MasukSaat Nadia terbangun, jam sudah menunjuk kan pukul 3 sore. Saat hendak bangkit dari trmpat tidur, ia melihat putri kecil nya itu nampak masih sangat pulas sekali tidur nya. Kasihan jika nanti akan membangun kan nya. Dengan perlahan ia bangun dan pergi ke dapur.
"Mira gak makan ya, dasar anak itu." Gumam nya yang memlihat nasi yang ia masak tadi masih utuh belum tersentuh. Bergegas ia ke halaman belakang untuk mengangkat jemuran, kareana di luar terlihat awan cerah berubah menjadi ke abu an karena mendung. "Untung belum sampai hujan." Gumam nya dengan tangan yang cekatan mengangkat jemuran yang banyak itu. Bergegas ia masuk dan meletak kan nya di karpet depan ruang tv. Nanti saja lah masak nya, lipetin ini dulu aja biar rumah gka berantakan. Toh mas Arman juga pulang masih nanti jam 5 sore. Batin nya dan langsung menyalakan tv, yang memang satu satu nya hiburan yang ia punya saat ini, selain bermain dengan Mira anak nya. Sejak tadi di kepalanya, berkecamuk banyak hal. Semenjak ia mendapat kabar jika PR putri nya harus di warna juga, sebenar nya tak cukup mahal, tapi cukup membuatnya bingung, bagaimana cara menyampaikannya pada Arman, suaminya, yang terkenal pelit? Tak membutuh kan waktu lama, Nadia pun selesai dengan melipat baju nya, bergegas ia pun menata nya di lemari. Setelah nya ia akan langsung menggoreng mendol yang tadi sudah ia siap kan. Suara motor terdengar berhenti di depan rumah. Nadia menghela napas panjang. Saatnya berhadapan dengan suami. “Assalamualaikum,” suara Arman menggema di ruang tamu, terdengar lelah sekaligus tegas. “Waalaikumsalam,” jawab Nadia dan berjalan menghampiri suami nya yang duduk di kursi ruang tamu. “Capek, ya mas?” “Capek banget. Produksi kacau gaada yang bisa mencapai target.” Arman melepas tasnya dengan berat dan sepatu yang ia kenakan. "Aku masak sayur bayam sama mendol goreng mas, baru mateng mendol nya. Kopi juga udah siap.” Ujar Nadia sembari berjalan ke dapur untuk mengambil kopi yang sudah ia siap kan untuk Arman. "Gak masak ayam dek? Kan tadi aku minta di masakin ayam?" Tanya nya dengan suara yang sedikit meninggi. Nadia menghela nafas berat sebelum menjawab pertanyaan suami nya. Sebenar nya ia lelah dan malas untuk berdebat. "Mas, uang 20 ribu mana cukup buat beli ayam?"Ujar Nadia dengan menunjuk kan wajah yang lelah. "Alasan kamu doang kan itu. Sudah lah aku capek mau mandi!" Ujar nya dan hendak pergi meninggal kan istri nya yang masih berdiri mematung. "Mas tunggu bentar!" Seru Nadia, dan Arman pun langsung berbalik menatap istri nya yang seperti nya ingin mengatakan sesuatu. Nadia hanya mengendik kan dagu nya dan Arman pun menuruti nya, kemudian duduk kembali di kursi. "Mira ada PR gambar buah, dan harus di warnain." Ujar nya tanpa basa basi. "Pinjam dulu saja sama mbak Indah pensil warna nya, aku belum ada uang buat beliin. Gajian kan juga masih lama Nad." Ujar Arman dengan mendengus kesal. "Astaga malu malu in banget sih mas! Ini buat anak kita loh harga nya juga gak seberapa!" Jawab Nadia dengan kesal yang sudah meluap luap. "Walaupun harga nya juga gak seberapa, tapi kalau uang nya gak ada gimana Nad? Mau beli pakai apa?" Tanya Arman yang tersulut emosi juga. Dengan kesal Nadia masuk ke kamar dan mendapati putri nya yang masih tertidudr lelap. Ia menyusul nya dan memeluk nya dari belakang. Tak terasa air mata nya mengalir tanpa seizin nya. "Ibu?" Tanya Namira dengan suara sesrak khas bangun tidur. Ia merasa jika ada seseorang yang memeluk nya. "Udah bangun anak ibu? Ibu ganggu tidur nya ya?" Tanya Nadia dengan mengusap kasar air mata nya yang