Home / Fantasi / Tabib Jenius / Bab 9 Hadiah Ulang Tahun

Share

Bab 9 Hadiah Ulang Tahun

Author: sainal
last update Last Updated: 2025-05-21 22:27:56

“Waktunya penampilan sang putri keluarga Wijaya,” ujar MC dengan nada khidmat.

“Mohon perhatian semuanya. Mari kita sambut… Putri Melati Wijaya!”

Lampu sorot beralih ke pintu besar di sisi kanan ruangan. Perlahan, pintu itu terbuka, dan suara lembut alat bantu gerak terdengar samar.

Ardin yang berdiri di samping Saraswati spontan memicingkan mata. “Hmm?”

Seorang gadis cantik muncul dari balik pintu, duduk di atas kursi roda, didorong pelan oleh seorang suster. Gadis itu mengenakan gaun putih kebiruan dari sutra tipis yang jatuh anggun, dihiasi bordir melati perak di bagian dada. Wajahnya pucat, namun kecantikannya terpancar kuat kulit bening seperti porselen, mata bening dan sayu, serta bibir merah alami yang kontras dengan pipinya yang pucat.

“Dia…” bisik Ardin tanpa sadar. “Punya aura kehidupan yang lemah, seperti sumbu lilin yang tinggal nyala terakhir.”

Saraswati menoleh. “Itu Putri Melati. Anak semata wayang keluarga Wijaya. Sejak kecil mengidap penyakit aneh. Banyak tabib dan d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tabib Jenius   Bab 10 Pil Kehidupan

    “Kamu terlalu banyak omong kosong, paling tidak aku kesini membawa hadiah dengan tulus untuk keluarga wijaya, walaupun itu palsu, tapi itu semua salah penjual karena menipuku.” Teriak Kiandra kepada ardin. Dia merasa malu dengan hadiah palsunya dia mengutuk penjual itu di dalam hatinya.“Kita semua telah mengeluarkan hadiah untuk putri melati, bukankah sekarang giliran tuan ardin memberikan hadiah juga kepada putri melati.” Tiba-tiba leonardo mengubah topik pembicaraan, kiandra adalah temannya jadi dia menolongnya dengan mengganti topik pembicaraannya, ia menganggap ardin tidak memiliki hadiah kalaupun ada itu hanya barang murahan karena latar belakangnya.Semua mata menoleh. Bisik-bisik mulai terdengar.“Itu Ardin Siregar? Yang katanya cuma asisten pribadi?”“Katanya cuma orang gunung”“Berani-beraninya dia ikut naik ke atas panggung?”Kemudian ardin melangkah ringan, tanpa canggung sedikit pun. Ia berdiri tepat di hadapan Melati dan menatap mata gadis itu.“Selamat ulang tahun, Non

  • Tabib Jenius   Bab 9 Hadiah Ulang Tahun

    “Waktunya penampilan sang putri keluarga Wijaya,” ujar MC dengan nada khidmat. “Mohon perhatian semuanya. Mari kita sambut… Putri Melati Wijaya!”Lampu sorot beralih ke pintu besar di sisi kanan ruangan. Perlahan, pintu itu terbuka, dan suara lembut alat bantu gerak terdengar samar.Ardin yang berdiri di samping Saraswati spontan memicingkan mata. “Hmm?”Seorang gadis cantik muncul dari balik pintu, duduk di atas kursi roda, didorong pelan oleh seorang suster. Gadis itu mengenakan gaun putih kebiruan dari sutra tipis yang jatuh anggun, dihiasi bordir melati perak di bagian dada. Wajahnya pucat, namun kecantikannya terpancar kuat kulit bening seperti porselen, mata bening dan sayu, serta bibir merah alami yang kontras dengan pipinya yang pucat.“Dia…” bisik Ardin tanpa sadar. “Punya aura kehidupan yang lemah, seperti sumbu lilin yang tinggal nyala terakhir.”Saraswati menoleh. “Itu Putri Melati. Anak semata wayang keluarga Wijaya. Sejak kecil mengidap penyakit aneh. Banyak tabib dan d

