Share

Aden dan Briella

Penulis: Wisya Kiehl
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-12 09:55:22

Kening Briella berkerut. Ia heran lantaran Aden malah memberikan sekotak brownies itu padanya.

"Kenapa malah kau berikan padaku?" ucap Briella.

"Aku tidak menyukainya. Jadi untukmu saja," kata Aden.

"Hei, jangan begitu. Kita makan ini bersama-sama," ujar Briella.

Aden pun berdecak. Dia lantas menggeleng dan merebut lagi sekotak brownies yang dipegang Briella. Begitu ada karyawan yang masuk, Aden lalu memberikan sekotak brownies tersebut kepada karyawannya. Karyawan itu pun berlalu.

"Mau makan siang denganku, Briel? Kita makan di kafe biasanya," kata Aden.

"Terserah kau saja. Aku akan ikut," jawab Briella.

"Keputusan yang bagus," ujar Aden.

Dia pun mengecup kening Briella dan menggenggam tangan Briella. Kini mereka berdua pergi menuju ke kantin bersama-sama.

Setibanya di kantin, Aden mempersilakan Briella duduk. Ditatapnya mata Briella untuk sementara waktu sebelum akhirnya Aden tersenyum.

"Mau kupesankan apa, Sayang?" tanya Aden.

"Sardinia dan jus melon saja," kata Briella.

"Baiklah, tunggu di sini. Aku akan ke sana," ujar Aden.

Anggukan dari kepala Briella membuat lengkung di bibir Aden semakin mengembang. Bukan main senangnya melihat Briella menurut padanya untuk saat ini.

Aden pun lekas berjalan menuju ke pelayan kafe. Memesankan dua piring sardinia dan dua gelas jus melon untuk mereka. 

Aden pun lekas berjalan menuju ke pelayan kafe. Memesankan dua piring sardinia dan dua gelas jus melon untuk mereka. Dalam jajaran barisan menuju sang pelayan kafe itu Aden harus mengantre. Antrean sangat penuh dan sesak oleh pengunjung yang memesan makanan.

Bahkan beberapa kali Aden harus berdesakan dengan banyak kerumunan wanita. Kejadian ini terlihat jelas di mata Briella. Aden pun berhasil kembali setelah mendapatkan pesanan makanan dan minuman mereka.

Namun ketika Aden kembali, wajah Briella sudah tidak semanis yang tadi. Aden pun keheranan dan lekas duduk di depan Briella.

"Ada apa? Kenapa wajahmu kusut begitu?" tanya Aden.

"Kau jalan dengan siapa lagi? Baru saja aku melihatmu berdekatan dengan perempuan lain," kata Briella.

"Apa? Di mana?" tanya Aden yang tak mengerti.

Jelas saja dia tak mengerti. Hari ini saja dia tidak absen sedikitpun dari dekat Briella. Bahkan dia tak bersama wanita lain seharian ini. Tapi entah kenapa Briella malah menuduhnya.

"Aku tidak bersama perempuan manapun sehari ini," kata Aden membela diri.

"Jangan alasan, Aden! Aku melihatmu bersenggolan dengan perempuan-perempuan di sana. Mereka dekat-dekat denganmu. Masa iya kamu tidak sadar?" ucap Briella sambil menunjuk ke arah antrian di depan meja pelayan kafe.

"Ya ampun, Briella. Itu mereka sedang mengantri. Begitupula dengan aku. Kami tidak sengaja berdesakan," kata Aden.

"Tetap saja aku tidak suka mereka menempel di tubuhmu," ujar Briella.

Aden hanya bisa tercengang mendengar ujaran Briella. Belum sampai Aden mengucap kata, makanan mereka berdua datang. Segera saja sang pelayan menatakannya di atas meja.

"Aku tidak suka ya, Aden. Kamu ambil kesempatan untuk dekat-dekat dengan wanita lain," ucap Briella.

"Apa sih, Briel. Tadi itu nggak sengaja beneran. Kok kamu marah begini," kata Aden tidak terima.

"Kebiasaan genitmu itu yang aku tidak suka. Aku tidak mau ada kabar aneh lagi tentangmu di siang bolong begini," ujar Briella.

