Share

Bab 2

Penulis: Mis.Kaa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-28 11:34:01

****

"Oke udah pas. Sekarang mandi terus jemput tuan putri." Gumam nya dengan terus bersenandung kecil sembari merapikan dapur yang sudah seperti kapal pecah.

Setelah beberapa saat berkumpul dengan para bestie nya di bawah pohon rambutan, Nadia bergegas kembali untuk memasak dan bersiap untuk menjemput putri semata wayang nya.

Setelah beberapa saat bersiap, kini jam sudah menunjuk kan pukul 10 lebih 35 menit. Karena sekolah Namira biasanya memang pulang pukul 11 lewat 30 menit, dan untuk hari sabtu pulang pukul 10 pagi.

"Mana ya dompet ku, hiss kalau di cari gak ada!" Gumam nya dengan kesal. Meski dompet nya kosong momplong, tetapi ia selalu membawa nya kemana mana. Setelah beberapa saat mencari dan sudah ketemu, bergegas ia mengeluar kan sepeda kayuh nya. Karena mereka hanya mempunyai 1 motor, yang di mana hanya Arman yang pakai.

Nadia sebenar nya juga bisa megendari nya, tetapi uang dari mana untuk membeli bensin, orang minta tambahan uang belanja 5 ribu buat beli bumbu dapur yang habis aja, harus berdebat dulu baru dikasih. Nah ini apa lagi buat beli bensin, nasib punya suami medit nya kebangetan.

"Berangkat jemput tuan putri Nad?" Sapa mbak Sari yang memang kini sedang berada di halam depan rumah nya untuk menjemur pakai an nya.

"Iya mbak, biasa gak boleh telat ini. Nanti tantrum minta jajan." Ujar nya dengan tertawa kecil. kemudian ia langsung mengayuh sepedah nya dan menjauh dari pekarangan rumah nya.

Tak membutuh kan waktu lama, hanya sekitar 15 menis saja dari rumah kini Nadia sudah sampai di sekolah. Sekarang masih pukul 11 siang, ia menunggu di depan kelas bersama wali murid yang lain.

"Gak bawa motor aja sih mbak Nad panas panas gini?" Tanya mbak Ratna, salah satu wali murid yang memang cukup akrab.

"Enggak mbak, sekalian olah raga ini lagian motor nya di pakai mas Arman untuk kerja soal nya." Jawab nya dengan tersenyum tipis.

Sudah seperti makanan sehari hari mendapati pertanyaan seperti ini. Nadia tak begitu menghirau kan nya dan tak memasuk kan ke hati.

"Tadi wali murid ngasih tau kalau mereka dapat Pr menggambar buah dan harus di warnai." Ujar mbak Ratna setelah beberapa saat mereka saling terdiam.

"Harus di warnain mbak?" Tanya Nadia lagi untuk memastikan, dan mbak Ratna hanya mengangguk kemudian kembali fokus ke layar ponsel nya.

Kringggg!!!!

Tak berselang lama bel pulang pun berbunyi, dan anak anak mulai berlarian ke luar kelas.

"Ibuu!!" Seru Namira dengan berlari dan membentang kan tangan nya.

Sontak Nadia pun tersenyum dan membalas pelukanputri nya.

"Aduhh anak ibu sudah gede ya, ibu udah gak kuat lagi buat gendong." Ujar Nadia dengan tersenyum dan mengelus lembut rambut putri nya yang masih terlihat rapi itu.

"Gimana sekolah nya tadi." Tanya Nadia, kini ke dua nya berjalan menuju parkiran.

"Seru! Ini Mira di buatin pesawat kertas sama Edo!"

"Loh kok gak buat sendiri?" Tanya Nadia dengan mengangkat putr nya dan mendudukan nya di boncengan belakang.

"Tadi Mira udah buat sendiri, pas di terbangin malah terbang ke luar jendela. Jadi Edo buatin lagi untuk Mira." Ujar Gadis kecil itu dengan sangat antusais.

