Beranda / Romansa / Takdir Cinta Naila / Kapan jalan-jalan lagi?

Share

Kapan jalan-jalan lagi?

Penulis: Jannah Zein
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-05 21:52:35

Waktu yang semakin beranjak siang membuat warung ibu Diana semakin ramai oleh pengunjung. Naila sibuk dengan pekerjaannya. Menyiapkan makanan pesanan pengunjung, mengangkat peralatan makan yang kotor, membersihkan meja bekas makan, bahkan mencuci piring dan gelas.

"Ade."

Naila mengurungkan niatnya untuk membawa piring dan gelas kotor ke belakang warung, ketika di lihatnya sosok lelaki gagah itu bergegas menghampirinya.

"Abang." Ada binar di matanya. Sekilas ia mengamati penampilan laki-laki yang baru datang itu. Semakin hari sosoknya terlihat semakin menawan di dalam pandangannya..

"Abang mau makan apa?" tanyanya.

"Apa saja, Ade. Asal jangan masakan yang rasanya agak manis. Abang tidak suka."

"Silahkan Abang pilih sendiri. Ade gak tahu makanan kesukaan Abang," ucapnya.

Laki-laki itu mengamati berbagai macam masakan yang ada di hadapannya, kemudian menunjuk ayam goreng bumbu kuning.

Naila tertawa dengan menu makanan yang sudah di pilih oleh laki-laki itu.

"Jangan ikut-ikutan seleranya Nayra, Bang." Akan tetapi, tak urung dia tetap menyiapkan pesanan pengunjung spesialnya ini.

Naila menyerahkan piring berisi ayam goreng, lalapan dan tak lupa sambal terasi khas Banjar.

"Abang duduk aja dulu ya. Biar Ade ambil nasi dan minuman buat Abang," ucap Naila.

Laki-laki itu membawa sepasang kakinya menuju salah tu meja kosong dengan sebuah piring di tangan kanannya. Ia tersenyum tipis melihat perempuan muda itu kembali menghampiri dirinya.

"Ade." Sebuah suara yang membuat perempuan muda itu bergegas mendekat.

"Ada apa Bang?"

"Coba deh, kamu bikin sambal terasi seperti ini, tapi nggak usah pakai gula. Di lidah Abang, sambal seperti ini terasa manis dan Abang kurang suka," ucapnya.

"Oh, maaf ya, Bang. Ade tidak tahu. Sebentar ya, Ade akan membuatkannya buat Abang." Perempuan itu kembali bergegas ke belakang.

Tak memerlukan waktu yang lama buat Naila untuk membuat sambal pesanan laki-laki itu. Hanya kurang lebih sepuluh menit. Naila sudah kembali ke meja Ammad dan meletakkan sebuah piring kecil.

Ammad mengambil sepotong tempe goreng dan mencocolnya dengan sambal.

"Gimana Bang?" Di bibirnya terlukis sebuah senyuman.

Dia mengacungkan jempolnya.

"Lain kali kalau Abang yang makan, sambalnya yang seperti ini aja ya? Di banyakin cabe dan garamnya juga tidak apa-apa. Malah makin sedap,"

Naila geleng-geleng kepala.

"Ade tidak bisa membayangkan gimana rasanya sambal tanpa penggunaan gula sama sekali," ucap wanita itu.

Ammad tertawa lepas.

"Suka-suka Abang lah." sahutnya.

"Masakan Banjar itu manis. Kalau masakan Medan itu cenderung asin dan pedas. Perut Abang mual kalau makan masakan yang manis." Dia mulai asyik dengan suapannya.

"Makanya selama dua bulan di sini, Abang selalu bingung cari makan. Bahkan di sini, nasi goreng aja rasanya manis," keluhnya.

"Iya deh, Bang. Datang saja ke warung ini kalau mau makan. Ntar Ade masak makanan sesuai request Abang," ucap Naila.

"Akan tetapi, bayar ya," canda Naila.

Laki-laki itu tertawa terpingkal-pingkal.