Aden menghela napas panjangnya. Tak disangka bahwa Briella benar sangat pencemburu. Aden hanya bisa berdecak setelah menatap Briella menyantap sardinia miliknya.

"Tidak ada kabar tentangku lagi hari ini, Briel. Kau bisa tenang," kata Aden.

Briella menggendikkan bahunya. Ia kemudian menatap ke arah Aden dengan pandangan yang kaku.

"Memang seharusnya tidak ada pemberitaan apapun tentangmu," kata Briella.

Aden pun menahan tawanya melihat sungutan di wajah Briella. Tunangannya yang satu ini memang sangat menggemaskan.

"Ingin rasa aku mencubit pipimu, Briell," ucap Aden.

"Jangan aneh-aneh di sini," tukas Briella.

Pandangan Briella kemudian tertuju ke arah sardinia milik Aden yang belum disentuhnya sama sekali. Menyaksikan itu, Briella hanya bisa menghela.

"Sebaiknya kamu makan makananmu. Nanti keburu dingin," kata Briella.

"Iya, Sayang. Jangan galak-galak begitu jadi orang," ucap Aden.

"Aku bukannya galak. Hanya saja kelakuanmu itu masih seperti anak kecil. Manja," ujar Briella.

"Sudahlah. Aku tidak ingin berdebat denganmu di sini," kata Aden.

Aden pun segera menyantap sardinia yang ada di depannya. Menyaksikan Aden yang sedang lahap makan, Briella lekas mengalihkan pandangan.

Ia kembali menyantap sardinia-nya. Tak ada lagi obrolan di antara Briella dan Aden saat ini. Keduanya sama-sama asyik menyantap makanannya masing-masing.

Hingga sampai sardinia masing-masing habis, Briella dan Aden sama-sama menegak jus melonnya sendiri-sendiri. Aden kemudian memandang ke arah Briella.

"Biar aku saja yang bayar, Briel. Kau tunggu saja di sini," ucap Aden.

Briella membalas ucapan Aden dengan sekali anggukan. Usai melihat senyum di bibir Briella, Aden pun lekas pergi membayar pesanan mereka di kasir.

Tak lama, Aden pun kembali dan mengajak Briella untuk menuju ke ruangannya lagi. Namun sialnya, belum sampai mereka di ruangan Aden, Briella sudah tersandung kakinya.

Hal ini membuat Briella tidak bisa berdiri. Aden berusaha untuk membantu Briella, namun sepertinya kaki Briella terkilir.

"Kau bisa jalan, Briel?" tanya Aden.

Namun tak ada jawaban dari Briella. Ia hanya meringis menahan kesakitan yang ia rasakan di kaki kanannya.

"Jangan dipaksa kalau tidak bisa," kata Aden.

Dengan sigap Aden langsung menggendong Briella. Dia membawa Briella untuk segera masuk ke dalam ruangan kerjanya. Aden meletakkan Briella ke kursi dan mensejajarkan kaki Briella.

"Apa kita pulang saja? Sepertinya kau butuh perawatan segera," kata Aden.

Dalam sekejap Briella langsung menggeleng. Ia menatap ke arah Aden dan lekas menjawab perkataannya.

"Pekerjaanmu bagaimana? Bukannya kita kemari untuk menyelesaikannya," ujar Briella.

"Kesehatanmu lebih penting bagiku, Briel. Bisa-bisa aku dimarahi tante Sandera karena tidak bisa menjagamu dengan baik," ucap Aden.

Usai berkata demikian, Aden memandang wajah Briella. Mereka saling berpandangan satu sama lain. Hingga akhirnya Aden berjalan menghampiri Briella.

"Akan kubawa kau pulang saja. Masalah pekerjaan bisa diselesaikan nanti," kata Aden.

Aden segera menyelipkan tangannya di bawah lutut dan punggung Briella. Dalam hitungan ketiga, Aden segera menggendong Briella. Dia meletakkan Briella persis di dalam gendongannya agar tak jatuh.

"Aden, aku malu!" lirih Briella.

Briella menyadari bahwa sepanjang lorong kantor, ia dipandangi oleh karyawan lain. Utamanya bagi para karyawati yang memandanginya dengan sinis.

