Share

Bayangnya Masih Ada

“Kepergian menimbulkan kehilangan dan kehilangan membawa kerinduan. Namun, rindu pada seseorang yang suda tidak ada adalah hal yang paling menyakitkan.”

Semenjak kejadian itu Qila menjadi gadis yang benar-benar pemurung, Qila menjadi gadis yang dingin dan tidak pernah tersenyum, kepergian Dave seakan membawa separuh jiwa Qila. Tidak ada lagi Qila yang cerewet, periang dan murah senyum seperti dulu. Semua hilang, pergi bersama dengan kepergian Dave. Sudah satu tahun kepergian Dave, namun Qila masih merasa bahwa Dave hanya pergi ke Ausie, dan akan kembali ketika penyakitnya sudah sembuh. Qila selalu menyakinkan dirinya bahwa Dave akan pulang. Qila tidak pernah menerima siapapun yang datang karena Qila selalu berpikir bahwa dia harus menjaga hatinya untuk Dave yang sedang berjuang untuk melawan penyakitnya. Orang tua Qila sangat sedih melihat keadaan Qila yang sudah 1 tahun ini tidak pernah berubah, selalu menunggu Dave dan menantikan kehadiran Dave. Orangtua Qila sudah beberapa kali mencoba menyadarkan Qila bahwa Dave sudah tidak ada dan tidak akan pernah kembali. Namun Qila masih bersikeras dengan pikirannya bahwa Dave akan pulang dan melamarnya. Sudah 1 tahun berlalu dan bayang-bayang Dave selalu menghantui Qila, kata-kata Dave masih terngiang jelas di telinganya. Kata-kata yang menyatakan bahwa Dave sangat mencintainya dan ingin melamarnya.

Sudah beberapa banyak orang yang mencoba membangkitkan keterpurukan Qila, namun tidak ada satupun yang berhasil. Orangtua Qila sudah tidak tau lagi harus berbuat apa agar putri semata wayangnya kembali ceria dan bisa menjalani hari-harinya dengan penuh kebahagiaan. Hingga akhirnya orang tua Qila berpikir untuk membuat Qila sibuk dengan pendidikannya. Orang tua Qila memilih agar Qila kuliah di luar negeri dan melupakan masa lalunya disini. Masa lalunya bersama Dave. Qila yang begitu terpukul akan kepergian Dave, terus mengurung diri, Qila tidak pernah mau keluar kecuali ada sesuatu yang mendesak. Orangtua Qila yang sangat khawatir akan kesehatan putrinya, memutuskan untuk pindah rumah ke luar kota. Qila yang enggan untuk pergi dan meninggalkan semua kenangannya bersama Dave menolak untuk pindah. Dengan segala macam cara, orangtua Qila membujuk Qila. Hingga akhirnya Qila menyetujui untuk pindah dan berusaha move on. Qila berpikir bahwa benar kata teman-teman juga sahabatnya bahwa Qila harus menjalankan hidupnya dengan baik, agar Dave bahagia melihatnya bahagia.

“Aku harus bangkit, aku harus bisa menjalani kehidupanku dengan normal. Kita memang telah berbeda dunia, namun aku yakin perasaan kita sama. Aku merindukanmu Dave.”

Qila melihat foto yang terletak di atas nakas, Qila tersenyum beserta air mata yang jatuh. Qila memeluk foto itu erat hingga akhirnya memasukan foto itu pada koper untuk dibawanya pergi ke luar kota.

“Dave, aku berharap kita akan tetap bersama selamanya.”

“Aku yakin bahwa kamu adalah cinta terakhirku, Iaa.”

Qila menyandarkan pundaknya pada bahu Dave. Qila menatap langit yang terlihat sangat cerah malam itu.

“Dave langitnya bagus ya, apalagi bintangnya bertaburan sangat banyak.”

“Semua keindahan itu, tidak mampu mengalahkan keindahanmu Aqila. Senyummu yang membuat candu, tawamu yang membuat rindu dan kehangatanmu yang membuatku nyaman berada disampingmu.”

“Aku sangat menyayangimu Dave, kamu jangan pernah ninggalin aku ya.”

“Iya aku gak akan ninggalin kamu.”

“Janji ya Dave.”

“Tapi, aku tidak bisa janji dengan sesuatu yang belum pasti bisa aku lakukan.”

“Maksudmu Dave? Kau akan meninggalkanku?”

“Kita tidak tau apa yang akan terjadi beberapa menit kedepan, bahkan satu menit kedepanpun kita tidak mengetahuinya, semua misteri. Aku tidak tau bagaimana Tuhan menuliskan takdir tentang kita ia, aku tidak tau, apakah aku akan terus seperti ini bersamamu ataukah pergi dan meninggalkanmu. Aku tidak tau.”