"Iya dong. Ini kan warung makan. Bisa-bisa Abang di amuk yang punya warung kalau tidak bayar." Dia menatap Naila yang duduk di hadapannya dengan pandangan khasnya.

"Tenang aja, Mad, kalau mau di masakin terus sama Naila sesuai keinginan, tinggal di halalin saja," celutuk ibu Diana.

Rupanya wanita separuh baya itu mendengar percakapan mereka.

"Wah.. Ide bagus ini, Bu. Sayangnya, Naila nggak bakalan mau," sahutnya.

"Memangnya sudah pernah di coba, Mad?"

"Belum sih."

"Makanya di coba dulu, Mad. Siapa tahu Naila mau," ucap ibu Diana sambil tersenyum.

"Ihh  .. apaan sih?" protes Naila.

"Kalian ngomong apa? Awas, jangan macam-macam ya," gertaknya.

Kedua orang itu kembali tertawa bersamaan. Suara tawanya bahkan membuat pengunjung lain menoleh pada mereka.

"Tak usah malu-malu begitu, Naila. Ammad ini orangnya baik kok. Dia juga menyukai Nayra. Kurang apa lagi?"

"Naila cuma berteman, Bu. Hanya teman," sahut Naila.

"Teman biasa apa teman tapi mesra? Hayoo ...."

Naila segera memilih ambil langkah seribu. Berlari menuju belakang warung dengan menyembunyikan wajahnya yang memerah bak kepiting. Sayup-sayup didengarnya tawa  Ammad dan ibu Diana kembali memecah keramaian suasana warung sederhana itu.

❣️❣️❣️

Malam sudah semakin larut, tapi pembicaraan mereka tadi siang masih saja terngiang-ngiang di telinga Naila. Dia benar-benar tak habis pikir dengan cara bercanda keduanya yang menurutnya sangat tidak lucu.

Entah kenapa hatinya merasa bimbang. Siapa yang benar dan siapa yang berdusta? Ucapan dari siapa yang harus dia percayai?

[Bang, apakah benar apa yang  Abang bilang tadi siang di warung?]

[Hahaha.. Abang cuma bercanda. Jangan di ambil hati ya]

[Sejak kenal sama Abang, Ade selalu di godain sama ibu Diana. Ade malu]

[Biar aja De. Yang tahu hubungan kita seperti apa, cuma kita sendiri. Abang sebenarnya sayang sama Ade, tapi hanya sebagai sahabat. Tidak apa-apa, kan?]

[Makasih ya, Abang udah perhatian sama Ade dan juga Nayra]

[Sama-sama, Ade. Abang juga terima kasih karena sudah boleh berteman sama Ade]

[Ya udah, sekarang Ade bobo ya. Besok kan harus kerja lagi]

[Oke, Abang. Sekarang Ade bobo]

[Abang juga bobo ya. Jangan begadang]

[Pastilah, Dek manis. Setelah selesai mengerjakan laporan, Abang bobo. Oke?]

[Oke. Met malam, Abang]

[Met malam Ade]

Naila meletakkan ponsel ke tempat tidur, lalu merebahkan tubuhnya di pembaringan. Raganya begitu lelah setelah bekerja seharian. Di tambah lagi dengan hatinya. Sosok gagah itu lagi-lagi terbayang di pelupuk matanya.

Ah, betapa sulitnya meraba isi hati seseorang. Jangankan hati orang lain, hatinya sendiri pun dia tak pernah menyelam sampai ke dasarnya.

❣️❣️❣️

Allahu Akbar ...

Allahu Akbar ...

Subuh ini terasa begitu berbeda. Meskipun hawa dingin seakan menembus sampai ke tulang sumsum, Naila tetap berusaha menunaikan kewajibannya dengan sebaik mungkin. Hanya kali ini, ia memilih menunaikan shalat subuh di kamarnya.

Seusai shalat subuh, ia membimbing putrinya untuk menyetor hafalannya. Saat ini Naila sedang menghafal surah-surah pendek di juz 30.