"Sudahlah, abaikan saja. Mau bagaimana lagi kakimu terkilir," ujar Aden.

Sesampainya di depan mobil, Aden segera membuka pintunya dan menaruh Briella di dalam. Aden segera berjalan memutar dan memasuki mobilnya lewat pintu lain.

"Kita pulang sekarang, Briell. Tidak usah dipikirkan soal di kantor tadi," ujar Aden.

Aden segera menghidupkan mobilnya. Setelah itu, Aden menjalankan mobilnya dan mengarahkannya menuju rumah Briella. Sekitar satu jam kemudian, mereka telah sampai.

Aden keluar dari dalam mobil dan menggendong Briella kembali. Menyaksikan kedatangan Aden yang menggendong Briella dengan heroic, Sandera hanya bisa berdecak.

"Ada apa lagi ini? Kenapa dengan Briella?" tanya Sandera.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Takdir Cinta untuk Briella   Pengakuan Gietta

    Gietta hanya memasang senyum kaku setelah mendengar perkataan Briella. Terlihat dengan jelas bahwa saat ini teman lamanya itu sedang menunjukkan wajah yang kesal.Tetapi demikian, Gietta tidak tertawa untuk meluapkan perasaan puas yang dia rasakan. Kedua matanya masih tertuju ke Briella dan Aden secara bergantian."Aku tidak bermaksud untuk membuatmu jengkel, Briel. Tapi apa yang aku katakan memang benar, sekali-kali coba memahami Aden sebelum pasanganmu diambil perempuan lain," kata Gietta."Apa yang kamu bilang, Giet? Aku tidak ingin menentang kata-katamu. Apa yang kurang dariku, aku sudah mengerti Aden lebih dari yang kamu tahu, sudah bersabar untuk setiap kelakuannya," ujar Briella."Mungkinkah benar begitu? Ketika kulihat kamu dan Aden hampir setiap hari bertengkar karena masalah yang tidak terlalu penting," kata Gietta."Sebab aku ini jengkel, Giet. Kamu tahu tidak, kalau Aden ini terlalu menyepelekan perempuan-perempuan yang menyukai dia. Tentu semua gosip yang beredar tentang

  • Takdir Cinta untuk Briella   Menyambut Cinta

    Setelah mengetahui apa yang dikatakan Aden adalah agar dirinya dapat mempersiapkan diri, Briella membulatkan mata. Tidak menyangka sedikitpun bahwa akan ada masa di mana mereka berdua tidak dapat menghabiskan waktu bersama.Briella sama sekali tidak menduga bahwa Aden memilih untuk menyibukkan diri di kantor, ketimbang bersamanya. Karena itulah, saat ini Briella hampir tidak akan menerima alasan apapun yang akan diucapkan Aden padanya."Jadi begitu kamu sekarang, Aden. Kamu lebih memilih untuk tidak menyisakan sedikitpun waktu bersamaku," kata Briella."Bukan begitu, Briell. Aku mendapat tugas untuk memeriksa seluruh perkembangan di kantorku. Tidak mungkin aku mengabaikan urusan penting semacam ini," kata Aden, menjelaskan yang terjadi sesungguhnya kepada sang tunangan.Meskipun Briella sudah mendengar alasan yang dikatakan Aden adalah benar, tetap saja hati perempuan itu tidak mau menerima. Rasanya dia masih tidak terima jika jatah waktu untuk bersama sang kekasih menjadi berkurang.

  • Takdir Cinta untuk Briella   Rasa Abai Aden kepada Gietta

    Gietta mengangguk, tetapi dalam hatinya enggan untuk menggubris kata-kata Briella. Kedua matanya menjelajah ke seisi ruangan, seolah tidak bisa diam."Padahal aku sangat menantikan kedatangan Aden, Briel," kata Gietta."Kamu tunggu saja. Pasti nanti dia datang kemari," balas Briella.Gietta kemudian menunduk. Tangannya lekas menyodorkan sebungkus oleh-oleh yang sedari tadi dibawanya."Ini ada kue krim keju untukmu, Briel. Aku tadi sengaja mampir ke toko kue untuk membelikan ini," kata Gietta.Briella memandang ke arah bungkusan kue yang disodorkan Gietta. Tanpa banyak bicara, Briella pun lekas menerima bingkisan kue tersebut."Duduklah, Giet. Akan aku buatkan teh lemon untukmu," kata Briella.Gietta mengangguk setuju. Ia lantas duduk di sofa yang berada tidak jauh di belakangnya. Briella tersenyum, sesaat kemudian ia mulai berjalan menuju dapur.Ketika sampai di dapur, Briella membuka lemari pendingin dan mengambil racikan teh. Tangannya yang ramping dengan terampil meracik semua baha