“Tapi Dave,,”

“Tidak ada tapi ia, semua sudah Tuhan gariskan. Apapun yang terjadi nanti, kau harus bisa menerimanya dan mengambil hikmahnya. Tuhan tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hambanya. Dan Tuhan juga tidak akan memberikan sesuatu yang buruk untuk hambanya. Semua yang Tuhan berikan adalah hal terbaik untuk hidup kita, namun terkadang kita sebagai makhluk lemah tidak mampu melihat apa kebaikan yang Tuhan titipkan lewat kesakitan yang kita rasakan.”

“Dave, aku tidak yakin, bisa tersenyum seperti sekarang. Jika seandainya suatu hari tiba. Aku tidak bisa memandangmu lagi seperti ini.”

“Jangan kau menggantungkan sesuatu padaku ia, karena jika kau menggantungkan sesuatu pada seseorang yang lemah sepertiku, kau akan kecewa. Gantungkan semua harapanmu pada Tuhan. Karena Tuhan mampu melakukan apapun untukmu. Dia tidak akan mengecewakanmu.”

“Iya,, udah ah jadi mellow nih.”

“Kamu sih mancing-mancing.” Dave tertawa dan menatap Qila dengan tatapan yang sulit di artikan.

“Udah ah, jangan liatin aku seperti itu. Aku malu,” Seru Qila dan wajahnya berubah memerah karena malu.

“Yaudah mending sekarang kita nyanyi yuk, aku main gitar kamu nyanyi oke.”

“Nggak mau, kan suara aku cempreng mending kamu aja yang nyanyi.”

“Oke, kamu dengerin baik-baik ya.”

Menatap indahnya senyuman di wajahmu

Membuatku terdiam dan terpaku

Mengerti akan hadirnya cinta terindah

Saat kau peluk mesra tubuhku,,

Banyak kata,,,

Yang tak mampu ku ungkapan

Kepada dirimu,,,,

Aku ingin engkau selalu

Hadir dan temani aku,,

Disetiap langkah yang meyakiniku

Kau tercipta untukku,,,

Meski waktu akan mampu

Memanggil seluruh ragaku

Ku ingin kau tau,,

Kau selalu milikku, yang mencintaimu

Sepanjang hidupku,,

Qila tidur di bahu Dave, Dave yang melihat itu hany tersenyum dan mengusap pucuk kepala Qila.

Qila menatap sendu taman belakang yang menjadi saksi kebersamaan Qila dengan Dave. Jika saja Qila tau bahwa ucapan Dave 2 tahun yang lalu adalah sebuah pertanda untuk kepergiannya. Qila tidak akan menyia-nyiakan waktu yang dimilikinnya bersama Dave. Jika saja Qila tau bahwa Dave akan pergi untuk selamanya, Qila tidak akan pernah membuat Dave berjuang sendiri atas kesakitannya.

“Aku merindukanmu Dave.”

Qila menghapus air matanya dan tersenyum melihat rembulan yang sangat cerah.

“Aku baik-baik saja Dave, kamu tidak perlu khawatir akan keadaanku. Aku akan menjalankan hidupku dengan baik sesuai pesanmu padaku. Maafkan aku Dave, karena aku sempat hilang kendali dan terpuruk sangat lama atas kepergianmu. Aku tau jika kau ada disini bersamaku dan melihat keadaanku yang sekarang. Aku yakin kau akan memarahiku dan bahkan membenciku karena aku telah menyakiti diriku sendiri. Padahal dulu kau bilang “Jangan dulu mencintai orang lain jika kau tidak mampu mencintai dirimu sendiri.” Aku memang bodoh Dave, maafkan aku.”

Qila memejamkan matanya dan merasakan hembusan angin yang dengan lembut membelai wajahnya.

“Aku yakin aku bisa Dave. Dunia kita memang berbeda tapi ku yakin rasa kita tetaplah sama.”

Qila menutup pintu balkon dan beranjak tidur. Qila harus merefress tubuhnya untuk perpindahannya besok ke Bandung.

Pagi tiba, Qila sudah siap dengan semua barang yang ingin dibawa. Qila memandang rumahnya, matanya melihat semua titik yang pernah ada kenangan Dave. Qila diam dan tersenyum.

“Selamat tinggal masa lalu, kenanganmu akan selalu ada dalam hatiku. Kukunci dengan rapat agar tak rusak, tenanglah kau disana, aku tidak akan melupakanmu.”

“Ayo Aqila, ini sudah siang. Nanti jalanannya macet.”

“Iya mah, sebentar.”

Qila memandang lagi tempat terakhir kebersamaannya dengan Dave, Qila melambaikan tangannya, matanya terus memandang kedepan, seakan di depannya ada Dave dan juga Qila yang sedang bercanda 2 tahun yang lalu.

“Aqila,,,”

“Iyah mah,” Sahut Qila sembari berlari menghampiri mamahnya yang sudah lama menunggunya.