"Mama," katanya manja. Gadis kecil itu memposisikan dirinya di dalam rangkulan Naila. Saat ini mereka sudah berada di dapur.

"Iya, sayang. Ada apa?"

"Kita sarapan apa pagi ini?" Gadis kecil itu mengerjapkan mata mungilnya saat melihat sang ibu tengah sibuk mencari bahan makanan yang bisa di masak.

Akhirnya Naila menemukan sebutir telor di rak penyimpanan.

"Mama masak nasi goreng saja ya? Di dalam magic jar masih ada sedikit nasi." Naila menjawab sembari memecahkan telor ke mangkok kaca berukuran kecil.

"Iya, Mama,"

Pepatah yang mengatakan bahwa anak adalah peniru ulung barangkali benar. Gadis kecil itu begitu memperhatikan apa yang di lakukan oleh ibunya. Bahkan sampai detil sekalipun. Sesekali ia bertanya kepada ibunya dan Naila selalu berusaha untuk menjawab sebisanya.

"Alhamdulillah, nasi gorengnya sudah siap," kata Naila. Wanita itu mengambil tiga buah piring, sendok dan gelas.

"Sarapan dulu, Nak. Jangan lupa berdoa," suruh Naila.

Perempuan itu mendaratkan tubuhnya di kursi tepat di samping ibunya. Ia mulai menikmati nasi goreng yang masih hangat itu setelah sebelumnya merapal doa.

"Mama, kapan ya, om Ammad kembali mengajak kita jalan-jalan? Nayra pengen ketemu om Ammad lagi."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Takdir Cinta Naila   Aku mencintaimu, suamiku (tamat)

    Berhadapan dengan situasi seperti ini, waktu terasa begitu lambat bagi Khairul. Detik demi detik sangat berharga baginya. Laki-laki itu terlihat tengah berjalan mondar-mandir di depan sebuah ruangan yang tertutup rapat. Pikirannya melayang mengingat sang istri di dalam sana yang tengah berjuang menjelang proses persalinan. Penantian ini terasa begitu mencekam. "Tidak apa-apa. Naila pasti kuat kok," tegur sang Mama melihat anak lelakinya tampak begitu gelisah. "Dia begitu kesakitan, Ma. Khairul tidak tega melihatnya." "Setiap wanita yang mau melahirkan memang begitu. Mana ada yang melahirkan tidak sakit, Rul?" Perempuan itu memberi isyarat putranya untuk mendekat. "Memangnya sakit sekali ya, Nek?" celutuk Nayra. Gadis kecil itu baru saja pulang dari sekolah. Dia sampai ke rumah sakit dan tidak sempat menemui sang ibunda, karena Naila sudah keburu

  • Takdir Cinta Naila   Garis dua

    "Hadiah?" tanya Nayra. "Ini adalah hadiah untuk kalian." Naila mengambil kotak kecil berwarna merah dari dalam tasnya. "Sebuah kotak? ucap Khairul. "Ayo kita main tebak-tebakan, Nayra, apa isi kotak dari Mama?" "Paling-paling perhiasan. Biasanya gitu, kan?" Gadis kecil itu mengamati kotak berbentuk segi empat panjang di depannya. "Dulu Papa juga pernah memberikan Mama dan Nayra perhiasan kalung," ucap Nayra sembari meraba lehernya. Gadis itu sudah diizinkan oleh ibunya untuk memakai kalung pemberian Khairul tempo hari. "Daripada main tebak-tebakan, yuk dibuka saja!" Perempuan itu tersenyum penuh makna. Khairul mulai membukanya. Selapis kertas berwarna merah yang membungkus kotak itu kini telah robek oleh tangannya. "Tespek!" Tiba-tiba hatinya bergetar. Tangannya bergerak mengambil benda itu. "Garis dua, De?" Lak