  • Takdir Cinta untuk Briella   Belum Ingin Menikah

    Mata Sandera mengekor pada kepergian Briella yang langsung masuk ke dalam kamar. Sandera hanya bisa menghela dengan kasar. Masih saja anak gadisnya satu itu tidak terketuk hati untuk segera melangsungkan pernikahan.Sandera berdiri dan menyusul Briella. Setelah tiba di depan pintu kamar Briella yang tertutup, Sandera mengetuk pintunya."Bukakanlah, Briel. Jangan membantah mama seperti ini," kata Sandera setengah berteriak agar Briella mendengar.Sandera masih mengetuk pintu kamar Briella. Hingga beberapa menit berlalu, Briella pun terusik dan membuka pintu kamarnya."Mari kita bicara. Ada banyak hal yang perlu kita bicarakan berdua," ujar Sandera.Meskipun awalnya Briella keberatan dan ingin menolak ajakan mamanya, tetapi Sandera langsung menarik lengan Briella. Inilah yang membuat Briella tidak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan mamanya.Sandera mengajak Briella untuk duduk di tepi ranjang. Meskipun tampaknya wajah Sandera sangat tegas dan terlihat seolah akan membicarakan h

  • Takdir Cinta untuk Briella   Rencana Sandera

    "Perihal nikahan kalian berdua," ucap Sandera.Sekejap saja Aden membelalakkan matanya. Tiada angin tak ada hujan, tiba-tiba Sandera menanyakan tentang pernikahan mereka.Wajar saja jika Aden kaget. Dia lantas menatap kaku ke arah Briella yang sama kagetnya dengan dirinya."Pernikahan kami, Ma?" tanya Briella."Ya. Nikahan kalian. Bagaimana? Apa sudah terencana?" tanya Sandera.Briella spontan langsung terdiam. Ia menoleh ke arah Aden dan menatap calon suaminya tersebut. Briella menggeleng pelan."Kami masih belum ada rencana ke sana, Tante," ucap Aden."Bagaimana bisa? Kalian kan sudah lama bertunangan. Masa iya belum merencanakan pernikahan sama sekali," kata Sandera.Aden langsung terdiam seketika. Bibirnya menutup rapat sama seperti Briella. Tampaknya Aden dan Briella sama sekali tidak menyangka jika Sandera akan menanyakan tentang hal ini."Kalau kalian belum merencanakannya, mari kita bicarakan. Kebetulan Mama ada waktu senggang untuk kalian," kata Sandera.Aden menggaruk kepala

  • Takdir Cinta untuk Briella   Dua Hati, Dua Cinta

    Briella menyadari bahwa Gietta sudah tidak seramah biasanya. Briella pun tersenyum kecut."Lantas kenapa masih di sini?" tanya Briella.Gietta mengulas senyum miring. Ia melihat ke arah Aden sekilas lalu mengalihkan pandangannya kepada Briella."Aku sedang menunggu temanku datang menjemputku," kata Gietta.Gietta lalu beringsut memandang ke arah Aden. Merasa dipandang, Aden segera menggendik dan mengarahkan pandangannya kepada Gietta."Kalau kamu mau menunggu, sebaiknya tunggu di lobi saja. Jangan di ruanganku karena nanti akan kukunci," ujar Aden.Mendengar ucapan Aden, Gietta semakin sebal. Ia sudah kesal karena diabaikan oleh Aden, malah ditambah dengan sikap Aden yang tidak ramah."Kamu mengerti dengan ucapanku, kan?" tanya Aden."Tentu. Tentu aku tahu," kata Gietta.Ia kemudian menatap ke arah Briella. Bibirnya menunjukkan seulas senyum yang dipaksakan. Hatinya tampak tidak senang melihat Briella dan Aden berdekatan."Aku akan tunggu di lobi. Kalian kunci saja ruangannya. Aku aka

