Share

Gadis Itu?

Tentunya tanpa adanya Mbak Harvey dirasa Laila tidak cukup seru. Karena yang biasanya diajak cerita Laila, hanya Mbak Havey itu.

Sebenaranya Laila ingin sekali gabung dengan teman lainnya, namun Laila rasa bila awalnya Ia sudah tidak dekat rasanya cangguh dan bisa-bisa di ujung Ia bicara sudah dianggurin.

Tidak hanya itu, terkadang Laila juga kurang berbicara, bisanya diam seusai cerita di bagian awal. 

Banyaknya santri yang tidak masuk, menjadikan alasan jalan yang dilalui Laila sepi kunjungan. 

Sehingga tidak sedikit Laila temukan, suara perbincangan dan tawa santriwati yang membuat keramaian di sepanjang jalan ataupun hanya saja sekedar suara kehadiran seseorang dengan gesekan sandal polos yang dipakainya. 

Semua hal itu, membuat dua telinga Laila harus selalu mendengar hujan deras yang kerap tanpa ada jeda dan hentinya. 

Memang ada sebagian anak pondok Laila yang ikut diniah juga hadir, namun mereka suka memperlambat waktu dengan berteduh agak lama di aula. 

Bila Laila melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan mereka, mungkin usai maghrib nanti baru jalan. Karena hujan deras masih mengguyur lebat. Anginpun juga bertambah kencang.

Wajah Laila mulai memucat. 

Badannya menggigil hebat. 

Air hujan sontak membuatnya kuat tidak kuat tetap harus melangkah. Karena di sekitar kawasan tidak ada yang bisa dibuat untuk berteduh.

Sore itu bagi Laila, sepertinya tidak seperti sore yang biasanya.  

Yang di mana Laila rasa dalam sore itu, akan terdapat aura yang asing di sekelilingnya. 

Ada suatu hal yang berbeda jauh dari hal-hal sebelumnya, namun Laila  tidak tahu betul tentang suara apa itu? 

Mungkinkah aura itu hanya berasal dari perasaannya yang Berhalusinasi? 

Arloji di tangan Laila mati, beterainya mungkin habis ataukah karena terkena hujan yang turun tanpa memilih tempat untuk dijatuhi air, 

Laila mengira rasanya sedetik sudah berlalu.

Laila memejam mata, mengarahkan wajah ke atas langit. 

Meski rasanya air hujan secara langsung memukul wajahnya, namun tetap seakan Laila  tetap terhenyak di ujung tenakknya. 

Sebelum itu, Laila dapati langit mendung berhitam pekat. Cahaya kilat terlihat menjalar terlukis di atas, suara guntur pun terdengar menyeramkan. Semua yang Laila saksikan, telah Ia jangkau di depan mata. 

Hampir selang beberapa menit, selang itu membuat Laila harus membisukan mulut, saat mendengar suara seseorang pria dari arah belakang. 

"Sebentar!"

Laila duga, bahwa suara yang terdengar itu, Jelas sekali pemilik suara itu semakin mendekat ke singgahnya.

Laila tidak mengenal suara itu, suara bernada besar. Namun seakan pemilik suara itu, mencoba bersuara lembut. Dengan suara yang tidak seperti laki-laki lainnya, yang tidak bisa mengatur gaya bicara.

Suara alas kaki pemilik suara itu, Laila tangkap terang-terangan di telinganya yang sekiranya alas kaki pemilik suara itu, berkali-kali menabrak arus air hujan yang menghulu kecil di pinggir jalan yang Ia lalui.

Hati Laila semakin tergetak habis, oleh pemilik suara itu. Langkah yang begitu menakutkan, langkah perlangkahnya membuat ketenangan Laila semakin memudar dan perlahan membuat kecemasan.

Jiwa Laila goyah tertimbun gemetar hebat. Pemilik suara itu, lama semakin lama semakin mendekat. Membuat Laila  tidak mampu berkutik sekalipun.

Suara Laila seakan menghilang tanpa jejak, mulut Laila begitu sulit untuk dibuat bicara. Aliran darahnya mendadak seperti tidak lancar, terasa bagai tersumbat. 

Paru-paru Laila seakan tiada berfungsi, denyut nadinya semakin menjadi. Laila rasakan pula jantung yang berdetak begitu kencang.

Tuhan kuatkan imanku, perbaiki ketaqwaanku, tabahkan batinku.

Laila terdiam di tempat, tidak kunjung melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang saat ini telah memenuhi pikirannya.  

Karena hanya ada kata heran, memikirkan tentang ribuan alasan seseorang itu tiba-tiba hadir di tengah rintikan hujan yang turun.