tadi sempat terjatuuh. "Enggak bu, lagian ini udah sore. Ayo kita kerjain PR menggambar!" Seru nya dengan riang. "Iya, tapi kamu mandi dulu ya terus makan abis itu kita ke rumah bu Indah!" Jawab Nadia dengan senyum yang di paksa. "Kok ke rumah bu Indah?" Tanya Namira dengan heran. "Kan PR nya harus di warnain, ibu belum bisa beliin Namira pensil warna. Maafin ibu ya sayang." Ujar Nadia dengan mencium lembut tangan putri nya karena merasa bersalah. "Oh iya bu gak papa. Nanti kita pinjam punya mas Bayu dulu aja." Jawab nya dengan lembut. Nadia sangat bersyukur mempunyai anak yang sangat pengertian. "Anak Ayah baru bangun yaa." Ujar Arman dengan tersenyum manis ke arah anak nya. Kemudian memaling kan wajah saat mata nya bertemu tatap dengan sang istri. "Ayahh!" Seru gadis kecil itu dengan Riang, dan langsung melompat ke gendnongan sang ayah. Sedang kan Nadia hanya mencebik melihat adegan manis antara ayah dan anak itu. "Ayo sayang kita mandi dulu terus makan malam." Ajak Nadia dengan membantu nya turun dari gendongan Arman. Namira pun turun dari gendongan sang ayah dan mengekori ibu nya keluar kamar. "Cih, masalah gitu aja marah. Kan bisa pinjam dulu sama mbak Indah." Gumam Arman dengan menatap Nadia keluar kamar. Jam sudah menunjuk kan pukul 7 malam, mereka kini sudah berkumpul di meja makan sederhana dekat dapur untuk makan malam. "Bu, nanti jadi ke rumah bu Indah?" Tanya Mira di sela sela makan nya. "Iya, abis makan kita ke sana ya ngerjain PR sama mas Bayu." Jawab Nadia. "Iya, pensil warna nya pinjam sama mas Bayu dulu ya. Nanti kalau ayah sudah ada uang, ayah pasti beliin Namira. Janji deh!" Seru Arman dengan mengangkat 2 jari nya. "Bener ya yah janji?" Jawab Namira yang sangat antusias sekali. "Heleh, gak usah janjiin anak mas, buktiin aja langsung gak usah kebanyakan janji. Dosa kalau gak bisa nepatin!" Gumam Nadia yang masih bisa di dengar oleh Arman. "Apaan sih, harus nya kamu doain suami mu ini supaya rezki nya lancar." Jawab Adi yang tak kalah ketus. "Gimana mau rezki lancar, orang istri nya gak pernah bahagia." Cibir Nadia dengan mencebik. Arman yang mendengar nya pun hanya mendengus kesal. Tok! Tok! Tok! "Assalamualaikum, mbak Indah.." Kini Nadia dan Namira anak nya sudah berada di depan rumah mbak Indah. Setelah selesai makan, buru buru Namira mengajak ibu nya ke rumah tetangga nya itu. "Waalaikumsalam, Nad?" "Mbak ini anu, Namira mau numpang ngerjain PR di sini. Sama mau pinjam pensil warna nya Bayu boleh gak mbak?" Tanya Nadia dengan mengutarakan maksud dan tujuan nya datang ke sana. Sebenar nya ia tak enak hati, karena setiap ada masalah atau dia membutuh kan sesuatu pasti lari nya ke Mbak Indah. "Ya udah ayo masuk Nad, kaya sama siapa aja sih. Mau ngerjain PR yang menggambar itu kan?" Tanya mbak Indah yang langsung masuk ke dalam rumah, kemudian kembali dengan membawaw pensil warna milik anak nya, Bayu. Bayu Kini sudah berusia 8 tahun, hanya berbeda 3 tahun saja dengan Namira. Terkadang mereka pun juga sering main bersama. Jadi tak ada rasa canggung antara Namira dan Bayu. "Ini, jangan sungkan sungkan gitu. Kalau butuh apa apa bilang aja kalau ada pasti aku bantu." Ujar mbak Indah dengan memberikan pensil warna yang diikat dengan karet. Mungkin karena sudah lama dan tempat nya juga sudah hilang, makanya sama mbak Indah di ikat menggunakan karet, supaya tak berceceran. "Huft, capek ngomong sama orang pelit kaya dia mbak. Masa untuk anak sendiri dia juga pelit gitu." Ujar Nadia dengan menghela nafas kasar. "Ya mau gimana lagi Nad, kan dia laki laki pilihan mu." Ujar mbak Indah yang