Home / Fantasi / Tabib Jenius / Bab 7 konferensi pers

Share

Bab 7 konferensi pers

Author: sainal
last update Huling Na-update: 2025-04-14 12:38:30

Gedung Marga Corporation hari itu dipenuhi wartawan dari berbagai media nasional. Karpet merah dibentangkan, spanduk besar bertuliskan “Konferensi Pers Marga Corporation Keajaiban Medis dan Masa Depan Pengobatan Modern” terpampang di atas panggung.

Di dalam aula konferensi, puluhan kamera telah terpasang. Mikrofon disiapkan, dan para jurnalis memegang catatan, siap mencatat setiap kalimat yang terlontar.

Di tengah keramaian itu, Ardin Siregar duduk dengan santai mengenakan kemeja putih yang sedikit kusut, celana kain sederhana, dan sandal gunung yang masih menempel di kakinya. Para wartawan memandang heran ini kah sosok yang menyembuhkan direktur utama Marga Corporation dengan hanya beberapa jarum?

Di sisi Ardin, duduk Saraswati Marga dalam balutan jas putih elegan, wajahnya tegas namun anggun. Di barisan belakang, Paman Darsa, adik dari ayah Saraswati, duduk bersama putranya Leonardo. Mereka tampak tenang, namun sesekali saling berbisik dengan ekspresi waspada.

Acara dimulai.

Saraswati berdiri dan membuka pembicaraan. “Terima kasih kepada semua rekan media yang hadir. Hari ini, kami ingin mengungkap satu kisah luar biasa yang terjadi di balik pemulihan ayah saya Direktur Utama Marga Corporation, Tuan Rendra Marga.”

Ia menoleh ke arah Ardin. “Semua ini tidak akan mungkin terjadi tanpa bantuan Ardin Siregar.”

Kilatan kamera langsung membanjiri panggung. Ardin nyaris terkejut, lalu refleks menutupi wajah dengan tangannya.

“Hei, jangan semua difoto. Aku belum cukur!” protesnya polos, membuat sebagian wartawan tertawa kecil.

Saraswati menghela napas pelan, lalu meliriknya tajam. “Ardin, kau bisa jelaskan apa yang kau lakukan?”

Ardin berdiri. Ia menatap para wartawan dengan mata jernih dan senyum ramah. “Aku cuma bantu orang sakit. Ayahnya Bu Saraswati waktu itu koma karena racun aneh. Bukan racun biasa, tapi jenis racun spiritual yang dibuat dari campuran tanaman pegunungan.”

Semua mulai menulis cepat.

“Racun spiritual?” seorang wartawan mengangkat tangan. “Apakah Anda tahu siapa yang meracuni?”

Ardin tersenyum lebar, lalu menoleh ke arah barisan tempat Paman Darsa dan Leonardo duduk. “Hmm… kalau ditanya siapa yang meracuni, tentu aku gak bisa asal tuduh. Tapi… biasanya orang yang terlalu ambisius, terlalu dekat dengan kekuasaan, dan terlalu ingin menguasai warisan keluarga… ya, bisa saja dia punya niat yang tidak baik.”

Ruangan seketika hening.

Paman Darsa mencengkeram lengan kursinya. Leonardo tampak menahan ekspresi.

Ardin melanjutkan dengan nada santai, “Lucunya, aku pernah dengar, sebelum ayah Bu Saraswati jatuh sakit, sempat ada perubahan di struktur pemegang saham. Saham atas nama pribadi beliau sempat nyaris dialihkan ke siapa ya, Leonardo? oh iya, keluarga paman.”

Beberapa wartawan langsung membalik halaman catatan mereka, mencocokkan informasi.

“Apa Anda sedang menuduh seseorang dalam keluarga Marga meracuni Direktur suryo?” tanya seorang reporter senior.

“Aku tidak menuduh siapa-siapa,” Ardin mengangkat tangan. “Aku cuma menyampaikan fakta dan kebetulan. Kebetulan saja bahan racunnya sangat sulit ditemukan, kecuali kau punya akses ke jalur distribusi tanaman liar dari wilayah timur.”

Wajah Leonardo mulai memerah. Ia berdiri, menyela dengan cepat. “Ini pelecehan terhadap keluarga kami! Kami tidak pernah terlibat dalam urusan seperti itu. Kami menghormati Tuan suryo!”

Paman Darsa pun berdiri. “Sudah cukup! Ini konferensi medis, bukan persidangan keluarga. Kami tidak akan tinggal diam jika nama baik keluarga kami diinjak!”

Saraswati berdiri dari kursinya, memotong. “Kami juga tidak akan tinggal diam jika ayah saya hampir dibunuh untuk kepentingan kekuasaan.”

Ketegangan meningkat. Penjaga keamanan mulai masuk ke aula untuk berjaga-jaga.