Laila benar-benar tidak sanggup untuk berbicara, merakit kesunyian di tengah derasnya air hujan. Mungkin karena suara itu, membuat batin Laila rasanya sedikit tersentak.

Pandangan mata Laila mengarah bawah, yang dilihat hanya sebuah tanah berlumpur yang diterjang hujan serta, aliran air yang membuat hulu kecil tersendiri di atas tanah dekat ranting-ranting dari batang pohon kecil yang berserakan.

 Pemilik suara itu mengambil posisi dihadapan Laila, lalu melantunkan salam penghanyut suasana.

"Assalamu'alaikum."

"Wa ... wa ... wa'alikumsalam."

Laila menjawab dengan nada gagap dan badan yang mendadak tidak bisa dikendalikan karena di samping kedinginan Laila merasakan juga ketakutan menjalar.

Laila terpaku diam. Matanya tidak berani melirik siapakah pria yang ada di depannya. 

Laila hanya bisa melihat sarung hijau pria itu yang begitu basah kuyub dengan ujung bawahan sarungnya yang terkena tanah basah.

"Ambillah payung ini, jadikan ini teduhan kecil. Di tengah badanmu yang kedinginan."

Pemilik suara itu mencoba memberikan teduhan kecil di atas kepala Laila dengan tangannya.

"Dari jauh timur sana, aku lama memperhatikanmu yang melangkah pelan dan  benar-benar terlihat kedinginan. Untuk itu aku, segera ke mari."  lanjut pemilik suara itu.

Pemilik suara itu menatap tajam Laila yang masih saja tertunduk di hadapannya. 

Pemilik suara itu tahu, memang perilaku itulah yang seharusnya diterapkan oleh para gadis pada zaman sekarang.

Pemilik suara itu benar-benar bersyukur Ia telah menemukan gadis yang benar-benar mirip dengan seorang gadis yang mendatangi mimpinya di waktu malam kemarin. 

Tidak, bukan hanya mirip namun itulah wujud asli gadis cantik yang datang dalam mimpinya. 

Pemilik suara itu tidak lain lagi kalau bukan Ahmad Hasanal Akbar Dermawan Syah, yakni santri pondok Al-faruq. 

Yang di hari kemarin dalam mimpinya didatangi gadis cantik penitip tasbih suci itu.

Subhanallah, wajah itu benar-benar mirip dengan gadis yang memberi tasbih dalam mimpi.

Pemilik suara itu mengingat betul, apa yang dikatakan oleh gadis yang mendatangi mimpinya sebelum pergi.

"Tetaplah menjadi pelita kesejukanku. Kamu ialah cinta terbaik yang allah berikan padaku. Suatu saat kamu akan temukanku kembali di antara alam yang bertasbih."

Benar, itulah yang dikatakan gadis yang datang dalam mimpinya itu. Mungkin yang dimaksudnya gadis cantik itu akan kembali Hasan temui sosoknya.

“Bila Laila memakai payung milikmu, Mas. Lantas, Mas akan pulang dengan menggunakan teduhan apa?”

Laila tidak berani menatap sedikitpun pria yang ada di depannya,  Ia punya bisa melantun suara lirih. Laila tahu pemilik suara itu mendengarnya.

“Biarlah, aku mengalah demimu yang berniat baik. Wajahmu begitu pucat. Aku sarankan saja, pakai payung ini dan cepatlah pulang."

Pemilik suara itu mencoba menanyakan apa yang mengganjal dalam batinnya.

Laila diam sejenak, Ia berusaha mencari jawaban.

Laila juga bingung, kenapa pemilik suara yang ia temui itu seakan tahu kalau dirinya lagi sakit.

"Baiklah, Mas. Laila akan nurut. Laila juga akan cepat pulang."

"Ambillah!"

Laila meraih pegangan ujung payung itu secara pelan dengan tangan kanannya.

"Subhanallah. Tatapanmu begitu teduh, Mas. hingga aku lupa saat ini aku berada pada kedinginan. Aku memiliki rasa berbeda saat mendekat denganmu, padahal ini pertemuan yang pertama kalinya. Aku berdoa, semoga ini jalan yang diridhoi allah. Aamiin."

Laila tersadar. Bahwasanya tanpa Ia duga, Ia begitu dekatnya dengan singgah pemilik suara itu.

Gemetar semakin berselimut. Hati Laila semakin berkata Dag-Dig-Dug. Paru-paru Laila rasanya semakin tidak berfungsi sehingga membuat hembusan nafasnya tiada teratur lagi.

Di mana rasa dinginnya mendadak terubah saat Ia merasakan tentang apa yang terjadi pada dirinya kali ini. 

Tentang Jarak antara wajah Laila dengan pemilik suara itu bisa terhitung dengan setengah lengan tangan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status