  • Tabib Jenius   Bab 8 Empat Keluarga Besar

    Jakarta di malam hari tampak seperti lautan cahaya yang gemerlap. Dari kejauhan, langit kota metropolitan tampak seperti dibakar ribuan lentera, padahal hanya pantulan dari gedung-gedung tinggi yang menjulang. Di tengah kilau gemerlap itulah, Ardin Siregar berdiri di balkon kamar tamunya di rumah keluarga Marga, mengamati keramaian dengan sorot mata dalam yang penuh misteri.Sudah seminggu sejak konferensi pers itu, dan nama Ardin makin dikenal. Media sosial ramai membicarakannya. Ada yang menganggapnya hanya tukang akupunktur aneh, ada pula yang mulai menyebutnya Tabib Sakti dari Gunung Namun malam ini, Saraswati datang menemuinya di halaman belakang. Wanita muda itu mengenakan gaun hitam elegan, rambutnya digelung ke atas, memberi kesan anggun namun tetap kuat. Ardin sampai harus menelan ludah diam-diam saat melihatnya.“Ganti baju. Kita diundang ke ulang tahun anak keluarga Wijaya,” ujar Saraswati dingin, walau ada sorot mata aneh yang tak biasa.“Ah? Ulang tahun? Aku harus ikut j

  • Tabib Jenius   Bab 7 konferensi pers

    Gedung Marga Corporation hari itu dipenuhi wartawan dari berbagai media nasional. Karpet merah dibentangkan, spanduk besar bertuliskan “Konferensi Pers Marga Corporation Keajaiban Medis dan Masa Depan Pengobatan Modern” terpampang di atas panggung. Di dalam aula konferensi, puluhan kamera telah terpasang. Mikrofon disiapkan, dan para jurnalis memegang catatan, siap mencatat setiap kalimat yang terlontar. Di tengah keramaian itu, Ardin Siregar duduk dengan santai mengenakan kemeja putih yang sedikit kusut, celana kain sederhana, dan sandal gunung yang masih menempel di kakinya. Para wartawan memandang heran ini kah sosok yang menyembuhkan direktur utama Marga Corporation dengan hanya beberapa jarum? Di sisi Ardin, duduk Saraswati Marga dalam balutan jas putih elegan, wajahnya tegas namun anggun. Di barisan belakang, Paman Darsa, adik dari ayah Saraswati, duduk bersama putranya Leonardo. Mereka tampak tenang, namun sesekali saling berbisik dengan ekspresi waspada. Acara dimulai. S

  • Tabib Jenius   Bab 6 Cemburu

    Satu jam kemudian ketika mobil hitam sederhana berhenti di depan rumah keluarga Marga. Sebuah rumah besar bergaya kolonial modern berdiri megah di balik pagar besi hitam. Ardin turun lebih dulu, lalu membuka pintu untuk Naya. Gadis itu tampak ragu untuk keluar. “Kenapa?” tanya Ardin, menatapnya dengan bingung. “Aku… merasa tak enak. Ini rumah keluarga Marga. Aku hanya sekretaris,” jawab Naya pelan, menunduk. Ardin tertawa kecil. “Santai saja. Aku juga cuma asisten pribadi, dan lebih sering bikin onar.” Saat keduanya berjalan menuju gerbang, suara langkah kaki terdengar dari arah taman samping rumah. Sesosok wanita dengan rambut terikat rapi dan gaun santai berwarna putih muncul di balik taman. Saraswati Marga. Cahaya lampu taman menyinari wajahnya yang menawan namun datar. Matanya langsung tertuju pada Ardin… lalu pada Naya yang berdiri di sampingnya. Hening. Naya spontan memberi hormat, canggung. “Selamat malam, Nona Saraswati…” Saraswati tak menjawab. Pandangannya tajam, namu

  • Tabib Jenius   Bab 5 memasuki perusahaan

    Langit Jakarta tertutup awan kelabu ketika Ardin Siregar menginjakkan kaki untuk pertama kalinya ke kantor pusat Marga Corporation, gedung pencakar langit berlantai emat puluh yang menjulang angkuh di jantung ibu kota. Mengenakan kemeja putih yang sedikit kebesaran dan celana kain yang tak seirama warnanya, Ardin berdiri canggung di lobi mewah. Seorang satpam menatapnya curiga, namun begitu melihat kartu akses khusus dengan segel emas yang diberikan langsung oleh Kakek Marga, ia langsung membungkuk hormat. “Silakan naik, Tuan Ardin.” Ardin mengangguk ringan, lalu naik ke lantai dua puluh delapan, lantai khusus manajemen utama. “APA? KAU MEMAKSAKU MENERIMA DIA SEBAGAI ASISTEN PRIBADI?!” Saraswati mengeraskan suaranya di ruang rapat pribadi. Kakeknya hanya menyeruput teh dengan tenang di sudut ruangan. “Dia sudah disetujui oleh dewan direksi. Dan… dia tunanganmu. Setidaknya, beri dia kesempatan. Atau kau takut kalah saing?” “Dengan dia? Pemuda nyentrik yang bahkan tak tahu cara