Di tengah kekacauan itu, Ardin mendekat ke mikrofon. “Tenang saja, aku tidak akan menyebut nama siapa pun secara langsung. Tapi aku titip pesan buat semua orang yang menyimpan niat buruk jika kau melukai orang yang aku lindungi… bersiaplah menerima akibatnya.”

Tatapan Ardin tajam, namun tenang. Aura tak terlihat memancar sesaat dari tubuhnya. Beberapa orang di ruangan merasa sesak napas untuk sesaat, entah kenapa.

Konferensi pers itu menjadi viral dalam waktu singkat. Potongan video Ardin menggiring opini tentang racun lambat, reaksi gugup Leonardo, dan bentakan Paman Darsa tersebar di mana-mana.

Media mulai menyelidiki ulang laporan rumah sakit dan dokumen saham. Kecurigaan publik mulai mengarah pada Paman Darsa.

Di kantor Marga Corporation, suasana mendidih. Saraswati duduk di ruangannya, menatap layar berita.

Naya masuk dengan gugup. “Nona… konferensi itu meledak. Tapi juga memicu banyak reaksi. Beberapa investor mulai khawatir dengan konflik internal.”

Saraswati menutup laptopnya. “Aku tahu. Tapi biarkan saja… kadang, untuk membersihkan rumah, kau harus membuka jendela lebar-lebar.”

Sementara itu, di lantai bawah, Ardin duduk di pantry kantor, menikmati pisang goreng dan kopi instan.

“Wah, konferensi pers itu seru juga, ya,” gumamnya, menggigit pisang.

Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat. Seorang pria berpakaian hitam, dengan topi menutupi sebagian wajah, duduk di seberangnya. Ia menyodorkan secarik kartu nama bertuliskan:

“Klinik Bayangan Timur Divisi Medis Rahasia”

“Dokter Ardin, kami tertarik dengan keahlian Anda. Jika Anda bersedia bekerja sama dengan kami, ada banyak hal yang bisa kami tawarkan…

Ardin melirik kartu itu, lalu menatap pria itu lekat-lekat. “Aku tidak tertarik pada imbalan.”

Kemudian melangkah pergi dan tersenyum sinis sambil bergumam “sepertinya orang di balik layar sudah bergerak”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tabib Jenius   Bab 10 Pil Kehidupan

    “Kamu terlalu banyak omong kosong, paling tidak aku kesini membawa hadiah dengan tulus untuk keluarga wijaya, walaupun itu palsu, tapi itu semua salah penjual karena menipuku.” Teriak Kiandra kepada ardin. Dia merasa malu dengan hadiah palsunya dia mengutuk penjual itu di dalam hatinya.“Kita semua telah mengeluarkan hadiah untuk putri melati, bukankah sekarang giliran tuan ardin memberikan hadiah juga kepada putri melati.” Tiba-tiba leonardo mengubah topik pembicaraan, kiandra adalah temannya jadi dia menolongnya dengan mengganti topik pembicaraannya, ia menganggap ardin tidak memiliki hadiah kalaupun ada itu hanya barang murahan karena latar belakangnya.Semua mata menoleh. Bisik-bisik mulai terdengar.“Itu Ardin Siregar? Yang katanya cuma asisten pribadi?”“Katanya cuma orang gunung”“Berani-beraninya dia ikut naik ke atas panggung?”Kemudian ardin melangkah ringan, tanpa canggung sedikit pun. Ia berdiri tepat di hadapan Melati dan menatap mata gadis itu.“Selamat ulang tahun, Non

  • Tabib Jenius   Bab 9 Hadiah Ulang Tahun

    “Waktunya penampilan sang putri keluarga Wijaya,” ujar MC dengan nada khidmat. “Mohon perhatian semuanya. Mari kita sambut… Putri Melati Wijaya!”Lampu sorot beralih ke pintu besar di sisi kanan ruangan. Perlahan, pintu itu terbuka, dan suara lembut alat bantu gerak terdengar samar.Ardin yang berdiri di samping Saraswati spontan memicingkan mata. “Hmm?”Seorang gadis cantik muncul dari balik pintu, duduk di atas kursi roda, didorong pelan oleh seorang suster. Gadis itu mengenakan gaun putih kebiruan dari sutra tipis yang jatuh anggun, dihiasi bordir melati perak di bagian dada. Wajahnya pucat, namun kecantikannya terpancar kuat kulit bening seperti porselen, mata bening dan sayu, serta bibir merah alami yang kontras dengan pipinya yang pucat.“Dia…” bisik Ardin tanpa sadar. “Punya aura kehidupan yang lemah, seperti sumbu lilin yang tinggal nyala terakhir.”Saraswati menoleh. “Itu Putri Melati. Anak semata wayang keluarga Wijaya. Sejak kecil mengidap penyakit aneh. Banyak tabib dan d