  • Takdir Cinta untuk Briella   Panas Menyesakkan

    "Sayang, jam berapa sekarang?" tanya Aden.Aden menatap pada Briella yang sedang berdiri menghadap ke arahnya. Seketika Aden langsung menghampiri Briella dan mendekapnya."Bukankah sudah waktunya untuk bekerja?" ujar Aden.Bahu Briella menggendik. Tatapan matanya kemudian beralih menuju ke arah jam dinding. Briella tersenyum miring."Ini sudah jam dua, Sayang. Semestinya kita sudah memulai pekerjaan kita," kata Briella.Aden mengalihkan pandangannya. Aden menatap Gietta yang sedang fokus memandang ke arah dirinya."Sudah jam dua. Berarti sisa satu jam lagi kau harus bisa menyelesaikan semua tugas ini," kata Aden."Tidak masalah. Aku bisa mengerjakannya dengan cepat," balas Gietta.Aden menyunggar rambutnya ke samping. Setelahnya, Aden beralih pandangan. Dia berbalik dan berjalan menuju ke kursi kerjanya."Kita mulai kerja sekarang. Tidak ada banyak waktu lagi yang tersisa," perintah Aden.Briella mengangguk yang disertai dengan anggukan dari Gietta. Selepas itu, mereka berdua menghada

  • Takdir Cinta untuk Briella   Risih dan Canggung

    Menyadari bahwa dirinya ditatap oleh Gietta, Aden segera berpaling. Dia merasa risih dan canggung dengan tatapan Gietta yang selalu memandang kepada dirinya."Kenapa, Aden? Apa ada yang salah?" tanya Briella setelah menyadari bahwa tunangannya itu bertingkah aneh.Briella memandangi Aden yang segera berpindah posisi, sedikit agak menjauhi Gietta. Menyadari keanehan sikap Aden, Briella menghela napas."Kamu kenapa kok kayak nggak nyaman begitu?" tanya Briella lagi."Tidak apa-apa, Giet. Aku hanya tak nyaman kau pandangi," ujar Aden salah menyebut nama.Sontak saja kening Briella mengerut. Ia menyadari bahwa Aden salah mengucapkan namanya. Sekejap saja Briella langsung menoleh ke arah Gietta."Kau menyebut Gietta?" ujar Briella.Aden yang menyadari kekeliruannya, segera mencebik. Refleks, dirinya memegang tangan Briella dan berniat untuk meminta maaf."Aku tidak sengaja, Briel. Tolong maafkan aku," pinta Aden.Briella memandang Aden dengan kecewa. Bola matanya penuh dan membulat menatap

  • Takdir Cinta untuk Briella   Bertemu Gietta

    Alis Briella hampir saling bertautan saat menatap wajah optimis Aden. Briella pun menggeleng, tak percaya."Ke kantormu? Denganku?" tanya Briella.Spontan saja Aden langsung mengangguk. Kedua matanya memandangi wajah Briella yang kelihatan ragu."Apa yang bisa kulakukan di sana?" tanya Briella.Aden tertawa. Dia lekas memegangi dahinya dan berhenti tertawa. Kini Aden memandang ke arah Briella yang sedang lugu menatap dirinya."Kamu kan bisa menemaniku bekerja, Briel. Ada di sampingku saja itu sudah cukup," kata Aden."Masa bekerja saja kau minta ditemani, Aden?" tanya Briella."Tentu saja, Sayang. Aku akan sangat senang bila kau ada di sebelahku," kata Aden.Briella tertegun sejenak saat melihat Aden tersenyum. Tak biasanya lelakinya itu memperlihatkan senyum yang menawan. Briella pun berdecak."Baiklah, aku akan ikut denganmu ke kantor," ucap Briella.Mendengar ucapan Briella seketika Aden tersenyum senang. Aden segera merangkul Briella dan mendekatkan Briella pada wajahnya. Segera s

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status