tempuh sungguh panjang, sebelum mereka tiba di akhir perjalanan mereka; Paviliun Shu Ling. Dikelilingi taman yang indah, Paviliun Shu Ling merupakan paviliun yang amat asri dan rindang. Seharusnya senantiasa terjadi percakapan yang menyenangkan hati di sana, namun kali ini suasananya berbeda - suasana yang dipenuhi ketegangan. Feng Lan meremas tangannya kuat-kuat. Ia pandangi Yu Shi yang masih tetap berjalan di depannya dan memunggunginya walaupun mereka telah sampai di tempat tujuan, sangat lama. Dan ketika Yu Shi membalikkan tubuhnya, Feng Lan dapat melihat ekspresi wajahnya yang sayu dan sendu. Feng Lan menggigit bibir. Ia sangat terkejut melihat raut wajah sang kaisar muda, yang kini banyak dipenuhi kerut, dan terdapat lingkar
Penyerangan Han ke Liang tidak memakan waktu lama. Sudah sangat terlambat bagi Liang untuk mempersiapkan diri. Walaupun kini Ying Lan bekerja ekstra keras untuk menutupi kegagalannya, ia tetap harus menerima bahwa, hanya dalam kurun waktu tiga minggu pintu gerbangnya telah dibuka dan para prajurit musuhpun dapat dengan mudah meringkus para anggota kerajaan. Termasuk pula Feng Lan. Feng Lan memang datang di saat yang tidak tepat. Saat ia tiba di istana bersamaan dengan saat ketibaan para prajurit Han. Otomatis ia ikut tertangkap. Tapi tak apa. Aku jadi bisa bertemu dengan Yu Shi, pikirnya saat berada dalam kereta tawanan. "Kakak... aku takut..." Di sebelahnya, Xiu Lan berkata, tangannya yang gemetaran hebat memegang erat tangan kakaknya. Feng Lan mengusap rambut adiknya. "Tenanglah. Ada kakak di sampingmu..." &
"Kabar baik, Paduka! Song telah kita kuasai!" Komandan Besar Rong Xun memberi laporan. Duduk di singgasana, Yu Shi mengangguk. "Bagus," jawabnya singkat. Kini, ia memang terkenal suka memberikan jawaban singkat. Jangan mengharapkan jawaban panjang darinya. Rong Xun melanjutkan, "Dan kini kami tengah mengarah ke sasaran terakhir kita - Liang." Seluruh menteri di aula yang sangat luas itu mendesah, bergairah. Pula mereka tahu bahwa menaklukkan Liang adalah harapan terbesar pemimpin mereka. Ketika Liang ditaklukkan, maka Han akan mengulang kejayaannya menguasai dunia seperti dahulu kala. Tidak sesuai dengan dugaan orang-orang, mimik Yu Shi sama kakunya dengan sebelumnya. "Laksanakan," katanya pendek. "Perintah dari Paduka Yang Mulia, Laksanakan!" Rong Xun berseru. Setiap orang pun langsung masuk ke posnya masing-masing, siap be