Masuk****
"Oke udah pas. Sekarang mandi terus jemput tuan putri." Gumam nya dengan terus bersenandung kecil sembari merapikan dapur yang sudah seperti kapal pecah. Setelah beberapa saat berkumpul dengan para bestie nya di bawah pohon rambutan, Nadia bergegas kembali untuk memasak dan bersiap untuk menjemput putri semata wayang nya. Setelah beberapa saat bersiap, kini jam sudah menunjuk kan pukul 10 lebih 35 menit. Karena sekolah Namira biasanya memang pulang pukul 11 lewat 30 menit, dan untuk hari sabtu pulang pukul 10 pagi. "Mana ya dompet ku, hiss kalau di cari gak ada!" Gumam nya dengan kesal. Meski dompet nya kosong momplong, tetapi ia selalu membawa nya kemana mana. Setelah beberapa saat mencari dan sudah ketemu, bergegas ia mengeluar kan sepeda kayuh nya. Karena mereka hanya mempunyai 1 motor, yang di mana hanya Arman yang pakai. Nadia sebenar nya juga bisa megendari nya, tetapi uang dari mana untuk membeli bensin, orang minta tambahan uang belanja 5 ribu buat beli bumbu dapur yang habis aja, harus berdebat dulu baru dikasih. Nah ini apa lagi buat beli bensin, nasib punya suami medit nya kebangetan. "Berangkat jemput tuan putri Nad?" Sapa mbak Sari yang memang kini sedang berada di halam depan rumah nya untuk menjemur pakai an nya. "Iya mbak, biasa gak boleh telat ini. Nanti tantrum minta jajan." Ujar nya dengan tertawa kecil. kemudian ia langsung mengayuh sepedah nya dan menjauh dari pekarangan rumah nya. Tak membutuh kan waktu lama, hanya sekitar 15 menis saja dari rumah kini Nadia sudah sampai di sekolah. Sekarang masih pukul 11 siang, ia menunggu di depan kelas bersama wali murid yang lain. "Gak bawa motor aja sih mbak Nad panas panas gini?" Tanya mbak Ratna, salah satu wali murid yang memang cukup akrab. "Enggak mbak, sekalian olah raga ini lagian motor nya di pakai mas Arman untuk kerja soal nya." Jawab nya dengan tersenyum tipis. Sudah seperti makanan sehari hari mendapati pertanyaan seperti ini. Nadia tak begitu menghirau kan nya dan tak memasuk kan ke hati. "Tadi wali murid ngasih tau kalau mereka dapat Pr menggambar buah dan harus di warnai." Ujar mbak Ratna setelah beberapa saat mereka saling terdiam. "Harus di warnain mbak?" Tanya Nadia lagi untuk memastikan, dan mbak Ratna hanya mengangguk kemudian kembali fokus ke layar ponsel nya. Kringggg!!!! Tak berselang lama bel pulang pun berbunyi, dan anak anak mulai berlarian ke luar kelas. "Ibuu!!" Seru Namira dengan berlari dan membentang kan tangan nya. Sontak Nadia pun tersenyum dan membalas pelukanputri nya. "Aduhh anak ibu sudah gede ya, ibu udah gak kuat lagi buat gendong." Ujar Nadia dengan tersenyum dan mengelus lembut rambut putri nya yang masih terlihat rapi itu. "Gimana sekolah nya tadi." Tanya Nadia, kini ke dua nya berjalan menuju parkiran. "Seru! Ini Mira di buatin pesawat kertas sama Edo!" "Loh kok gak buat sendiri?" Tanya Nadia dengan mengangkat putr nya dan mendudukan nya di boncengan belakang. "Tadi Mira udah buat sendiri, pas di terbangin malah terbang ke luar jendela. Jadi Edo buatin lagi untuk Mira." Ujar Gadis kecil itu dengan sangat antusais. Kemudian Nadia mulai mengayuh sepedah nya, dan sepanjang perjalanan gadis kecil itu tak henti henti nya mengoceh dan terus memain kan pesawat kertas nya. "Besok kalau udah besar Mira boleh jadi pramugari bu?" Tanya nya sesampai nya di depan rumah. "Boleh dong, kalau udha besar Mira boleh jadi apa pun yang mira mau." Jawab Nadia sembari membatu putri nya turun dari boncengan sepedah. Gadis kecil itu langsung berlari dan membuka pintu dengan kunci yang memang selalu di letak kan di bawah pot, supaya lebih mudah jika mencari nya, dan itu sudah menjadi kebiasaan mereka sekeluarga. "Tadi ibu bikin es krim loh di kulkas." Seru Nadia yang melihat putri nya masuk ke dalam dengan berlarian. "Yeeyyyy.. es krim, es krim, es krim!" Seru nya girang dengan membuka kulkas. "Wahh mangga!" Seru nya denan mata yang berbinar. Nadia memang tak membiasakan putri nya makan makanan manis, kecuali buatan nya sendiri. Terkadang ia nitip buah atau bahan makanan lain saat saumi nya pulang kerja, ya meski harus ada perdebatan dan drama di pagi hari nya. Meski Arman pelit, teapi jika menyangkut soal Mira, ia tak akan ragu untuk mengeluar kan uang. Meski terkadang terlihat jika ia tak ikhlas. "Iya dong, kemaren ayah beli. Ayo ganti baju dulu terus makan dan tidur siang." Ujar Nadia dengan menegak air putih yang ia ambil hingga tandas. Hari ini terasa sangat panas sekali, memang cocok dengan memakan es krim yang ia buat sendiri. Perpaduan manis dan segar nya juga pas. "Mira tadi ada Pr bu, menggambar buah dan harus di warnain juga. Tapi kan mira gak punya pensil warna." Ujar nya