mengingat kan. Dulu sebelum Nadia menikah, dia memang wanita yang paling cantik di desa nya. Orang tua nya memang bukan orang asli sini. Terlebih lagi ibu Nadia, seperti ada keturunan belanda nya, karena tubuh nya yang tinggi semampai, dengan rambut panjang ke emasan dan kulit nya yang putih bersih. Dan kecantikan itu menurun ke Nadia, putri tunggal mereka. Nadia di gadang gadang sebagai kembang desa. Karena paras nya yang indah dan cantik natural. Entah mata nya tertutup kabut atau batu alam, dia lebih memilih menikah dengan Arman dari pada dengan seorang dokter muda yang dari kota."Nad?" Sapa seseorang sesaat Nadia sampai dan hendak menurun kan putri nya dari boncengan."Eh,, Sarah ya?" Tanya Nadia yang sedikit terkejut itu saat bertemu dengan teman lama nya dari kampung."Iya aku Sarah, gimana kabar kamu sekarang?" Tanya Sarah dan mereka pun cipika cipiki, sedang kan Mira gadis kecil itu hanya terdiam melihat interaksi ke dua wanita dewasa yang kini berada di depan nya."Baik banget, tapi ya begitulah,," Ujar Nadia dengan meringis."Ini anak kamu ya? Cantik banget kaya ibu nya. Nama kamu siapa cantik?" Tanya Sarah dengan mencolek gemas dagu Mira."Namira tante." Jawab Namira dengan tersenyum menunjuk kan deretan gigi nya yang putih dan rapi."Kamu sekarang tinggal di sini Sar?" Tanya Nadia dengan mengajak putri nya duduk di dalam warung bakso tersebut, kemudian ia pun memesan 3 bakso untuk mereka."Iya, aku ikut suami ku disini.""Loh udah nikah, kapan? Kok gak ngabarin sih?" Tanya Nadia yang memang tidak tahu jika kini Sarah sudah menikah. Bahkan suami nya ma
Pagi ini seperti hari hari biasanya, Arman sedang bersiap untuk berangkat kerja dan Nadia pun akan membantu putri nya bersiap sembari sarapan."Kamu masak apa sayang?" Tanya Arman yang kini duduk di meja makan."Loh, kok cuma ada tempe goreng?" Tanya Arman dengan kesal."Ya kamu mau nya apa mas? Yang penting kan ada makanan buat sarapan." Ujar Nia yang sudah terlihat jengah dengan tangan yang masih menyisir rambut putri nya."Harus nya kamu beli nasi uduk atau nasi kuning kan bisa buat sarapan." Mendengar ucapan Arman, Nadia pun langsung meradang ingin sekali memukul nya."Mas, kamu ngasih aku uang berapa? Beli nasi uduk 5 ribu buat kamu saja, terus aku sarapan apa? Bagaimana juga Mira?" Tanya Nadia dengan menatap tajam suami nya."Belum lagi nanti makan siang dan malam kita bagaimana? Apa kita numpang makan aja kali ya di rumah ibu. Toh tiap bulan kamu ngasih uang ke ibu kan, bahkan lebih besar dari yang kamu kasih ke aku." Timpal Nadia yang berhasil membuat suami nya itu diam."Maka
Setelah mengatakan maksud dan tujuan nya, mbak Indah langsung mengajak Nadia dan Namia masuk. Sebenar nya ia tak enak hati, karena setiap ada masalah atau dia membutuh kan sesuatu pasti lari nya ke Mbak Indah. "Ya udah ayo masuk Nad, kaya sama siapa aja sih. Mau ngerjain PR yang menggambar itu kan?" Tanya mbak Indah yang langsung masuk ke dalam rumah, kemudian kembali dengan membawaw pensil warna milik anak nya, Bayu. Bayu Kini sudah berusia 8 tahun, hanya berbeda 3 tahun saja dengan Namira. Terkadang mereka pun juga sering main bersama. Jadi tak ada rasa canggung antara Namira dan Bayu. "Ini, jangan sungkan sungkan gitu. Kalau butuh apa apa bilang aja kalau ada pasti aku bantu." Ujar mbak Indah dengan memberikan pensil warna yang diikat dengan karet. Mungkin karena sudah lama dan tempat nya juga sudah hilang, makanya sama mbak Indah di ikat menggunakan karet, supaya tak berceceran. "Huft, capek ngomong sama orang pelit kaya dia mbak. Masa untuk anak sendiri dia juga pelit gitu."
