Share

Bunga Peony

Author: Wisya Kiehl
last update Last Updated: 2025-03-21 05:05:17

Briella hanya bisa mengembuskan napas menghadapi kemarahan Sandera. Tidak salah apabila Sandera sampai memarahinya begitu, sebab Gietta sendiri adalah teman lamanya yang tidak pantas untuk dicurigai.

Namun juga bukan salah Briella yang memiliki ketakutan akan kehilangan Aden. Briella memandangi Sandera yang sedang memberikan nasihat kepadanya. Tampaknya tidak akan habis rasa amarah Sandera.

"Mama tidak mau kamu menjadi orang yang paranoid, Briel. Mama bilang begini juga demi kebaikanmu," kata Sandera.

"Iya, Ma. Aku juga tahu itu. Tapi bukan salahku jika aku takut kehilangan Aden," ujar Briella.

"Tetap saja tidak dibenarkan menuduh sahabat mengambil kekasih sendiri. Apalagi kalian berdua sudah bertunangan. Itu tidak mungkin," ucap Sandera.

"Terserah mama saja. Aku capek berdebat terus dengan mama," ujar Briella.

Setelah mengantar dokter pribadinya, Aden kembali. Dia berjalan masuk ke dalam rumah dan mendapati adanya Sandera di dekat Briella. Aden pun langsung menghampiri keduanya dan memasang senyum lebar.

"Apa kamu sudah baikan? Tadi adalah dokter Daniel, dokter pribadi keluargaku. Kuharap setelah diobati oleh beliau, kau baikan," ujar Aden.

"Ya, aku sudah agak mendingan. Terima kasih sudah mencemaskanku," balas Briella.

Briella mengembuskan napas setelah mencoba meyakinkan Aden bahwa kondisinya sudah lebih baik. Tetapi di luar dugaan, ekspresi Aden tidak lagi terlalu memperhatikan dirinya.

Aden kemudian memalingkan pandangannya. Dia menatap ke arah Sandera dan memperhatikan bahwa saat ini wanita paruh baya itu sedang bermasam muka. Aden pun meringis, mencoba menerka apa yang sedang terjadi.

"Apa ada yang terjadi saat aku pergi? Kenapa suasana di antara kalian terasa menegangkan begini," ujar Aden.

Sandera yang sama sekali tidak bisa menyembunyikan sesuatu, langsung berdiri. Ia bangkit dari duduknya, dan segera menghadap ke arah Aden. Pandangannya yang semula mengarah kepada Briella, kini ia alihkan ke arah Aden.

"Apalagi kalau bukan masalah Briella. Dia itu curiganya kebangetan. Malah sekarang pakai nuduh yang bukan-bukan ke Gietta," ujar Sandera.

Sontak kening Aden berkerut. Emosi Sandera yang meledak-ledak disertai penjelasan yang membuatnya kaget, membuat Aden tidak habis pikir. Aden menatap ke arah Briella yang sedang sayu. Kedua matanya bahkan tidak tegak sama sekali.

"Ada apa lagi, Briell? Kenapa kamu gemar sekali menuduh orang," kata Aden.

Dia kemudian duduk di depan Briella. Dielusnya lembut punggung dan puncak kepala Briella, sementara kedua mata Aden memandangi Briella dengan tatapan yang dalam. Sayangnya, belaian tangan Aden segera ditampik oleh Briella.

"Jangan pura-pura tidak tahu ya, Aden. Kamu tahu sendiri bahwa Gietta menaruh perhatian padamu. Tapi kamu masih saja abai akan hal itu," ujar Briella.

"Apa kamu merasa bahwa Gietta akan merebutku darimu?" tanya Aden.

Briella langsung terdiam tak menjawab. Pertanyaan Aden terasa menohok. Dirinya tertegun karena Aden bisa bertanya dengan kalimat yang begitu mengena.

"Apa kamu masih ragu dengan perasaanku, Briella? Apa kamu tidak percaya pada kesetiaanku?" tanya Aden.

Semua kalimat tanya yang dilontar Aden itu membuat lidah Briella kelu. Bibirnya bergetar seolah tak mampu memberikan jawaban.