dengan menyuap kan sendok es krim ke mulut mungil nya. "Di kumpul kan kapan sayang?" "Lusa!" Nadia terdiam sejenak. Ia masuk ke kamar nya dan mencari uang yang ia simpan dari sisa belanja. "Cuma 30 ribu. Cukup gak ya." Gumam nya dengan memandangi uang yang kini ia bawa. Nadia menghembus kan nafas kasar dan merebah kan diri di kasur. Dengan menatap langit langit kamar yang sedikit kecoklatan karaena memang sudah tua dan lama. "Nanti aku bilang sama mas Arman. Semoga saja ia mau membelikan Mira pensil warna." Gumam nya dengan mata yang mulail berkaca kaca. Hati nya sangat sakit jika melihat putri nya tak bisa mendapat kan apa yang ia mau. Sebenar nya mereka tak semiskin itu, tetapi Arman sekarang sedang menabung untuk merenovasi rumah mereka yang memang sudah sedikit usang itu. Mungkin cara nya saja yang salah, karena selama ini ia masih di setir juga oleh ibu nya. Ia selalu bilang, jika uang aku yang pegang pasti bakal habis untuk aku foya foya. Jangan kan foya foya, untuk makan kita bertiga saja itu pas pas an. Karena gaji Arman sendiri pun hanya 3 jut per bulan. Ia bekerja di sebuah pabrik garment dan bagian produksi. Tetapi, tanpa Nadia ketahui jika sebenar nya Arman sudah naik jabatan menjadi kepala team sejak beberapa bulan lalu, dan pasti nya gaji nya pun sudah naik menjadi 6 juta. Tetapi Arman dan ibu nya memang menyembunyikan hal itu, takut jika Nadia mengetaui nya pasti akan meminta lebih untuk jatah belanja nya. Dasar ibu dan anak sama saja. Toh kalau Nadia dikasih uang lebih untuk masak, kan yang makan enak Arman juga. Akhir nya Nadia pun tertidur karena lelah kemudian Namira masuk ke dalam kamar ibu nya dan menyusul nya tidur di sebelah nya."Nad?" Sapa seseorang sesaat Nadia sampai dan hendak menurun kan putri nya dari boncengan."Eh,, Sarah ya?" Tanya Nadia yang sedikit terkejut itu saat bertemu dengan teman lama nya dari kampung."Iya aku Sarah, gimana kabar kamu sekarang?" Tanya Sarah dan mereka pun cipika cipiki, sedang kan Mira gadis kecil itu hanya terdiam melihat interaksi ke dua wanita dewasa yang kini berada di depan nya."Baik banget, tapi ya begitulah,," Ujar Nadia dengan meringis."Ini anak kamu ya? Cantik banget kaya ibu nya. Nama kamu siapa cantik?" Tanya Sarah dengan mencolek gemas dagu Mira."Namira tante." Jawab Namira dengan tersenyum menunjuk kan deretan gigi nya yang putih dan rapi."Kamu sekarang tinggal di sini Sar?" Tanya Nadia dengan mengajak putri nya duduk di dalam warung bakso tersebut, kemudian ia pun memesan 3 bakso untuk mereka."Iya, aku ikut suami ku disini.""Loh udah nikah, kapan? Kok gak ngabarin sih?" Tanya Nadia yang memang tidak tahu jika kini Sarah sudah menikah. Bahkan suami nya ma
Pagi ini seperti hari hari biasanya, Arman sedang bersiap untuk berangkat kerja dan Nadia pun akan membantu putri nya bersiap sembari sarapan."Kamu masak apa sayang?" Tanya Arman yang kini duduk di meja makan."Loh, kok cuma ada tempe goreng?" Tanya Arman dengan kesal."Ya kamu mau nya apa mas? Yang penting kan ada makanan buat sarapan." Ujar Nia yang sudah terlihat jengah dengan tangan yang masih menyisir rambut putri nya."Harus nya kamu beli nasi uduk atau nasi kuning kan bisa buat sarapan." Mendengar ucapan Arman, Nadia pun langsung meradang ingin sekali memukul nya."Mas, kamu ngasih aku uang berapa? Beli nasi uduk 5 ribu buat kamu saja, terus aku sarapan apa? Bagaimana juga Mira?" Tanya Nadia dengan menatap tajam suami nya."Belum lagi nanti makan siang dan malam kita bagaimana? Apa kita numpang makan aja kali ya di rumah ibu. Toh tiap bulan kamu ngasih uang ke ibu kan, bahkan lebih besar dari yang kamu kasih ke aku." Timpal Nadia yang berhasil membuat suami nya itu diam."Maka
Setelah mengatakan maksud dan tujuan nya, mbak Indah langsung mengajak Nadia dan Namia masuk. Sebenar nya ia tak enak hati, karena setiap ada masalah atau dia membutuh kan sesuatu pasti lari nya ke Mbak Indah. "Ya udah ayo masuk Nad, kaya sama siapa aja sih. Mau ngerjain PR yang menggambar itu kan?" Tanya mbak Indah yang langsung masuk ke dalam rumah, kemudian kembali dengan membawaw pensil warna milik anak nya, Bayu. Bayu Kini sudah berusia 8 tahun, hanya berbeda 3 tahun saja dengan Namira. Terkadang mereka pun juga sering main bersama. Jadi tak ada rasa canggung antara Namira dan Bayu. "Ini, jangan sungkan sungkan gitu. Kalau butuh apa apa bilang aja kalau ada pasti aku bantu." Ujar mbak Indah dengan memberikan pensil warna yang diikat dengan karet. Mungkin karena sudah lama dan tempat nya juga sudah hilang, makanya sama mbak Indah di ikat menggunakan karet, supaya tak berceceran. "Huft, capek ngomong sama orang pelit kaya dia mbak. Masa untuk anak sendiri dia juga pelit gitu."
