Share

Arti kebahagiaan buat Nayra

Di hadapan mereka telah terhidang dua porsi nila goreng dan satu porsi ayam goreng request Nayra. Ada juga lalapan serta sambal terasi. Nasi yang masih hangat dan tak lupa dua gelas teh hangat sebagai teman makan yang sempurna. Nayra memilih minum dengan air putih.

Hahaha... Ada-ada saja request gadis kecilnya.

"Makanan dah siap," seru Ammad sembari bertepuk tangan.

"Wah, ada ayam goreng," pekik Nayra. Jelas tergurat rasa senang di wajahnya.

Naila memandang gadis kecilnya dengan rasa iba.

Di tengah keterbatasan kondisi ekonomi mereka, Naila tidak bisa membelikan ayam untuk Nayra setiap hari. Pekerjaannya hanya membantu di warung ibu Diana dengan upah yang tak seberapa. Paling kalau lagi beruntung, dia bisa membawa sisa lauk dan sayur yang tak terjual dari warung itu.

"Iya, Sayang. Makan yang lahap ya," ucap Naila sambil tersenyum.

Dia segera mencuci tangan dan menyapunya dengan tissue yang tersedia di atas meja.

Bismillahirrahmanirrahim..

Allahumaa baariklana fii maa razaqtana waqinaa azaa bannar..

"Amin.."

Ammad tersenyum dan mengacungkan jempol untuk semua tingkah gadis mungil itu. Mereka pun makan bersama dengan lahapnya.

❣️❣️❣️

Tepat jam sembilan malam, mobil Ammad sudah kembali terparkir di depan rumah kecil Naila. Laki-laki itu menepati janjinya. Dia tidak membawa mereka jalan sampai larut malam.

Mereka hanya sekedar menyusuri jalan, menikmati suasana malam kota idaman dan singgah di toko mainan untuk membeli boneka buat Nayra.

Naila memandang putrinya yang tertidur pulas dengan memeluk boneka barunya. Dia menghela nafas panjang.

Naila baru akan menepuk pipi gadis kecil itu, ketika sepasang tangan kokoh itu meraih tangannya.

"Jangan di bangunkan, Ade. Biar Abang yang gendong sampai rumah," ujarnya.

Naila menganggukkan kepala. Ia menggerakkan tangan untuk membuka pintu mobil.

Perempuan muda itu keluar dari mobil, di susul Ammad yang menggendong Nayra.

Ceklek.

Pintu rumah pun terbuka dengan sosok tua yang berdiri di baliknya.

"Astaga," pekik ibu tertahan. "Kenapa dengan Nayra, Nai?"

Naila meletakkan jari telunjuk di bibir ibu.

"Tidak apa-apa, Ma. Hanya ketiduran," ucap Naila sambil terus melangkah menuju kamarnya.

Naila membuka pintu kamarnya.

"Rebahkan saja di ranjang Ade, Bang," ucap Naila. Dia segera beringsut menjauh dari kamarnya menuju ruang depan.

Tak lama kemudian, Ammad keluar dari kamar Naila dan memasuki ruang depan.

"Abang langsung pulang aja ya, De,"

Naila mengangguk. Laki-laki itu menyalami tangan ibu dan menciumnya.

"Ammad pulang, Mama," pamitnya.

Wanita tua itu mengangguk. Netranya memandang lurus kepada sosok laki-laki di hadapannya

"Hati-hati di jalan, Nak. Jangan ngebut," balas ibu.

Naila mengantar laki-laki itu sampai ke halaman rumah.

"Ade," panggilnya. Ia melambaikan tangannya.

"Ya Bang," sahut Naila. Ia mendekat dengan membawa sepasang kakinya.

Laki-laki itu mengambil dompetnya, mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah, lalu menyerahkannya kepada Nayra.

"Ini buat jajan Nayra."  Dia meletakkan lembaran uang itu di telapak tangannya yang halus.

Sontak Naila menggeleng keras.

"Tidak usah, Bang. Ade ada uang kok, kalo hanya sekedar untuk jajan Nayra," tolaknya. Ia kembali menyerahkan lembaran merah itu kepada Ammad.

"Kami tidak mau memberatkan Abang. Kami tulus berteman dengan Abang," ucap Naila.

"Abang tulus memberikan ini buat Ade," Matanya menatap lembut wajah manis perempuan yang berdiri di hadapannya.

"Ade percaya dengan ketulusan Abang. Akan tetapi, simpan saja uang ini buat anak dan istri Abang di kampung. Mereka lebih berhak dengan ini," kata wanita itu dengan tegas.