"Aku menyayangimu, Briella. Kita ini sepasang tunangan yang sewajarnya saling percaya," ujar Aden.

Briella menatap ke arah binar mata Aden. Walau hanya sesaat namun hatinya sudah merasakan gelisah. Briella pun memalingkan wajahnya ke arah lain. Tidak lagi ia menatap pada Aden.

"Aku punya sesuatu untukmu. Siapa tahu kau akan suka," ucap Aden.

Barulah kemudian Briella menatap ke arah Aden kembali. Briella mengernyitkan dahinya seraya menaikkan sebelah alisnya. Terheran dengan apa yang dibawa oleh Aden.

"Tara! Aku bawakan bunga peony untukmu. Siapa tahu kau akan terhibur dengan adanya bunga ini," ujar Aden.

Kedua mata Briella membulat. Ia terkejut dengan keberadaan bunga peony merah muda di genggaman Aden. Briella pun tersenyum dengan miris.

"Dari mana kau dapat bunga sebagus itu?" tanya Briella.

Aden hanya tersenyum saat Briella memberikan pertanyaan semacam itu padanya. Tak ada kata-kata yang terucap dalam mulut Aden selain hanya senyum yang mengambang.

"Kau membelinya?" tanya Briella.

"Ya. Ini murah hanya lima belas. Tapi mekarnya tidak murah," kata Aden.

Aden kemudian memberikan bunga peony tersebut pada Briella. Sontak saja Briella menerimanya.

"Terima kasih. Aromanya harum," kata Briella.

"Kurasa ini akan menyegarkan suasana hatimu," ujar Aden.

Briella menggendik saat Aden mengujar demikian. Lantas pandangannya beralih ke arah bunga peony yang dibawanya. Sekuntum bunga yang masih segar dan belum layu.

"Istirahatlah, Sayang. Nanti sore akan aku ajak kau jalan-jalan," kata Aden.

Hening. Tiada jawaban dari Briella maupun Sandera. Aden pun hanya bisa tersenyum dan mengusap lembut dahi Briella.

"Apa perlu kutidurkan kau di kasur?" tanya Aden.

"Tidak perlu. Aku bisa jalan sendiri," kata Briella.

Sontak saja Sandera langsung tertawa. Ia tidak menyangka putri semata wayangnya masih berlagak kuat di depan Aden.

"Bagaimana mau jalan, berdiri saja kamu tidak bisa," ujar Sandera di sela-sela tawanya.

"Mama! Briella pasti bisa jalan sendiri ke kamar tanpa bantuan Aden," ujar Briella.

Pipinya memerah karena tersipu. Malu. Briella kemudian mengarahkan pandangannya ke arah Aden yang juga ikut tersenyum.

"Kamu tidak perlu memaksakan diri, Briel. Akan kubantu kalau kamu tidak bisa sendiri," kata Aden.

Briella menggeleng. Masih saja ia menolak bantuan dari Aden. Briella bersikukuh masih meyakini bahwa dirinya bisa berdiri sendiri.

"Aku bisa. Aku tidak perlu bantuanmu," ucap Briella.

Briella kemudian meraih tepian sofa. Ia merangkak turun dan mencoba untuk mensejajarkan kakinya. Saat hitungan ia akan berdiri, tiba-tiba Briella ambruk.

Untung saja Aden dengan sigap menggenggam tangannya. Jika tak ada Aden kemungkinan Briella sudah merasakan sakitnya terantuk lantai.

"Sudah kubilang jangan memaksakan diri. Masih saja kamu keras kepala, Briel," kata Aden.

"Aku hanya tidak ingin merepotkan kamu. Aku ingin berusaha sendiri," ujar Briella.

"Sudahlah, akan aku antarkan kamu ke kamar," tutur Aden.

Dengan cepatnya Aden segera menyelipkan tangannya di antara kaki dan punggung Briella. Dalam seketika Aden langsung mengangkat Briella ke atas. Digendongnya Briella menuju ke kamar.

Begitu sampai di dalam, Aden langsung meletakkan Briella di atas kasurnya. Diluruskannya kedua kaki Briella yang terkilir.

"Istirahat lah, Sayang. Kamu pasti lelah. Apalagi menahan sakit yang seperti itu," kata Aden.