  • Takdir Cinta Naila   Ayah sambung rasa kandung

    Seminggu kemudian ...Matahari bersinar malu-malu kucing. Cahayanya menyapa rerumputan, menyapu embun yang membasahinya semalaman. Keceriaan dan kegembiraan menyambut hari minggu begitu terasa di hati mereka bertiga, Khairul, Naila dan Nayra.Mobil meluncur dengan tenang, menyusuri jalanan yang mulai ramai. Khairul sengaja menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia ingin memberikan kesempatan kepada anak istrinya untuk menikmati keindahan kota kelahirannya.Baru kali ini dia bisa mengajak keduanya jalan-jalan. Setelah acara resepsi perkawinan dan resmi pindah ke rumah baru, dia langsung di sibukkan oleh pekerjaan. Pekerjaan yang sangat menyita waktu dan perhatiannya, setelah lebih dari sebulan dia tidak masuk kantor dan hanya memantau perusahaan dari orang-orangnya saja.Pertemuan, rapat, meeting dengan tim perusahaan serta klien penting menjadi agenda hari-harinya belakangan ini, bahkan di saat har

  • Takdir Cinta Naila   Merangkai bukti cinta

    Malam ini terasa kurang bergairah. Meskipun Naila sudah berusaha untuk memasakkan makanan kesukaan Nayra, tetapi gadis kecil itu masih tampak murung dan tidak selera makan. Kondisi tidak menyenangkan yang sangat terasa bagi Khairul, mengingat dia belum tahu permasalahan yang sebenarnya. Laki-laki itu baru bisa pulang ke rumah menjelang magrib. Seharian ini dia mengunjungi beberapa tempat sekaligus untuk bertemu dengan klien penting. "Ada apa? Abang lihat rona wajah Nayra terlihat murung?" Keduanya baru saja bisa masuk ke kamar tidur, setelah sebelumnya harus menidurkan Nayra terlebih dahulu. Naila yang duduk di pinggir ranjang kemudian suaminya menyusul duduk di sampingnya. "Ada masalah baru lagi, Dek?" tanyanya. "Tidak apa-apa, Bang. Biasa, hanya urusan anak kecil." "Urusan anak kecil?" ulang laki-laki itu. Ade bertengkar dengan Nayra?"

  • Takdir Cinta Naila   Menerima papa baru

    "Putri ayah ngomongnya seperti itu?" Ammad meletakkan kembali tubuh mungil Fitri ke dalam box bayi kemudian segera meraih ponselnya, memposisikan lagi wajahnya menghadap ke kamera."Ayah nggak pernah membeda-bedakan di antara anak-anak ayah," bantahnya. Laki-laki itu serius menatap wajah Nayra melalui layar ponselnya."Ayah yang ngomongnya begitu! Kenapa Ayah bilang nggak janji? Nayra, kan kangen sama Ayah," keluh gadis cilik itu.Nayra mendudukkan tubuhnya di pembaringan, sementara ponselnya dia letakkan menyandar di guling karakter hello Kitty."Ayah pun kangen sama Nayra. Hanya saja bulan-bulan yang akan datang, Ayah sangat sibuk dengan perusahaan baru.""Kirain sibuk sama dede Fitri," gerutu Nayra.Ammad tercekat. Untuk sejenak dia terdiam. Hanya netranya menatap iba pada Nayra, gadis manja tak berayah yang sejak bertahun-tahun lalu lengket denganny

  • Takdir Cinta Naila   Sudah ada bagiannya

    Bukan tanpa alasan Ammad memilih tempat tinggal di daerah pinggiran kota, bahkan cenderung lebih ke nuansa pedesaan. Bukan karena dia tidak memiliki uang lebih untuk membeli rumah di kota, tapi lebih kepada keinginan untuk memberikan suasana baru bagi Rosita dan anak-anak.Sebenarnya ayah mertuanya menawarkan sebuah rumah mewah untuk didiami oleh mereka, tapi dengan tegas dia menolak. Laki-laki itu sudah merasa cukup dengan sebuah perusahaan yang akan dikelola setelah mereka kembali menikah. Ammad tidak tidak mau ayah mertuanya terlalu banyak membantu, lagipula dia masih mampu membeli rumah tanpa bantuan siapapun, walaupun rumah itu tidak semewah rumah yang dimiliki oleh Khairul, rumah yang didedikasikan untuk Naila dan Nayra.Mengingat perempuan itu, membuatnya semakin sadar betapa skenario Allah itu begitu indah. Setiap manusia sudah ada jodohnya masing-masing. Istilah bahwa jodohmu adalah cerminan dirimu itu tidaklah salah.