Laki-laki itu termangu. Kemudian menghela nafas.

"Ya sudah, kalau maunya Ade begitu. Abang tidak akan memaksa Ade. Abang sangat berterima kasih karena sudah mau Abang ajak jalan-jalan malam ini." Dia memasukkan kembali uang itu ke dalam dompetnya.

Bibir merah muda alami tanpa ternoda lipstik itu melukis senyum yang teramat manis.

Ammad masuk ke dalam mobilnya. Ia menghidupkan mesin mobil. Kemudian mengucapkan salam.

Mereka saling melambaikan tangan, sesaat sebelum mobil itu menghilang dari halaman rumah Naila, menyusuri jalanan yang mulai sunyi.

❣️❣️❣️

Naila meraih ponsel dan tersenyum.ketika mendapati pesan Ammad lewat aplikasi hijau bergambar gagang telepon.

[Hai Ade. Abang sudah sampai di mess nih]

[Alhamdulillah.. ] balas Naila.

Terlihat centang biru di layar ponsel dan seseorang yang tengah mengetik pesan.

[Ade baik-baik di sana ya]

[Abang mau lanjutkan kerja. Mau bikin laporan dulu]

[Oke Abang. Tapi jangan begadang ya. Jaga kesehatan]

[Siap laksanakan, adekku]

Naila tersenyum dan kembali mengetik.

[Selamat malam, Abangku.  Ade tidur duluan ya]

[Dahhh..]

Naila kembali meletakkan ponselnya di atas meja dekat tempat tidur. Sejurus kemudian ia menghela nafas. Berat sekali rasanya.

Di pandanginya wajah putri kecilnya yang sedang tertidur pulas. Wajah itu begitu polos. Tiba-tiba matanya gerimis.

Betapa sederhana arti kebahagiaan buat Nayra. Hanya bisa makan ayam goreng dan di belikan boneka yang harganya tak mahal cukup membuatnya memekik gembira.

Ya Allah...

Andai saja Rasyid masih ada dan bersama mereka. Andai peristiwa kecelakaan itu tak terjadi dan merenggut nyawanya sekaligus kebahagian mereka.

Pikirannya menerawang mengingat masa lalu. Saat Rasyid suaminya meninggalkannya untuk selamanya. Dia pergi bahkan tak sempat melihat seperti apa rupa putrinya. Karena saat itu Naila sedang hamil 8 bulan.

Naila merebahkan tubuhnya di atas ranjang, di sisi putrinya. Memeluknya dengan sepenuh rasa sayang sambil mencoba memejamkan mata.

❣️❣️❣️

Tepat jam tujuh pagi, Naila sudah sampai di warung tempat dia bekerja.

"Naila tadi malam jalan sama Ammad ya?" tanya ibu Diana.

"Ibu mau tau aja," kelakar Naila.

"Gak papa dong Ibu kepo." Wanita separuh baya yang masih terlihat cantik di usianya itu tertawa.

"Jadi beneran nih tadi malam jalan-jalan sama Ammad?" tanyanya.

Naila balas menganggukkan kepala.

"Rame, kan?"

"Nayra yang rame, Bu. Di belikan boneka sama si Abang," ujarnya.

Ibu Diana tersentak kaget.

"Ohh, jadi tadi malam jalannya sama Nayra? Ibu pikir jalan berdua. Yeah, nggak asyik dong!"

"Naila gak enak, Bu. Naila kan janda. Kalau jalan berdua sama laki-laki, nanti bisa jadi bahan omongan orang." Naila mengendikkan bahunya.

Ibu Diana tertawa.terpingkal-pingkal.

"Tidak apa-apa kalau Naila jalan berdua dengan Ammad," ucapnya.

"Ammad itu sebenarnya suka sama kamu, Naila. Ibu pikir, tadi malam kamu jalan berdua lalu berakhir di kamar hotel," candanya.

Perkataan ibu Diana sontak membuat wajah wanita berwajah manis itu memerah bak kepiting rebus.

"Ishh, Ibu ada-ada aja."

"Nggak lah, Bu. Bang Ammad orangnya baik. Dia juga baik sama Nayra. Selama ini Naila lihat, dia cukup religius. Taat sama agama. Tidak mungkin dia mau melakukan hal yang buruk sama Naila,"

"Kami cuma berteman, Bu. Atau bisa jadi dia menganggap Naila sebagai saudara. Dia baik dan sopan dengan mama Naila," jelas Naila.

Ibu Diana terdiam. Perempuan setengah baya itu segera beranjak meninggalkan ruangan belakang warung sambil menggerutu.

"Dasar, Naila. Benar-benar polos,"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status