Aden pun mengelus rambut panjang Briella. Dengan segenap perhatian di dalam hatinya, Aden menatap ke arah Briella.

"Nanti aku kembali lagi untuk menjemput kamu. Semoga nanti sore keadaanmu sudah baik-baik saja," imbuh Aden.

Briella mengangguk. Aden lekas mengecup kening Briella dengan lembut. Tampaknya tidak ada laki-laki romantis lain selain Aden di sini. Briella pun tersenyum kecut.

"Aku pulang dulu ya, Sayang. Selamat istirahat," ujar Aden.

"Iya, hati-hati di jalan, Aden. Pulanglah. Aku akan baik-baik saja di sini," ucap Briella.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Takdir Cinta untuk Briella   Pembuktian Aden untuk Briella

    Setelah mendengar kata-kata Aden, Briella bisa bernapas lebih lega. Tadi yang semula dadanya sesak bagaikan terikat oleh ucapan Gietta, kini menjadi leluasa dan ringan.Memang Aden adalah laki-laki yang bisa menjaga diri Briella agar tetap tenang seperti semula. Meskipun kadang Aden dapat membuat Briella merasa ragu akan cintanya karena perbuatan Aden sendiri."Aku juga tidak percaya sepenuhnya kepadamu, Aden. Bukankah kamu ini yang selalu membuatku bimbang dengan ketulusan cintamu," kata Briella."Kamu ini bagaimana sih, Briel. Kita ini sudah bertunangan, tetapi kamu masih meragukan diriku," kata Aden, tidak kalah sengit dari kata-kata Briella."Lalu apa aku harus mempercayai semua ucapanmu itu, Aden?" tanya Briella."Kamu percaya boleh, tidak juga tak masalah. Tapi satu yang perlu kamu ingat, Briel. Bahwa aku telah memilih kamu sebagai pasanganku," kata Aden."Itu tidak ada hubungannya dengan perkara saat ini," ujar Briella.Aden lantas mengalihkan perhatiannya dari Briella. Tatapan

  • Takdir Cinta untuk Briella   Pengakuan Gietta

    Gietta hanya memasang senyum kaku setelah mendengar perkataan Briella. Terlihat dengan jelas bahwa saat ini teman lamanya itu sedang menunjukkan wajah yang kesal.Tetapi demikian, Gietta tidak tertawa untuk meluapkan perasaan puas yang dia rasakan. Kedua matanya masih tertuju ke Briella dan Aden secara bergantian."Aku tidak bermaksud untuk membuatmu jengkel, Briel. Tapi apa yang aku katakan memang benar, sekali-kali coba memahami Aden sebelum pasanganmu diambil perempuan lain," kata Gietta."Apa yang kamu bilang, Giet? Aku tidak ingin menentang kata-katamu. Apa yang kurang dariku, aku sudah mengerti Aden lebih dari yang kamu tahu, sudah bersabar untuk setiap kelakuannya," ujar Briella."Mungkinkah benar begitu? Ketika kulihat kamu dan Aden hampir setiap hari bertengkar karena masalah yang tidak terlalu penting," kata Gietta."Sebab aku ini jengkel, Giet. Kamu tahu tidak, kalau Aden ini terlalu menyepelekan perempuan-perempuan yang menyukai dia. Tentu semua gosip yang beredar tentang

  • Takdir Cinta untuk Briella   Menyambut Cinta

    Setelah mengetahui apa yang dikatakan Aden adalah agar dirinya dapat mempersiapkan diri, Briella membulatkan mata. Tidak menyangka sedikitpun bahwa akan ada masa di mana mereka berdua tidak dapat menghabiskan waktu bersama.Briella sama sekali tidak menduga bahwa Aden memilih untuk menyibukkan diri di kantor, ketimbang bersamanya. Karena itulah, saat ini Briella hampir tidak akan menerima alasan apapun yang akan diucapkan Aden padanya."Jadi begitu kamu sekarang, Aden. Kamu lebih memilih untuk tidak menyisakan sedikitpun waktu bersamaku," kata Briella."Bukan begitu, Briell. Aku mendapat tugas untuk memeriksa seluruh perkembangan di kantorku. Tidak mungkin aku mengabaikan urusan penting semacam ini," kata Aden, menjelaskan yang terjadi sesungguhnya kepada sang tunangan.Meskipun Briella sudah mendengar alasan yang dikatakan Aden adalah benar, tetap saja hati perempuan itu tidak mau menerima. Rasanya dia masih tidak terima jika jatah waktu untuk bersama sang kekasih menjadi berkurang.