  • Takdir Cinta Naila   Mendatangi rumah baru

    Bab 81"Abang akan membawamu ke suatu tempat," ujarnya ketika sang istri mengajaknya untuk pulang."Tenang aja, De. Di rumah kan ada abang-abangnya, nenek, kakek, bahkan kak Khadijah pun juga menginap di rumah. Apa yang mesti Ade takutkan? Lagipula Semua orang pasti paham kita tengah merayakan hari pernikahan kita atau barangkali malam pertama!" Laki-laki itu tertawa melihat wajah masam sang istri."Bang, kita ini sudah tua! Anak sudah banyak. Harus ingat waktu. Kalau anak muda yang nggak ada dipikirkan sih hayu aja. Semalaman juga Ade mau jalan sama Abang," ujar Rosita."Memangnya Ade nggak senang, malam ini Abang ajak makan malam berdua?""Bukannya nggak senang, Bang, cuma kepikiran Fitri aja," balas Rosita."Abang juga ingat waktu kok. Ini tidak akan lama. Kita akan pergi ke suatu tempat, karena Abang ingin menunjukkan sesuatu." Laki-laki itu mulai mempercepat la

  • Takdir Cinta Naila   Dinner yang menyenangkan

    Abang tidak menyesal, kan sudah menikah dengan Ade?" cicit Rosita..Pernikahan ini bahkan seperti keajaiban buatnya!"Tidak, De. Ini, kan sudah kita bicarakan sebelumnya, sejak jauh-jauh hari pula. Untuk apa Abang menyesal?""Ade takut Abang tidak bahagia menjalani pernikahan ini.""Abang bahagia, insya Allah. Melihat kalian bahagia, Abang pun turut bahagia," ujarnya.Laki-laki merendahkan suaranya. Dia ikut duduk di samping istrinya, mengelus punggungnya."Kok Abang ngomongnya seperti itu?" Rosita menatapnya dalam-dalam.Abang bahagia Rosita Abang bahagia percayalah senyumnya teramat manis"Kita sudah melewati banyak hal untuk sampai ke titik ini. Inilah jalan hidup kita dan kita harus bahagia menjalaninya."❣️❣️❣️"Jangan lama-lama ya, Bang. Ade takut kalau Fitri haus." Wanita itu berkali-k

  • Takdir Cinta Naila   Menikahi wanita yang sama

    Betapa banyak hal yang sudah mereka lewati dan secara perlahan akan bertemu di persimpangan jalan. Bukan karena tidak saling cinta, tapi kehidupan akan terus berjalan meskipun kita berusaha untuk menahan. Waktu akan terus bergerak dan sedetik pun kita tak bisa untuk mencegah."Sekarang Abang ikhlas, Nai. Jalani hidup dan rumah tanggamu. Jangan sisakan luka dan biarkan cinta diantara kita hanya sebagai kenangan. Kenangan manis dan pahit sekaligus.""Tak perlu kita saling memvonis siapa yang benar dan siapa yang salah. Tak ada kesalahan yang sempurna, pun tak ada kebenaran yang sempurna. Kebenaran sejati hanya milik Allah.""Kita hanya manusia biasa yang memiliki rasa dan keinginan. Seperti kamu yang sudah belajar untuk melupakanku dan mencintai suamimu, aku pun akan mencoba melakukan hal yang sama, melupakanmu dan mencintai istriku kembali, belajar melupakan kesalahan-kesalahan dan masa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status