Kemudian Nadia mulai mengayuh sepedah nya, dan sepanjang perjalanan gadis kecil itu tak henti henti nya mengoceh dan terus memain kan pesawat kertas nya.

"Besok kalau udah besar Mira boleh jadi pramugari bu?" Tanya nya sesampai nya di depan rumah.

"Boleh dong, kalau udha besar Mira boleh jadi apa pun yang mira mau." Jawab Nadia sembari membatu putri nya turun dari boncengan sepedah.

Gadis kecil itu langsung berlari dan membuka pintu dengan kunci yang memang selalu di letak kan di bawah pot, supaya lebih mudah jika mencari nya, dan itu sudah menjadi kebiasaan mereka sekeluarga.

"Tadi ibu bikin es krim loh di kulkas." Seru Nadia yang melihat putri nya masuk ke dalam dengan berlarian.

"Yeeyyyy.. es krim, es krim, es krim!" Seru nya girang dengan membuka kulkas.

"Wahh mangga!" Seru nya denan mata yang berbinar. Nadia memang tak membiasakan putri nya makan makanan manis, kecuali buatan nya sendiri.

Terkadang ia nitip buah atau bahan makanan lain saat saumi nya pulang kerja, ya meski harus ada perdebatan dan drama di pagi hari nya. Meski Arman pelit, teapi jika menyangkut soal Mira, ia tak akan ragu untuk mengeluar kan uang. Meski terkadang terlihat jika ia tak ikhlas.

"Iya dong, kemaren ayah beli. Ayo ganti baju dulu terus makan dan tidur siang." Ujar Nadia dengan menegak air putih yang ia ambil hingga tandas.

Hari ini terasa sangat panas sekali, memang cocok dengan memakan es krim yang ia buat sendiri. Perpaduan manis dan segar nya juga pas.

"Mira tadi ada Pr bu, menggambar buah dan harus di warnain juga. Tapi kan mira gak punya pensil warna." Ujar nya dengan menyuap kan sendok es krim ke mulut mungil nya.

"Di kumpul kan kapan sayang?"

"Lusa!"

Nadia terdiam sejenak. Ia masuk ke kamar nya dan mencari uang yang ia simpan dari sisa belanja.

"Cuma 30 ribu. Cukup gak ya." Gumam nya dengan memandangi uang yang kini ia bawa. Nadia menghembus kan nafas kasar dan merebah kan diri di kasur. Dengan menatap langit langit kamar yang sedikit kecoklatan karaena memang sudah tua dan lama.

"Nanti aku bilang sama mas Arman. Semoga saja ia mau membelikan Mira pensil warna." Gumam nya dengan mata yang mulail berkaca kaca. Hati nya sangat sakit jika melihat putri nya tak bisa mendapat kan apa yang ia mau.

Sebenar nya mereka tak semiskin itu, tetapi Arman sekarang sedang menabung untuk merenovasi rumah mereka yang memang sudah sedikit usang itu. Mungkin cara nya saja yang salah, karena selama ini ia masih di setir juga oleh ibu nya.

Ia selalu bilang, jika uang aku yang pegang pasti bakal habis untuk aku foya foya. Jangan kan foya foya, untuk makan kita bertiga saja itu pas pas an. Karena gaji Arman sendiri pun hanya 3 jut per bulan. Ia bekerja di sebuah pabrik garment dan bagian produksi.

Tetapi, tanpa Nadia ketahui jika sebenar nya Arman sudah naik jabatan menjadi kepala team sejak beberapa bulan lalu, dan pasti nya gaji nya pun sudah naik menjadi 6 juta. Tetapi Arman dan ibu nya memang menyembunyikan hal itu, takut jika Nadia mengetaui nya pasti akan meminta lebih untuk jatah belanja nya.

Dasar ibu dan anak sama saja. Toh kalau Nadia dikasih uang lebih untuk masak, kan yang makan enak Arman juga.