  • Takdir Cinta untuk Briella   Rasa Abai Aden kepada Gietta

    Gietta mengangguk, tetapi dalam hatinya enggan untuk menggubris kata-kata Briella. Kedua matanya menjelajah ke seisi ruangan, seolah tidak bisa diam."Padahal aku sangat menantikan kedatangan Aden, Briel," kata Gietta."Kamu tunggu saja. Pasti nanti dia datang kemari," balas Briella.Gietta kemudian menunduk. Tangannya lekas menyodorkan sebungkus oleh-oleh yang sedari tadi dibawanya."Ini ada kue krim keju untukmu, Briel. Aku tadi sengaja mampir ke toko kue untuk membelikan ini," kata Gietta.Briella memandang ke arah bungkusan kue yang disodorkan Gietta. Tanpa banyak bicara, Briella pun lekas menerima bingkisan kue tersebut."Duduklah, Giet. Akan aku buatkan teh lemon untukmu," kata Briella.Gietta mengangguk setuju. Ia lantas duduk di sofa yang berada tidak jauh di belakangnya. Briella tersenyum, sesaat kemudian ia mulai berjalan menuju dapur.Ketika sampai di dapur, Briella membuka lemari pendingin dan mengambil racikan teh. Tangannya yang ramping dengan terampil meracik semua baha

  • Takdir Cinta untuk Briella   Belum Ingin Menikah

    Mata Sandera mengekor pada kepergian Briella yang langsung masuk ke dalam kamar. Sandera hanya bisa menghela dengan kasar. Masih saja anak gadisnya satu itu tidak terketuk hati untuk segera melangsungkan pernikahan.Sandera berdiri dan menyusul Briella. Setelah tiba di depan pintu kamar Briella yang tertutup, Sandera mengetuk pintunya."Bukakanlah, Briel. Jangan membantah mama seperti ini," kata Sandera setengah berteriak agar Briella mendengar.Sandera masih mengetuk pintu kamar Briella. Hingga beberapa menit berlalu, Briella pun terusik dan membuka pintu kamarnya."Mari kita bicara. Ada banyak hal yang perlu kita bicarakan berdua," ujar Sandera.Meskipun awalnya Briella keberatan dan ingin menolak ajakan mamanya, tetapi Sandera langsung menarik lengan Briella. Inilah yang membuat Briella tidak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan mamanya.Sandera mengajak Briella untuk duduk di tepi ranjang. Meskipun tampaknya wajah Sandera sangat tegas dan terlihat seolah akan membicarakan h

  • Takdir Cinta untuk Briella   Rencana Sandera

    "Perihal nikahan kalian berdua," ucap Sandera.Sekejap saja Aden membelalakkan matanya. Tiada angin tak ada hujan, tiba-tiba Sandera menanyakan tentang pernikahan mereka.Wajar saja jika Aden kaget. Dia lantas menatap kaku ke arah Briella yang sama kagetnya dengan dirinya."Pernikahan kami, Ma?" tanya Briella."Ya. Nikahan kalian. Bagaimana? Apa sudah terencana?" tanya Sandera.Briella spontan langsung terdiam. Ia menoleh ke arah Aden dan menatap calon suaminya tersebut. Briella menggeleng pelan."Kami masih belum ada rencana ke sana, Tante," ucap Aden."Bagaimana bisa? Kalian kan sudah lama bertunangan. Masa iya belum merencanakan pernikahan sama sekali," kata Sandera.Aden langsung terdiam seketika. Bibirnya menutup rapat sama seperti Briella. Tampaknya Aden dan Briella sama sekali tidak menyangka jika Sandera akan menanyakan tentang hal ini."Kalau kalian belum merencanakannya, mari kita bicarakan. Kebetulan Mama ada waktu senggang untuk kalian," kata Sandera.Aden menggaruk kepala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status