Saat Nadia terbangun, jam sudah menunjuk kan pukul 3 sore. Saat hendak bangkit dari trmpat tidur, ia melihat putri kecil nya itu nampak masih sangat pulas sekali tidur nya. Kasihan jika nanti akan membangun kan nya. Dengan perlahan ia bangun dan pergi ke dapur."Mira gak makan ya, dasar anak itu." Gumam nya yang memlihat nasi yang ia masak tadi masih utuh belum tersentuh.Bergegas ia ke halaman belakang untuk mengangkat jemuran, kareana di luar terlihat awan cerah berubah menjadi ke abu an karena mendung."Untung belum sampai hujan." Gumam nya dengan tangan yang cekatan mengangkat jemuran yang banyak itu. Bergegas ia masuk dan meletak kan nya di karpet depan ruang tv. Nanti saja lah masak nya, lipetin ini dulu aja biar rumah gka berantakan. Toh mas Arman juga pulang masih nanti jam 5 sore.Batin nya dan langsung menyalakan tv, yang memang satu satu nya hiburan yang ia punya saat ini, selain bermain dengan Mira anak nya.Sejak tadi di kepalanya, berkecamuk banyak hal. Semenjak ia mend
****"Oke udah pas. Sekarang mandi terus jemput tuan putri." Gumam nya dengan terus bersenandung kecil sembari merapikan dapur yang sudah seperti kapal pecah.Setelah beberapa saat berkumpul dengan para bestie nya di bawah pohon rambutan, Nadia bergegas kembali untuk memasak dan bersiap untuk menjemput putri semata wayang nya.Setelah beberapa saat bersiap, kini jam sudah menunjuk kan pukul 10 lebih 35 menit. Karena sekolah Namira biasanya memang pulang pukul 11 lewat 30 menit, dan untuk hari sabtu pulang pukul 10 pagi."Mana ya dompet ku, hiss kalau di cari gak ada!" Gumam nya dengan kesal. Meski dompet nya kosong momplong, tetapi ia selalu membawa nya kemana mana. Setelah beberapa saat mencari dan sudah ketemu, bergegas ia mengeluar kan sepeda kayuh nya. Karena mereka hanya mempunyai 1 motor, yang di mana hanya Arman yang pakai.Nadia sebenar nya juga bisa megendari nya, tetapi uang dari mana untuk membeli bensin, orang minta tambahan uang belanja 5 ribu buat beli bumbu dapur yang
***** "Ini uang belanjamu hari ini, masak ayam ya jangan lupa beli paha atau sayap." Ujar mas Arman"Hah? Apa ini mas? Kamu kasih aku uang 20ribu dan kamu minta dimasakin ayam?" Tanya Nadia dengan kesal. Pagi ini sudah di awali dengan perdebatan masalah uang, lagi dan lagi. Sudah seperti sarapan Nadia setiap hari. Tok! Tok! Tok! "Ibu? Ayah?" Ujar seroang anak perempuan kecil yang sangat cantik dan menggemas kan itu. Namira, anak dari Arman dan Nadia. Usia nya kini masih 5 tahun dan sudah sekolah Tk. "Iya nak, sebentar ya!" Seru Nadia yang kemudian mengambil uang 20 ribu yang di kasih suami nya itu dengan kesal. "Anak ibu udah cantik sekali,, Ayo ibu kepang ya rambut nya!" Ujar Nadia dengan mengajak putri nya menuju meja makan. Pagi ini ia membuat sarapan nasi goreng dengan telur ceplok. "Mira udah siap belum? Ayo nak kita bernagkat!" Seru Arman tanpa melirik ke istri nya. Meski ke dua nya sering bertengkar dan adu mulut, tetapi mereka selalu mengupayakan agar anak nya tak perna