  • Tabib Jenius   Bab 8 Empat Keluarga Besar

    Jakarta di malam hari tampak seperti lautan cahaya yang gemerlap. Dari kejauhan, langit kota metropolitan tampak seperti dibakar ribuan lentera, padahal hanya pantulan dari gedung-gedung tinggi yang menjulang. Di tengah kilau gemerlap itulah, Ardin Siregar berdiri di balkon kamar tamunya di rumah keluarga Marga, mengamati keramaian dengan sorot mata dalam yang penuh misteri.Sudah seminggu sejak konferensi pers itu, dan nama Ardin makin dikenal. Media sosial ramai membicarakannya. Ada yang menganggapnya hanya tukang akupunktur aneh, ada pula yang mulai menyebutnya Tabib Sakti dari Gunung Namun malam ini, Saraswati datang menemuinya di halaman belakang. Wanita muda itu mengenakan gaun hitam elegan, rambutnya digelung ke atas, memberi kesan anggun namun tetap kuat. Ardin sampai harus menelan ludah diam-diam saat melihatnya.“Ganti baju. Kita diundang ke ulang tahun anak keluarga Wijaya,” ujar Saraswati dingin, walau ada sorot mata aneh yang tak biasa.“Ah? Ulang tahun? Aku harus ikut j

  • Tabib Jenius   Bab 7 konferensi pers

    Gedung Marga Corporation hari itu dipenuhi wartawan dari berbagai media nasional. Karpet merah dibentangkan, spanduk besar bertuliskan “Konferensi Pers Marga Corporation Keajaiban Medis dan Masa Depan Pengobatan Modern” terpampang di atas panggung. Di dalam aula konferensi, puluhan kamera telah terpasang. Mikrofon disiapkan, dan para jurnalis memegang catatan, siap mencatat setiap kalimat yang terlontar. Di tengah keramaian itu, Ardin Siregar duduk dengan santai mengenakan kemeja putih yang sedikit kusut, celana kain sederhana, dan sandal gunung yang masih menempel di kakinya. Para wartawan memandang heran ini kah sosok yang menyembuhkan direktur utama Marga Corporation dengan hanya beberapa jarum? Di sisi Ardin, duduk Saraswati Marga dalam balutan jas putih elegan, wajahnya tegas namun anggun. Di barisan belakang, Paman Darsa, adik dari ayah Saraswati, duduk bersama putranya Leonardo. Mereka tampak tenang, namun sesekali saling berbisik dengan ekspresi waspada. Acara dimulai. S

  • Tabib Jenius   Bab 6 Cemburu

    Satu jam kemudian ketika mobil hitam sederhana berhenti di depan rumah keluarga Marga. Sebuah rumah besar bergaya kolonial modern berdiri megah di balik pagar besi hitam. Ardin turun lebih dulu, lalu membuka pintu untuk Naya. Gadis itu tampak ragu untuk keluar. “Kenapa?” tanya Ardin, menatapnya dengan bingung. “Aku… merasa tak enak. Ini rumah keluarga Marga. Aku hanya sekretaris,” jawab Naya pelan, menunduk. Ardin tertawa kecil. “Santai saja. Aku juga cuma asisten pribadi, dan lebih sering bikin onar.” Saat keduanya berjalan menuju gerbang, suara langkah kaki terdengar dari arah taman samping rumah. Sesosok wanita dengan rambut terikat rapi dan gaun santai berwarna putih muncul di balik taman. Saraswati Marga. Cahaya lampu taman menyinari wajahnya yang menawan namun datar. Matanya langsung tertuju pada Ardin… lalu pada Naya yang berdiri di sampingnya. Hening. Naya spontan memberi hormat, canggung. “Selamat malam, Nona Saraswati…” Saraswati tak menjawab. Pandangannya tajam, namu

  • Tabib Jenius   Bab 5 memasuki perusahaan

    Langit Jakarta tertutup awan kelabu ketika Ardin Siregar menginjakkan kaki untuk pertama kalinya ke kantor pusat Marga Corporation, gedung pencakar langit berlantai emat puluh yang menjulang angkuh di jantung ibu kota. Mengenakan kemeja putih yang sedikit kebesaran dan celana kain yang tak seirama warnanya, Ardin berdiri canggung di lobi mewah. Seorang satpam menatapnya curiga, namun begitu melihat kartu akses khusus dengan segel emas yang diberikan langsung oleh Kakek Marga, ia langsung membungkuk hormat. “Silakan naik, Tuan Ardin.” Ardin mengangguk ringan, lalu naik ke lantai dua puluh delapan, lantai khusus manajemen utama. “APA? KAU MEMAKSAKU MENERIMA DIA SEBAGAI ASISTEN PRIBADI?!” Saraswati mengeraskan suaranya di ruang rapat pribadi. Kakeknya hanya menyeruput teh dengan tenang di sudut ruangan. “Dia sudah disetujui oleh dewan direksi. Dan… dia tunanganmu. Setidaknya, beri dia kesempatan. Atau kau takut kalah saing?” “Dengan dia? Pemuda nyentrik yang bahkan tak tahu cara

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status