Perjalan dari Jakarta menuju Bandung cukup membuat Aqila dan keluarganya kelelahan. Sesampainya di rumah yang baru, Qila dan juga orangtuanya langsung beristirahat. Qila membaringkan tubuhnya di kasur yang ada di kamarnya, Qila melihat langit-langit kamar yang sudah penuh dengan riasan bintang dan rembulan. Qila tersenyum dan berdecak kagum dengan desain kamar yang diperuntukkan untuknya.

“Kok, bisa ya ini rumah. Kamarnya dengan desain langit malam, kesukaan aku.”

“Nggak usah kaget gitu dek, abang tau kok kamu suka banget sama langit malam.”

“Jadi abang yang buat ini semua?” Qila berlari dan memeluk abangnya. “makasih yah bang, Qila suka banget.”

Reihan tersenyum, karena baru kali ini. Reihan benar-benar melihat kembali senyum Qila yang sudah lama tertutup dengan kesedihan. Reihan semakin mengeratkan pelukannya dan mencium pucuk kepala Qila.

“Gue harap lo selalu bahagia dek.” Reihan melepaskan pelukannya dan meninggalkan Aqila.

Qila terdiam, dia baru sadar bahwa kesedihannya membuat orang-orang yang dia sayangi tersakiti.

“Maaf,,” Ucap lirih Qila saat Reihan menutup pintu kamar Qila. Reihan mengerti bahwa Qila baru menyadari bahwa kesedihannya membuat orang-orang yang menyayanginya juga tersakiti.

“Gue harap setelah ini, lo bisa bangkit dek. Lo bisa kembali menjadi Aqila, adek gue yang bawel, ngeselin dan selalu buat gue marah dengan tingkah-tingkah konyol lo. Meski lo sering buat gue darah tinggi karena tingkah lo, tapi itu nggak masalah buat gue dek. Karena melihat lo bahagia, gue juga bahagia. Lo harus tau, bahwa kesedihan lo membuat gue benar-benar sakit.”

Reihan meninggalkan Qila dan berjalan keluar bertemu dengan teman-temannya. Reihan memiliki banyak teman di Bandung, karena Reihan menempuh sekolah SMA di Bandung. Reihan tinggal bersama neneknya dan menemani neneknya hingga beliau tutup usia. Rumah yang kini di tempati oleh keluarga Reihan adalah rumah peninggalan neneknya dulu. Reihan mengajak orangtuanya untuk pindah ke Bandung dan menempati rumah neneknya, karena Reihan sudah tidak sanggup merasakan sakit yang dirasakannya ketika melihat adik yang sangat dia sayangi terus menerus terpuruk dan terpukul dengan kenyataan yang tidak mampu diterimanya. Reihan berharap dengan pindah ke Bandung, mampu membuat Qila perlahan-lahan bangkit dan menerima semuanya.

“Gimana bro, desainnya bagus gak?” tanya Fajar

“Bagus banget, ade gue suka, thank’s ya bro. Udah mau bantuin gue.”

“Calm aja Han.” Sambil menepuk pundak Reihan

“Oh iya, gue belum pernah tuh liat ade lo. Kenapa nggak lo kenalin aja ke kita? Kali aja dia bisa sedikit-sedikit mengubur masa lalunya,” ucap Devan

“Belum saatnya gue kenalin dia. Gue tau banget, ade gue nggak bakal mudah nerima orang baru untuk saat ini meski hanya untuk teman main.”

“Bukannya kejadiannya udah 1 tahun yang lalu ya Han,”

“Iya, tapi ade gue bener-bener nggak bisa nerima orang baru saat ini, apalagi laki-laki. Gue juga udah sering nyoba deketin dia ke temen-temen gue yang ada di Jakarta, tapi lo tau apa respons ade gue? Dia hanya diam dan langsung pergi.”

“Segitunya dia setia sama pacarnya yang udah meninggal itu?”

“Begitulah Van.”

“Beruntung ya orang yang dapetin cinta ade lo.”

Reihan tertawa dan mengalihkan pembicaraan agar tidak membahas adiknya. Reihan nongkrong di depan rumahnya bersama dengan ke 3 temannya yaitu Fajar, Devan dan Yogi.

Mereka memainkan gitar dan sesekali tertawa. Qila yang sedang berada di balkon, melihat abangnya sedang tertawa bersama dengan teman-temannya. Qila tersenyum dan rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya. Qila bahagia melihat abangnya yang kini tertawa lepas. Qila benar-benar baru sadar, bahwa semenjak Qila terpuruk, Qila tidak pernah melihat abangnya tertawa sangat lepas seperti sekarang. Qila mengusap memejamkan matanya dan bergumam

“Aku nggak akan buat abang kembali sakit, aku berjanji aku akan bangkit dan kembali hidup dengan baik.”

Qila masuk dan menutup pintu balkon. Qila mematikan lampu kamarnya dan melihat ke atas langit-langit kamarnya. Bintang berkerlap-kerlip dan rembulan yang bersinar dengan indahnya. Qila kembali tersenyum dan dia benar-benar bahagia saat ini. Qila tidur dengan kebahagiaan dan kehangatan yang dia rasakan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status