  • Tabib Jenius   Bab 4 Tinggal dirumah sarah

    Rumah keluarga Marga bukan rumah biasa. Bangunan tiga lantai bergaya kolonial Belanda ini berdiri anggun di tengah taman tropis yang terawat rapi. Dindingnya dicat putih gading, pilar-pilarnya tinggi menjulang, dan lampu gantung kristal menghiasi ruang utama. Di tempat inilah para pewaris keluarga Marga dibesarkan tempat yang penuh aturan, etiket, dan keheningan. Namun, pagi itu… semua berubah. “NONA SARASWATI!!” teriak salah satu pembantu panik. Saraswati yang sedang sarapan dengan kalem di meja makan, dikejutkan oleh suara gaduh. Tak lama kemudian, seorang pemuda bertelanjang dada, mengenakan celana kain dan rambut berantakan, berlari melewati ruang makan sambil membawa ember. “Ada katak di kolam belakang! Tapi yang ini aneh, Qi-nya seperti melilit. Mungkin ini jenis katak spiritual!” seru Ardin riang, tanpa sadar bahwa ia baru saja mengganggu ketenangan rumah para bangsawan. “ARDIN!! APA KAU BISA BERSIKAP NORMAL SEDIKIT SAJA?!” “Normal? Bukannya semua orang harus bangun subuh

  • Tabib Jenius   Bab 3 Menyembuhkan Ayah Mertua

    Di dalam ruang rawat VIP Rumah Sakit Marga Husada, suasana terasa hening. Dinding ruangan putih bersih, aroma antiseptik menyeruak, dan mesin-mesin pemantau detak jantung berbunyi pelan, seperti irama waktu yang terus berdetak. Tuan Suryo Marga, ayah Saraswati, terbaring lemah. Wajahnya pucat, kulitnya mulai menguning, dan nafasnya tersengal seolah paru-parunya menolak bekerja. Dokter-dokter terbaik dari Jakarta, bahkan Singapura, telah memeriksanya. Namun tak satu pun bisa menjelaskan penyebab pasti dari sakitnya. Saraswati berdiri di sisi ranjang, memandang ayahnya dengan wajah keras namun mata sembab. Ia sangat mencintai ayahnya satu-satunya orang yang selalu mempercayai kemampuannya memimpin perusahaan di tengah kerasnya dunia korporat. Di sudut ruangan, berdiri Ardin Siregar. Jubah kelabunya tampak lusuh di antara pakaian formal para dokter dan perawat. Ia berjalan santai, meletakkan tas kain di meja, dan mulai mengeluarkan botol kecil berisi cairan hijau, serbuk hitam, dan

  • Tabib Jenius   Bab 2 Tunagan sang CEO

    Gedung Marga Corporation menjulang gagah di tengah hiruk pikuk Kota jakarta. Dinding kacanya berkilau di bawah cahaya matahari pagi, memantulkan bayangan langit yang biru cerah dan awan bergulung pelan. Di lantai 33 ruang rapat utama suasana sedang panas dan tegang. Puluhan pria dan wanita berpakaian formal duduk mengelilingi meja kaca panjang. Di ujung meja, duduk seorang wanita muda dengan aura memikat dan dingin. Dialah Saraswati Marga, CEO termuda dalam sejarah perusahaan keluarganya. Usianya baru dua puluh tiga tahun, namun kepemimpinannya telah mengguncang banyak pesaing dan membuat para petinggi perusahaan tua merasa terancam. Wajahnya bagaikan ukiran dewi dari zaman kuno. Kulitnya bening seputih susu, matanya hitam tajam seperti kilatan pedang, dan rambut panjang hitamnya digelung rapi, menyisakan beberapa helai yang jatuh anggun di pipi. Hidungnya mancung, bibirnya tipis dengan lekukan tegas. Ia mengenakan setelan formal warna biru gelap yang menonjolkan kesan elegan namun

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status