Akhir nya Nadia pun tertidur karena lelah kemudian Namira masuk ke dalam kamar ibu nya dan menyusul nya tidur di sebelah nya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tak Lagi Mengemis di Dompet Suami   Bab 18

    **** "Sayang, kamu udah lama nunggu?" Tanya Maya, kini ia sudah berada di sebuah cafe tempat dimana ia dan Viki janjian. "Oh enggak kok, aku juga baru sampai. Kamu pesen dulu aja sana, aku mau vanilla latte sama pasta ya, aku laper banget ini." Ujar Viki yang menyuruh Maya untuk memesan. "Lah tadi kenapa gak sekalian pesan kata nya laper?" Tanya Maya yang seperti nya mulai kesal, karena setiap kali bertemu pasti maya lah yang akan membayar semua pesanan mereka. "Aku lupa, tadi langsung duduk di spot ini karena bisa lihat view sunset nanti, kalau aku pesan ke sana takut nanti ditempatin orang lain." Tidak masuk akal sekali bukan alasan si mokondo? Tapi dengan bodoh nya Maya menuruti nya meski dengan perasaan yang sedikit dongkol. Mungkin karena Viki adalah pria idaman nya semenjak duduk di bangku SMP dulu, dan ia baru bisa mendapat kan hati nya sekarang ini. Jadi ia merasa tak keberatan meski harus menghemat u

  • Tak Lagi Mengemis di Dompet Suami   Bab 17

    ****"Dasar waita sinting! Bisa bisa nya dia mempermalukan aku di depan banyak orang!" Gerutu bu Warni sembari berjalan memasuki rumah. Setelah perdebatan tadi dengan sang menantu dan di saksikan langsuung oleh para tetangga, kini bu Warni sudah pulang ke rumah nya sendiri dengan rasa malu. Malu karena menuduh dan menjelek jelek kan Nadia tanpa alasan yang jelas dan bukti yang kuat. Terlebih Arman tadi juga tak membelanya.Setelah menaik kan motor ke teras rumah, dengan santai Maya memasuki rumah dengan mata yang masih terfokus pada layar ponselnya."Lihat bu, ada yang memvideo ibu tadi saat ribut sama mbak Nadia dan memposting nya di story whatsapp!" Seru Maya dengan menunjuk kan video tersebut ke hadapan sang ibu."Huft, biarin aja biar orang orang tau kelakuan menantu durhaka itu! Sekalian aja biar mereka tahu siapa menantu ku itu! Kurang ajar, mulutnya pedas kayak sambal ulek!” Mendengar jawaban sang ibu Maya tersenyum miring.“Ya gimana, Bu. Itu kan menantu pilihan ibu sendiri. D

  • Tak Lagi Mengemis di Dompet Suami   Bab 16

    ****"Ibu mertua mu memang udah gak waras ya Nad. Bisa bisa nya dia jelek jelekin menantunya sendiri di depan banyak orang!" Seru mbak Indah yang ikutan kesal, kini Nadia dan putri nya memilih ngungsi ke rumah mbak Indah dan seperti biasa mereka nongkrong di bawah pohon rambutan dengan di temani mendoan dan es teh jumbo yang barusan di beli mbak Indah. Nadia pun memilih untuk keluar rumah karena tak mau memperpanjang pertengkaran tadi dengan sang mertua."Huft,, aku juga gak ngerti mbak kenapa ibu bisa sebenci itu sama aku. Apa karena aku yatim piatu dan miskin kali ya jadi gak ada yang bisa ibu banggain dari aku." Ujar Nadia dengan tersenyum getir meratapi nasib nya.Ini bukan kali pertama mereka bertengkar, tapi bagaimana pun juga, Nadia juga menginginkan kehidupan yang normal seperti orang orang yang ia temui selama ini."Sebenar nya aku juga capek mbak kalau ribut terus tiap ketemu sama ibu. Apalagi mas Arman, mana ada dia membela ku. Tadi saja dia malah membentak ku saat aku mena