Saat Nadia terbangun, jam sudah menunjuk kan pukul 3 sore. Saat hendak bangkit dari trmpat tidur, ia melihat putri kecil nya itu nampak masih sangat pulas sekali tidur nya. Kasihan jika nanti akan membangun kan nya. Dengan perlahan ia bangun dan pergi ke dapur."Mira gak makan ya, dasar anak itu." Gumam nya yang memlihat nasi yang ia masak tadi masih utuh belum tersentuh.Bergegas ia ke halaman belakang untuk mengangkat jemuran, kareana di luar terlihat awan cerah berubah menjadi ke abu an karena mendung."Untung belum sampai hujan." Gumam nya dengan tangan yang cekatan mengangkat jemuran yang banyak itu. Bergegas ia masuk dan meletak kan nya di karpet depan ruang tv. Nanti saja lah masak nya, lipetin ini dulu aja biar rumah gka berantakan. Toh mas Arman juga pulang masih nanti jam 5 sore.Batin nya dan langsung menyalakan tv, yang memang satu satu nya hiburan yang ia punya saat ini, selain bermain dengan Mira anak nya.Sejak tadi di kepalanya, berkecamuk banyak hal. Semenjak ia mend
****"Oke udah pas. Sekarang mandi terus jemput tuan putri." Gumam nya dengan terus bersenandung kecil sembari merapikan dapur yang sudah seperti kapal pecah.Setelah beberapa saat berkumpul dengan para bestie nya di bawah pohon rambutan, Nadia bergegas kembali untuk memasak dan bersiap untuk menjemput putri semata wayang nya.Setelah beberapa saat bersiap, kini jam sudah menunjuk kan pukul 10 lebih 35 menit. Karena sekolah Namira biasanya memang pulang pukul 11 lewat 30 menit, dan untuk hari sabtu pulang pukul 10 pagi."Mana ya dompet ku, hiss kalau di cari gak ada!" Gumam nya dengan kesal. Meski dompet nya kosong momplong, tetapi ia selalu membawa nya kemana mana. Setelah beberapa saat mencari dan sudah ketemu, bergegas ia mengeluar kan sepeda kayuh nya. Karena mereka hanya mempunyai 1 motor, yang di mana hanya Arman yang pakai.Nadia sebenar nya juga bisa megendari nya, tetapi uang dari mana untuk membeli bensin, orang minta tambahan uang belanja 5 ribu buat beli bumbu dapur yang
***** "Ini uang belanjamu hari ini, masak ayam ya jangan lupa beli paha atau sayap." Ujar mas Arman"Hah? Apa ini mas? Kamu kasih aku uang 20ribu dan kamu minta dimasakin ayam?" Tanya Nadia dengan kesal. Pagi ini sudah di awali dengan perdebatan masalah uang, lagi dan lagi. Sudah seperti sarapan Nadia setiap hari. Tok! Tok! Tok! "Ibu? Ayah?" Ujar seroang anak perempuan kecil yang sangat cantik dan menggemas kan itu. Namira, anak dari Arman dan Nadia. Usia nya kini masih 5 tahun dan sudah sekolah Tk. "Iya nak, sebentar ya!" Seru Nadia yang kemudian mengambil uang 20 ribu yang di kasih suami nya itu dengan kesal. "Anak ibu udah cantik sekali,, Ayo ibu kepang ya rambut nya!" Ujar Nadia dengan mengajak putri nya menuju meja makan. Pagi ini ia membuat sarapan nasi goreng dengan telur ceplok. "Mira udah siap belum? Ayo nak kita bernagkat!" Seru Arman tanpa melirik ke istri nya. Meski ke dua nya sering bertengkar dan adu mulut, tetapi mereka selalu mengupayakan agar anak nya tak perna