  • Tak Lagi Mengemis di Dompet Suami   Bab 15

    ****"Armann!!" Pekik bu Warni sembari memasuki rumah putra nya itu. Semua orang yang berada di rumah pun sontak langsung berjalan tergopoh gopoh ke ruang tamu karena teriakan itu."Ibu, kenapa? Ada apa bu?" Tanya Maya yang kini sudah duduk di sebelah ibu nya itu."Ambil kan ibu segelas air!" Seru nya dengan nafas yang masih ngos ngosan. Sedangkan Nadia kini sedang berkumpul di spot favorit nya dengan para ibu ibu di bawah pohon rambutan."Pasti sebentar lagi bakal ada drama." Ujar Nadia dengan mendengus kesal."Lagian tumben ibu mertua mu datang pagi pagi gini?" Tanya bu Leli yang sedikit penasaran."Dia kaya jelangkung, tamu yang tak di undang dan tak pernah ku harap kan, huft." Ujar Nadia dengan nafas berat."Orang kalau udah bau tanah pasti gitu Nad, bakal nyebelin. Kaya almarhumah ibu ku dulu juga gitu, gak lama meninggal." Ujar mbak Indah yang membuat semua orang tertawa."Gak boleh doain yang jelek jelek mbak nanti balik ke kita loh, tapi kalau sama Tuhan di percepat ya gak pap

  • Tak Lagi Mengemis di Dompet Suami   Bab 14

    Pagi ini Nadia bangun sedikit terlambat dari biasa nya, karena hari ini adalah hari minggu. Mungkin ia juga merasa lelah setelah mengekori putri dan suami nya yang semalam berjalan kesana kemari melihat wahana dan permainan.Meski semalam ia tak mendapat apa apa, tetapi ia cukup senang melihat putri nya yang bisa tertawa bahagia meski hanya dengan hal hal kecil.Minggu pagi ini matahari bersinar lembut, udara terasa hangat tapi tidak menyengat, suara burung dari pohon depan rumah terdengar menenangkan. Nadia berdiri di dapur, menyiapkan sarapan nasi goreng dengan telur ceplok."Mira masih tidur mas?" Tanya Nadia dengan menata piring di meja makan sederhana."Hemm, sepertinya masih tidur." Jawab Arman yang masih fokus menonton TV.Bergegas Nadia berjalan ke kamar Namira, dan mata nya langsung tertuju pada tubuh mungil putri nya yang masih terlelap di bawah selimut. Nadia langsung masuk begitu saja, membuka jendela kayu dengan lebar dan menyibak kan gorden membiarkan matahari pagi memas

  • Tak Lagi Mengemis di Dompet Suami   Bab 13

    **** "Wahh, aku mau naik kora kora bu!" Seru gadis kecil itu. Kini mereka sudah berada di parkiran pasar malam, meski wajah Arman terlihat sangat masam, Nadia tak menghirau kan nya. Suara musik dari wahana komidi putar menggema di udara, bercampur dengan tawa anak anak dan aroma jagung bakar yang manis. Malam itu, langit tampak cerah. Bulan menggantung bulat di atas, seperti ikut menonton keramaian di pasar malam. "Serem ih, ibu gak berani naik yang lain aja ya!" Jawab Nadia yang memang takut untuk menaiki wahana tersebut. “Ibu, ayah, lihat! Itu ada balon yang bentuknya kelinci!” katanya sambil menunjuk ke arah penjual balon di dekat gerbang pasar malam. Arman tersenyum tipis melihat wajah riang anak nya. Meski kini pikiran nya sedang melayang layang membayangkan berapa nominal yang akan ia habis kan malam ini. Ia menggandeng tangan kecil Mira di sisi kanan, seadngkan Nadia hanya mengekori ke dua nya itu dari belakang. Mereka bertiga melangkah pelan masuk ke keramaian pasa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status